Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Mari Bicara Soal Lini Belakang Chelsea yang Kokoh Itu
30 Januari 2017 18:36 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT
Ada perumpamaan yang menyebut “defense wins you titles” dan, jika akhirnya Chelsea keluar sebagai juara Premier League musim ini, bisa jadi itu karena andil lini belakang mereka.
ADVERTISEMENT
Namun, tengah pekan ini, mereka akan dihadapkan pada ujian yang tidak mudah: Liverpool. Laga antara Liverpool vs Chelsea, Rabu (1/2/2017) dini hari WIB, tentu akan menjadi sorotan. Selain mempertemukan dua tim papan atas, performa kedua kesebelasan juga berbeda jauh belakangan ini.
Di satu sisi, Liverpool merupakan tim paling agresif di Premier League dengan torehan 51 golnya. Namun, mereka juga menjadi tim yang banyak membuang-buang peluang di setiap laganya. Di sisi lain, Chelsea sejauh ini berhasil mengukuhkan diri sebagai tim yang pertahanannya paling kuat. Laga ini pun cocok dilabeli “Pertarungan Dua Lini Terbaik di Premier League”.
Namun, kami di sini ingin secara khusus membahas lini belakang Chelsea. Mereka hanya kebobolan sebanyak 15 kali dari 22 laga telah dijalani. Artinya, rasio kemasukan mereka hanya sebesar 0,68 per laga. Jumlah tersebut lebih unggul dari pemuncak klasemen La Liga, Real Madrid, dengan 0,89 per laga serta capolista Serie A, Juventus, dengan rata-rata kebobolan 0,76 di tiap laga.
ADVERTISEMENT
Chelsea yang kini menerapkan format 3-4-3 hanya kebobolan 6 kali dari total 16 pertandingan terakhirnya di Premier League. Enam gol itu mereka terima saat berhadapan dengan Manchester City, Stoke, serta saat dua kali berhadapan melawan Tottenham Hotspur.
Dalam empat laga awal di musim ini, Chelsea mengaplikasikan format 4-1-4-1. Meski berhasil meraih tiga kemenangan dan sekali imbang, namun mereka telah kebobolan empat kali dalam rentang waktu tersebut.
Puncaknya adalah kekalahan atas Liverpool dengan pakem 4-2-3-1. Conte kemudian memutuskan untuk kembali ke formasi 4-1-4-1 saat bentrok melawan Arsenal. Akan tetapi ia justru gagal total setelah dibantai tiga gol tanpa balas dari pasukan Arsene Wenger itu.
Akhirnya Conte memilih untuk mencomot skema yang sama saat ia menjadi juru taktik bagi Juventus dan Tim Nasional Italia. Perubahan pakem dari 4-1-4-1 ke 3-4-3 oleh Conte pascakekalahan dari Arsenal membuat lini pertahanan Chelsea susah ditembus. Mereka mengalami peningkatan signifikan dari segi pertahanan. Padahal sebelumnya mereka telah kebobolan 9 gol pada enam laga awal.
ADVERTISEMENT
Chelsea juga sukses mencatatkan rekor tak kebobolan selama 601 menit yang mereka ukir dari pekan keenam hingga pekan ke-12. Catatan apik itu baru tumbang setelah jala Thibaut Courtois dikoyak oleh Christian Eriksen saat Chelsea menjamu Spurs di pekan ke-13.
Conte memilih untuk memulangkan David Luiz untuk berduet dengan Gary Cahill di sektor bek tengah. Selain itu, pelatih berusia 47 tahun tersebut juga memilih untuk tidak memasang John Terry sebagai salah satu trio di lini belakang Chelsea. Pelatih kelahiran Lecce itu justru memasang Cesar Azpilicueta yang biasanya beroperasi sebagai full-back.
Namun, penampilan Luiz, Cahill, dan Azpilicueta sebagai bek tengah terbilang ciamik. David Luiz yang diplot sebagai penjaga jantung pertahanan Chelsea berhasil mencatatkan rata-rata 5,1 sapuan per laga. Sementara itu Azpilicueta memegang peran sebagai ball-playing defender mencatatkan diri sebagai pemain yang paling banyak melepaskan operan dengan total 1.180 umpan dengan akurasi sebesar 88%. Sedangkan Cahill, selain unggul dalam duel udara, juga berhasil membukukan 3 gol sejauh ini.
ADVERTISEMENT
Keputusan mengejutkan lainnya adalah dengan menurunkan Victor Moses dan Marcos Alonso sebagai wing-back. Meski begitu, kedua pemain tersebut berhasil memegang peran penting dalam skema tiga bek Conte.
Selain agresif dalam menyerang, Moses dan Alonso juga disiplin dalam transisi menyerang ke bertahan. Total, kedua pemain itu telah menyumbangkan 6 gol dan 3 assist musim ini.
Kontribusi N'Golo Kante dan Nemanja Matic sebagai gelandang tengah juga tak bisa dianggap enteng. Kemampuan Kante dalam membaca permainan dan memutus serangan berperan penting untuk mengikis serangan lawan. Hal itu terbukti dari rataan jumlah tekel dan intersepnya paling tinggi dibanding para rekan setimnya. Dalam 21 pertandingan ia telah mencatatkan rata-rata 3 tekel dan 1,4 intersep per laga.
ADVERTISEMENT
Bila Kante cenderung lebih defensif, Matic diposisikan untuk mengakomodir lini serang. Hal itu terbukti dari torehan 6 assist yang dibuatnya di ajang Premier League. Jumlah tersebut hanya bisa disamai oleh Cesc Fabregas yang juga bermain bergantian dengan dirinya.
Penampilan Thibaut Courtois di bawah mistar juga merupakan salah satu rahasia kesuksesan Chelsea. Kiper yang dibeli dari KRC Genk itu telah membukukan rata-rata 1,59 penyelamatan per laga. Terlebih lagi ia sukses mencatatkan 13 clean sheet, hanya terpaut tiga dari torehan terbanyak musim lalu yang dicatatkan oleh Peter Cech.
Courtois berpotensi besar untuk melewati pencapaian tersebut dengan Premier League yang masih menyisakan 14 laga.