Konten dari Pengguna

Pajak Karbon, 'Senjata' yang Belum Dapat Digunakan

Royhul Akbar
Kepala Seksi Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal KPPN Tanjung Pinang Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau Kementerian Keuangan Menulis untuk melepaskan opini serta cara menenangkan hati.
13 Juni 2023 6:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Royhul Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi karbon dioksida Foto: geralt/pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi karbon dioksida Foto: geralt/pixabay
ADVERTISEMENT
Undang Undang harmonisasi Perpajakan Bab VI pasal 13 halaman 95 menyebutkan bahwa pajak karbon adalah pajak yang dikenakan pada bahan bakar fosil atau kegiatan yang menghasilkan karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya.
ADVERTISEMENT
Tujuan dari pengenaan pajak ini untuk mengurangi dampak negatif dari pemanasan global. Pajak karbon juga dapat menjadi sumber pendapatan pemerintah yang tepat digunakan untuk membiayai program pembangunan berkelanjutan seperti peningkatan efisiensi energi, pengembangan energi terbarukan, perlindungan lingkungan dan pemberian bantuan sosial.
Pajak karbon telah diperkenalkan di beberapa negara di dunia, terutama di negara maju dengan emisi karbon tinggi. Contoh penerapan pajak karbon di negara maju adalah:
• Finlandia: negara ini adalah negara pertama di dunia yang memperkenalkan pajak karbon sebesar US$68 per ton emisi CO2 pada tahun 1990. Pajak ini dikenakan pada bahan bakar fosil yang digunakan dalam industri, transportasi dan konstruksi. Berdasarkan penelitian, pajak ini berhasil mengurangi emisi karbon Finlandia sebesar 21% antara tahun 1990 dan 2018.
ADVERTISEMENT
• Swedia: negara ini telah memperkenalkan pajak karbon sejak tahun 1991, yang tertinggi di Eropa sebesar USD 119 per ton emisi CO2. Pajak ini menargetkan bahan bakar fosil dan emisi CO2 dari transportasi dan konstruksi. Pajak itu telah berhasil mengurangi emisi karbon Swedia sebesar 25% sejak tahun 1995.
• Swiss: negara ini telah memperkenalkan pajak karbon sebesar US$99 per ton emisi CO2 sejak tahun 2008. Pajak ini terutama berlaku untuk emisi CO2 dari industri, listrik, konstruksi dan transportasi. Sebagian besar pendapatan dari pajak ini kembali ke masyarakat melalui subsidi listrik dan program efisiensi energi.
• Inggris: negara ini telah memperkenalkan pajak karbon sebesar US$25 per ton emisi CO2 sejak 2013. Pajak ini berlaku untuk sektor ketenagalistrikan yang menggunakan bahan bakar fosil. Pajak ini berhasil menurunkan penggunaan batu bara dalam produksi listrik dari 40 persen pada 2012 Menjadi 5 persen pada 2019.
Emisi karbon di Jakarta. Foto: Aly Song
Selain negara negara maju seperti contoh di atas, ada juga beberapa negara berkembang yang telah memperkenalkan pajak karbon, seperti:
ADVERTISEMENT
• Meksiko: Negara tersebut memperkenalkan pajak karbon sebesar $3 per ton emisi CO2 mulai tahun 2014. Pajak ini berlaku untuk bahan bakar fosil yang digunakan di semua sektor kecuali listrik. Pendapatan dari pajak ini digunakan untuk membiayai program perlindungan dan adaptasi iklim⁸.
• Chili: Negara tersebut memperkenalkan pajak karbon sebesar $5 per ton emisi CO2 mulai tahun 2017. Pajak ini berlaku untuk pembangkit listrik termal dengan kapasitas lebih dari 50 MW. Pendapatan dari pajak ini digunakan untuk membiayai program perlindungan lingkungan dan sosial⁹.
• Afrika Selatan: Negara tersebut memperkenalkan pajak karbon sebesar $8 per ton emisi CO2 mulai tahun 2019. Pajak ini berlaku untuk emisi karbon dari sektor industri, listrik, transportasi dan limbah. Pendapatan dari pajak ini akan digunakan untuk memberikan insentif pajak bagi perusahaan yang mengurangi emisinya.
ADVERTISEMENT
Contoh di atas menegaskan bahwa pajak karbon memiliki efek positif dalam mengurangi gas rumah kaca dan mendorong keberlanjutan lingkungan hidup. Namun, penerapan pajak karbon juga harus mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan masing-masing negara.
Ilustrasi emisi gas rumah kaca. Foto: Shutter Stock
Selain itu, penerapan pajak karbon juga harus didukung oleh langkah-langkah lain yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan energi, mengembangkan teknologi ekologis, dan melindungi kepentingan warga negara, khususnya yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Indonesia sendiri telah berencana untuk memperkenalkan pajak karbon kepada para pelaku industri dengan tarif terendah sebesar Rp 30/kg CO2e.
Pajak ini direncanakan untuk dikenakan pada sektor pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU), sektor industri dan pengolahan yang bahan bakar utamanya menghasilkan gas CO2. Dengan menggunakan mekanisme cap, trade and tax, yaitu hasil pajak yang dipungut atas jumlah emisi yang melebihi batas yang ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Pajak ini bertujuan untuk mendukung komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030 dari sumber dayanya sendiri atau usaha Indonesia sendiri dan sebesar 41% dengan dukungan dan bantuan dana dari negara negara internasional.
Walaupun seluruh kelengkapan penerapan pengenaan pajak karbon telah lengkap dan Kementerian lingkungan hidup telah mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 21 tahun 2022 yang ditetapkan pada tanggal 21 September 2022.
Tetapi, sampai dengan bulan Mei tahun 2023 belum ada satu Lembaga yang di kenakan pajak karbon, hal ini dikarenakan Indonesia yang masih dalam pemulihan ekonomi serta lonjakan tajam harga energi dunia akibat perang Rusia dan Ukraina, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, bapak Airlangga Hartanto, menyatakan bahwa Pajak karbon baru akan diterapkan di Indonesia pada tahun 2025.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pertimbangan inilah maka potensi penerimaan pajak baru yakni pajak karbon belum dapat dijadikan sandaran penerimaan negara baik pada tahun 2023 maupun tahun 2024, sehingga perlu Direktorat jenderal pajak dalam meningkatkan perolehan penerimaan wajib menggali dasar dasar pengenaan pajak lainnya untuk memperkuat penerimaan negara.