Ketika Hatta Memperjuangkan Kedaulatan Indonesia atas Papua

Rudi K Dahlan
Pekerja porfesional Mantan aktivis kelompok studi mahasiswa UI 90-an dan Himpunan Mahasiswa Islam. Ketertarikan pada masalah sosial, ekonomi, dan budaya.
Konten dari Pengguna
1 Desember 2020 7:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rudi K Dahlan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Berlanjutnya pendudukan Belanda atas Papua Barat adalah sisa-sisa kolonialisme dan pendudukan ilegal atas wilayah Indonesia (Hatta-1958)

ADVERTISEMENT
Dalam artikel Hatta Tidak Menolak Papua, sudah disinggung mengenai cara pandang Hatta melihat kedudukan Indonesia di bawah Jepang ketika berupaya memasukkan Papua yang masih dikuasai Belanda. Hatta memang tidak sepakat karena dia mementingkan mulusnya pengakuan internasional dalam melihat kemerdekaan Indonesia tanpa ada masalah teritori.
ADVERTISEMENT
Dalam artikel ini akan ditunjukkan bagaimana sikap Hatta berubah dalam memandang Papua sebagai bagian negara Indonesia. Ketika perjuangan pengakuan kemerdekaan itu diperoleh dari Belanda, Hatta berupaya memperjuangkan keabsahan Indonesia atas Papua di dunia internasional. Sebuah perjuangan melawan upaya Belanda untuk terus bertahan di Papua pasca perjanjian KMB.
Hatta dalam Konferensi Meja Bundar (foto public domain)
Seperti kita ketahui, beberapa waktu setelah proklamasi, kita kembali jatuh dalam cengekraman Belanda ketika Jepang menyerah ada sekutu. Proklamasi kemerdekaan pada bulan Agustus 1945 tidaklah diakui oleh Belanda dan sekutu. Spirit untuk memperjuangkan kembali kemerdekaan seluruh wilayah nusantara yang sedang dikuasai Belanda muncul. Dan Papua adalah bagian dari keseluruhan upaya perjuangan tersebut. Jadi tidaklah mengherankan bila kemudian pada konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, ketika Hatta memimpin delegasi Indonesia, Papua menjadi salah satu agenda yang paling serius diperjuangkan.
ADVERTISEMENT
Papua, dan juga Halmahera, Morotai serta Tarakan yang saat sidang BPUPKI sekitar Mei-Juli 1945, belum pernah dikuasai penuh oleh Jepang kini menjadi bagian utuh untuk diperjuangkan seluruhnya bersama daerah-daerah lainnya di hadapan penguasa Belanda. Hukum uti possidetis juris mengenai batas-batas wilayah bekas kolonial Belanda, hubungan historis interaksi sosial dan budaya antara wilayah di dalamnya secara hukum internasional berlaku dan diakui dalam konteks ini. Maka layak dan kuatlah secara hukum klaim atas wilayah kedaulatan Indonesia ketika perundingan KMB dilakukan, Papua menjadi agenda yang diperjuangkan bersama.
Papua adalah Klaim Nasional
Bila ada yang meragukan komitmen Hatta atas kedaulatan Indonesia terhadap wilayah Papua setelah KMB, maka patut mereka merujuk pada tulisan Hatta sendiri. Dalam Journal Foreign Affairs terbitan April tahun 1958 oleh Council on Foreign Affairs, Hatta menegaskan klaim Papua sebagai wilayah Indonesia yang harus diperjuangkan. Seperti kita ketahui bersama, pada tahun-tahun tersebut Papua masih terus dikuasai oleh Belanda hingga tahun 1962.
ADVERTISEMENT
Dalam tulisan ini Hatta mengkritik Amerika dan negara Barat lainya yang tidak mendukung tuntutan Indonesia atas Papua di forum PBB. Hatta menganggap mereka lebih memihak kepada sekutu kecilnya di Eropa, yaitu Belanda. Bagi Hatta, persoalan Papua adalah klaim nasional dari bangsa Indonesia yang tidak bisa diabaikan.
This is a national claim by the Republic of Indonesia which cannot be ignored. The claim to West Irian is a national claim backed by every Indonesia party without exception. The West Irian question thus represents a tragedy”, demikian Hatta menuliskannya.
Hatta juga mengatakan bahwa pendudukan Belanda atas Papua sebagai pendudukan ilegal dari teritori yang menjadi bagian Indonesia. Hatta menyebut, dalam perjanjian Linggardjati tahun 1947, terminologi Indonesia adalah wilayah keseluruhan dari teritori yang sebelumnya dikuasai oleh Netherland East Indies. Menurut Hatta, Belanda memisahkan bagian Papua itu dari kesepakatan. Hal ini tanpa ada keraguan karena adanya sekelompok kecil dari orang-orang Belanda yang ingin tetap mempertahankan dan mengenang masa keemasan kolonialisme mereka. Inilah yang kemudian mendorong Belanda terus mempertahankan sikap keras kepala mereka untuk tidak melepas Papua di KMB.
ADVERTISEMENT
Hatta menyesalkan bahwa pada perundingan KMB, tidak tercapai kesepakatan utuh tentang transfer kedaulatan dan masih menyisakan masalah Papua. Hatta juga menunjukkan kekecewaannya karena alih-alih menyelesaikan Papua dalam waktu satu tahun dalam meja perundingan, Belanda malah memasukan Papua sebagai wilayah mereka di dalam konstitusi negara mereka. PBB sebagai pihak penengah dianggap tidak mampu memberikan solusi saat itu, sehingga masalah Papua terus berlanjut antara Indonesia dengan Belanda.
Bukan Sikap Imprealistik
Hatta juga menolak ketakutan banyak pihak bahwa apabila Papua menjadi bagian dari Indonesia maka langkah selanjutnya akan mengklaim pula wilayah Papua New Guinea. Padangan imprealistik ini ditolak oleh Hatta kali ini. Bagi Hatta tudingan itu tidak mempunyai dasar. Bangsa Indonesia menurutnya, tidak mempunyai keterkaitan perasaan kebangsaan yang sama atau juga hubungan sejarah dengan wilayah Papua New Guinea. Sehingga klaim nasional atas wilayah tersebut baik secara hukum dan kesejarahan tidak akan terjadi sejauh itu.
ADVERTISEMENT
The fear that Indonesia, after obtaining West Irian, would claim East New Guinea is totally unfounded. The Indonesian people do not feel any links of a common lot or history with the peopale of that area; hence their national claim, historical and juridical in nature, does not extend that far
Di sini kita melihat bagaimana pendapat Hatta sendiri juga tidak sama dengan yang pernah dia khawatirkan di sidang BPUPKI. Saat itu Hatta mengkhawatirkan wilayah Indonesia bila diterus-teruskan akan sampai pula pada klaim kepulauan Soloman di Pasifik sana. Namun seperti sudah dijelaskan dalam tulisan sebelumnya, pandangan ini sebenarnya hanya muncul sebagai counter argument terhadap Yamin. Saat itu Hatta tidak setuju bila yang menjadi dasar memasukkan Papua sebagai wilayah Indonesia atas dasar pertimbangan strategi geopolitik.
ADVERTISEMENT
Jadi dengan demikian semakin jelaslah bahwa Mohammad Hatta, wakil presiden pertama Republik Indonesia, bapak proklamator kita, sepenuhnya mendukung Papua sebagai wilayah Indonesia. Kita tidak perlu meragukan lagi sikap Hatta dalam memandang keutuhan wilayah Indonesia sebagaimana yang kita kenal sekarang ini, yaitu wilayah dari Sabang hingga Merauke.