news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ikan Wajib Bersertifikat

Roy Salinding
Pengawas Perikanan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, Penikmat Alam, Penulis
Konten dari Pengguna
5 Oktober 2020 10:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Roy Salinding tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Nelayan di Manokwari sedang mendaratkan ikan tuna hasil tangkapan dari perairan Samudera Pasifik
zoom-in-whitePerbesar
Nelayan di Manokwari sedang mendaratkan ikan tuna hasil tangkapan dari perairan Samudera Pasifik
ADVERTISEMENT
Mungkin bagi sebagian besar orang, judul ini adalah lelucon yang tidak masuk akal. Bagaiman ikan yang hampir tiap hari konsumsi bahkan bisa menu yang setia dimeja makan dikatakan wajib bersertifikat. Sertifikat identik dengan lembaran kertas dari instansi yang berwenang sebagai bukti kebenaran suatu kejadian atau kepemilikan.
ADVERTISEMENT
Tidak berbeda jauh dengan defenisi sertifikat yang disampaikan di atas. Bedanya, sertifikat ikan diberikan apabila ikan tersebut telah melalui prosedur yang telah ditentukan, mulai dari pra produksi hingga pasca produksi.
Jenis-Jenis Sertifikat yang Wajib dalam Usaha Perikanan
1. Sertifikat Kesehatan Ikan
Sertifikat kesehatan ikan untuk konsumsi manusia diatur dalam Pasal 21 UU No 31/2004 tentang Perikanan. Sertifikat yang dimaksud adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah yang meyatakan bahwa ikan dan hasil perikanan telah memenuhi persyaratan jaminan mutu dan keamanan untuk konsumsi manusia.
Sejumlah persyaratan yang wajib dipenuhi untuk mendapatkan sertifikat kesehatan ikan diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52A/KEPMEN-KP/2013 yakni hygienis, menerapkan persyaratan dalam mencegah adanya bahaya biologi, kimia dan fisik , menerapkan persyaratan pengendalian suhu dengan menjaga rantai dingin, karyawannya sudah terlatih dalam menerapkan sanitasi dan higiene pangan, memastikan bahwa karyawan tidak sedang menderita atau menjadi pembawa penyakit jenis tertentu.
ADVERTISEMENT
Sejak UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diundangkan, maka sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan konkuren pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten, pada huruf Y, sertifkat kesehatan ikan (sertifikat karantina dan sertifikat mutu) menjadi kewenangan penuh pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan /BKIPM).
2. Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan
Sertifikat hasil tangkapan ikan (SHTI) atau catch certificate adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa hasil perikanan yang diekspor, bukan dari kegiatan illegal, unreported and unregulated (IUU) Fishing . Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 13/PERMEN-KP/2012 ini dibuat untuk memenuhi persyaratan perdagangan ikan ke negara Uni Eropa dan dalam rangka mencegah, mengurangi dan memberantas IUU Fishing. SHTI diterbitkan oleh Dirjen Perikanan Tangkap selaku Otoritas Kompeten (selanjutnya mendelegasikan kepada UPT –nya) bagi hasil tangkapan ikan di laut dari kapal penangkap ikan Indonesia (KII) dan kapal penangkap ikan asing (KIA) yang akan diekspor, baik langsung maupun tidak langsung ke negara Uni Eropa.
ADVERTISEMENT
Jadi, untuk ikan yang ditangkap oleh kapal tanpa dokumen , menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai, atau melanggar ketentuan perundang-undangan, tidak bakal memperoleh sertifikat ini.
3. Sertifikat Kelayakan Pengolahan
Sertifikat kelayakan pengolahan (SKP) adalah diterbitkan kepada pelaku usaha pengolahan ikan yang telah menerapkan cara pengolahan ikan yang baik. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 72/PERMEN-KP/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Sertifikat Kelayakan Pengolahan, pasal 5 s/d pasal 7 SKP meyatakan SKP diterbitkan oleh Dirjen Penguatan Daya Saing KKP apabila usaha pengolahan telah memenuhi persyaratan antara lain permohonan pelaku usaha, adanya rekomendasi dari pemerintah daerah, kesesuaian aspek teknis dan admninistratif. Perlu diketahui bahwa SKP ini tidak dipungut biaya.
