Pemuda Indonesia, Jadilah Bonus Bukan Beban Demografi

Akbar Mia
ASN Kemenpora yang juga seorang adventurir. Menyukai kegiatan luar ruang, hiking, beladiri dan olahraga, terutama Aikido, jogging dan memanah. Alumnus program pascasarjana UI konsentrasi Kajian Stratejik Pengembangan Kepemimpinan
Konten dari Pengguna
30 Mei 2021 12:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akbar Mia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun belakangan, kita banyak mendengar istilah bonus demografi digunakan. Pada berbagai kesempatan, banyak tokoh yang menyebutkan istilah ini. Tidak hanya di Indonesia, namun istilah ini juga disebut-sebut didalam forum-forum internasional. Hal ini tentu menarik perhatian. Sebetulnya, makhluk apakah bonus demografi itu? Kenapa hal tersebut banyak disebut, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia?
ADVERTISEMENT
Merujuk pada UNFPA (United Nations Fund for Population Activities, sekarang menjadi UNPF, United Nations Population Fund) bonus demografi adalah pertumbuhan ekonomi yang tercipta akibat perubahan struktur umur penduduk, dimana proporsi usia kerja 15-65 tahun lebih besar daripada non usia kerja. Menurut Badan Pusat Statisitik (BPS) definisi bonus demografi merujuk pada fenomena penambahan jumlah penduduk usia kerja yang membawa keuntungan bagi perekonomian. Dengan kata lain, bonus demografi adalah fenomena ketika jumlah masyarakat usia produktif lebih banyak daripada nonproduktif. Penambahan jumlah penduduk ini akan menjadi bonus apabila bisa dikelola dengan baik dan membawa keuntungan.
Infografis hasil sensus penduduk 2020 (tangkapan layar dari laman www.bps.go.id)
Benang merah dari definisi-definisi tersebut adalah adanya jumlah penduduk usia produktif yang sangat besar, dan keuntungan yang dihasilkan. Untuk dapat menghasilkan keuntungan dari penduduk usia produktif tersebut, tentu harus ada pengelolaan dan perencanaan yang baik. Disebut sebagai bonus, karena jumlah penduduk yang luar biasa besar tersebut yang dapat menghasilkan produktifitas yang luar biasa pula. Dengan demikian kunci dari dapat dicapainya bonus demografi adalah peningkatan produktifitas yang tentunya harus didukung pula oleh kebijakan yang baik.
ADVERTISEMENT
Data BPS pada tahun 2019 menyebutkan bahwa penduduk Indonesia yang masuk dalam kategori pemuda (16-30 tahun) berjumlah 64,19 juta jiwa atau sebesar kurang lebih 24% dari jumlah penduduk saat itu. Sedangkan data dalam Buku Statistik Pemuda Indonesia 2020 yang diterbitkan BPS, menyatakan bahwa menurut hasil Susenas tahun 2020, perkiraan jumlah pemuda sebesar 64,50 juta jiwa atau hampir seperempat dari total penduduk Indonesia (23,86 persen), dengan jumlah pengangguran pada bulan Agustus 2020 sebesar 9,77 juta jiwa. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 38,58% dibandingkan dengan jumlah pengangguran dikalangan pemuda pada Agustus 2019.
Secara umum, jumlah pengangguran terkait dengan tingkat pendidikan, skill atau keahlian dan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Pandemi yang saat ini melanda memang turut menyumbang pada meningkatnya jumlah pengangguran, namun bukan menjadi sebab utama. Tingkat pendidikan, keahlian yang dimiliki dan jumlah lapangan pekerjaan memang sudah menjadi tantangan tersendiri, jauh sebelum pandemi menyapa Indonesia. Menurut Bappenas dalam siaran pers Bappenasnya tanggal 22 Mei 2017, terdapat dua tantangan utama dalam menggapai bonus demografi, yaitu tingkat pendidikan yang dimiliki serta pendidikan dan keterampilan yang dimiliki tenaga kerja di Indonesia. Sebesar 63% tenaga kerja Indonesia merupakan lulusan sekolah menengah dan lebih rendah, yang berakibat pada produktifitas dan daya saing yang relatif rendah. Selain itu diketahui juga pendidikan dan keterampilan yang dimiliki tenaga kerja Indonesia tidak sesuai dengan kebutuhan industri, sehingga berakibat pada kesulitan mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
Kualitas pemuda terutama dapat dilihat dari capaian pendidikan dan kesehatannya. Pada tahun 2020, hampir tidak ada pemuda yang tidak bisa membaca dan menulis. Sekitar satu dari empat pemuda tercatat sedang bersekolah, dengan angka partisipasi sekolah (APS) pada kelompok umur 16-18 tahun, 19-24 tahun dan 25-30 tahun masing- masing sebesar 72,72 persen, 25,56 persen dan 3,38 persen. Secara umum, APS pemuda di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan. Mayoritas pemuda telah menamatkan pendidikan hingga SM/sederajat (38,77 persen) dan SMP/sederajat (35,41 persen). Hanya 10,36 persen pemuda yang menyelesaikan pendidikan hingga PT dan sekitar 11,97 persen pemuda yang hanya tamat SD/sederajat, serta sisanya tidak tamat SD atau belum pernah sekolah. Sedangkan untuk melihat potensi ekonomi dan ketenagakerjaan pemuda bisa dilihat berdasarkan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) pemuda. TPAK pemuda pada tahun 2020 (61,31 persen) mengalami penurunan dibanding tahun 2019 (61,96 persen) (BPS - Statistik Pemuda Indonesia 2020)
ADVERTISEMENT
Pandemi yang melanda sejak awal tahun 2020 turut menambah tantangan ini. Banyak orang terpaksa kehilangan pekerjaan dan mata pencariannya. Lapangan pekerjaan yang sebelumnya sudah sangat terbatas, menjadi semakin sulit ditemukan. Selain itu muncul pula masalah lain sebagai turunan dari semakin tingginya jumlah pengangguran, yaitu masalah kesehatan yang juga meningkat. Diantara hal-hal yang menunjang bagi dapat diraihnya bonus demografi yaitu pendidikan yang berkualitas pekerjaan yang layak, kemandirian pemuda dan kesehatan yang baik. Itulah kenapa pemerintah memfokuskan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, akses dan kualitas pendidikan serta kesehatan masyarakat, sejalan dengan yang digariskan dalam RPJMN 2015-2019, yaitu pemerintah memfokuskan pada tenaga kerja dan pendidikan, untuk mengatasi tantangan utama mencapai bonus demografi.