ADVERTISEMENT
4. Sertifikat Penerapan HACCP
Selain sertifikat kelayakan pengolahan (SKP), produk perikanan juga wajib memiliki Sertifikat Penerapan Hazard Analizys Critical Control Point (HACCP) atau Program Penerapan Manajemen Mutu Terpadu (PMMT. Sertifikat ini diberikan kepada unit pengolahan ikan yang telah menerapkan manajemen keamanan hasil perikanan yang ditujukan untuk mengidentifikasi bahaya (hazard) yang kemungkinan terjadi dalam persediaan rantai makanan. Sertifikat penerapan HACCP diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 51/PERMEN-KP/2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu.
5. Sertifikat Benih Ikan
Sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing hasil perikanan Indonesia, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35/PERMEN-KP/2016 Tentang Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB). Sertifikat CPIB diberikan kepada unit usaha pembenihan ikan yang telah sesuai dengan persyaratan teknis (dokumen, sarana dan prasarana), keamanan pangan, dan lingkungan. Sertifikat yang diterbitkan oleh Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan ini sangat penting dimiliki oleh pelaku usaha pembudidaya ikan, khususnya yang mengembangkan pengiriman ikan, baik domestik maupun ekspor. Keberadaan sertifikat Benih ikan akan meningkatkan nilai jual hasil pembudidayaan ikan.
ADVERTISEMENT
6. Sertifikat Asal Rumput Laut
Mungkin agak membingungkan karena namanya “rumput” tapi termasuk dalam kelompok ikan. Dalam UU 31/2004 tentang Perikanan, penjelasan pasal 7 ayat (6) huruf i, bahwa jenis ikan salah satunya adalah rumput laut dan tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air (algae). Sertifikat asal rumput laut diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7/PERMEN-KP/2013, menunjuk Kepala Badan Karantina Ikan sebagai otoritas kompeten dalam menerbitkan sertifikat asal rumput laut kepada orang (pelaku usaha) yang akan melakukan ekspor rumput laut. Sertifikat ini sebagai pernyataan asal rumput laut yang akan diekspor. Apakah berasal dari alam tanpa melalui budidaya, berasal dari rumput laut yang sudah terlepas dari substratnya di alam (bukan yang dibudidayakan), atau dari hasil dari memanen dari rumput laut yang dibudidayakan di alam.
ADVERTISEMENT
7. Sertifikasi HAM Perikanan
Bila sertifikat pada poin 1 s.d 6 di atas, menitik beratkan pada ikan atau produk hasil perikanan, maka berbeda dengan sertifikat Hak Asasi Manusia (HAM) Perikanan. Sertifikat ini diterbitkan kepada pengusaha perikanan untuk memastikan pengusaha perikanan menghormati HAM para pihak yang terkait dengan usaha perikanan, termasuk awak kapal, masyarakat disekitar (masyarakat yang terdampak), serta mengatasi dampak pelanggaran HAM yang terjadi. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nmor 35/PERMEN-KP/2015 Tentang Sistem dan Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan yang diterbitkan pada tanggal 8 Desember 2015, sebagai bentuk campur tangan pemerintah atas ditemukannya berbagai pelanggaran HAM dalam usaha perikanan. Pelanggaran berupa perdagangan orang, kerja paksa, pekerja anak dan standar kondisi yang tidak sesuai dengan HAM.
ADVERTISEMENT
Tugas pengawasan perlindungan dan penghormatan HAM pada usaha perikanan dilakukan oleh pengawas perikanan, syahbandar perikanan dan/atau pejabat berwenang lainnya
Perlunya Kelengkapan Sertifikat Usaha Perikanan
Dari beberapa jenis sertifikat yang diwajibkan dalam usaha perikanan, mungkin menjadi pertanyaan adalah apa pentingnya sertifikat-sertifikat tersebut. Biasanya yang paling diutamakan adalah mutu ikan yang dikonsumsi untuk manusia. Namun, ketaatan pelaku usaha terhadap aturan yang berlaku yaitu kelengkapan dokumen sertifikat, sangat penting guna meningkatkan nilai tambah produk perikanan. Dengan demikian, semakin lengkap sertifikat yang dimiliki produk hasil perikanan, maka kualitasnya semakin terjamin bahwa ikan yang dipasarkan adalah ikan yang ditangkap bukan dengan cara Illegal Unreported and Unregulated (IUU) fishing, memenuhi standar pengolahan ikan yang baik, asal usul produk (alam atau budidaya) serta dalam pelaksanaan penangkapan hingga pengolahannya tidak melanggar HAM.
ADVERTISEMENT