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Muhadjir Effendy, mengungkapkan bahwa Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) tahun 2019 berada pada nilai 51,5 yang berarti sangat rendah. IPP sendiri merupakan indeks yang terdiri atas 15 indikator, yang terhimpung dalam 5 domain, yaitu pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, lapangan dan kesempatan kerja, partisipasi dan kepemimpinan, serta gender dan diskriminasi. Di tingkat ASEAN, Youth Development Indeks (YDI) Indonesia menempati urutan ke-7, dan secara global YDI Indonesia menepati urutan ka-138 dari 183 negara, dibawah Myanmar dan Laos. Hal ini tentu harus menjadi perhatian bersama apabila kita ingin meraih bonus demografi dengan maksimal.
Untuk dapat mencapai bonus demografi ini, tentunya diperlukan upaya semua pihak. Tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga pemangku-pemangku kepentingan lainnya, terutama para pemuda, yang menjadi bagian terbesar dari angkatan kerja, yang menjadi fokus utama bonus demografi ini.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, para pemuda sejak dulu memang merupakan agen pengubah utama. Energi yang berlimpah, ketajaman fikir, kedinamisan gerak, menjadi diantara bekal utama para pemuda. Namun kelebihan pemuda tersebut, dapat pula menjadi kekurangannya. Apabila tidak dikelola dengan baik, kekuatan yang dimiliki pemuda dapat menjadi kekurangannya. Kedinamisan pemuda, energinya yang melimpah, dapat menjadi kekuatan yang merusak apabila tidak diarahkan. Pemuda yang tidak memiliki tujuan yang jelas, bukan tidak mungkin malah baku hantam diantara mereka sendiri. Tidak jarang kita mendengar berita pemuda atau kelompok pemuda yang bertikai, bahkan sampai dengan perkelahian fisik.
Perlu kolaborasi dan sinergi yang baik antara pemerintah, terutama Kementerian Pemuda dan Olahraga sebagai pengampu utama kepemudaan di Indonesia, dengan para pemangku kepentingan kepemudaan lainnya, termasuk diantaranya organisasi-organisasi kepemudaan yang selaiknya menjadi wadah pemersatu dan problem solver ditengah para pemuda. Untuk menghindari potensi desktruktif yang mungkin menghampiri, para pemuda Indonesia perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan serta wawasan kebangsaan yang relevan.
ADVERTISEMENT
Asisten Deputi Kepemimpinan dan Kepeloporan Pemuda Kemenpora, Ibnu Hasan, menyampaikan bahwa untuk membentuk pemuda yang disiplin, memiliki jiwa kebersamaan , periang, gemar berbagi, memiliki budaya bersih dan budaya antri, bahkan sampai kepada mendahulukan orang lain , serta bergotong royong, para pemuda perlu dibekali dengan kedisiplinan , komitmen kebangsaan, semangat nasionalisme, mencintai budaya bangsa, sikap toleransi , menerima keberagaman sebagai satu anugerah, serta berupaya agar nilai- nilai luhur Pancasila tercermin dalam perilaku sehari – hari.
Salah satu kegiatan kemah pemuda di salah satu kabupaten tahun 2011 (Foto: Dok pribadi)
Sebagai entitas utama harapan bangsa, selaiknya para pemuda membekali diri dengan sebaik-baiknya. Tidak hanya bagi bangsa dan negara ini, tetapi juga untuk masa depan pribadinya. Keterbatasan pemerintah dalam menjangkau pemuda untuk melaksanakan pelayanan kepemudaan sebagaimana amanat UU No 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan, merupakan hambatan tersendiri. Namun demikian, tabiat dasar pemuda yang aktif dan dinamis selaiknya menjadi modal awal bagi para pemuda untuk terus mengembangkan diri dengan atau tanpa pendampingan langsung dari pemerintah. Di era digital saat ini, berbagai konten informasi, keterampilan maupun pengembangan diri tersebar luas. Keputusan akhir berada ditangan para pemuda, apakah akan bergerak dan mengembangkan dirinya, ataukah hanya diam dan berpangku tangan, apakah akan menggunakan berbagai kemudahan teknologi yang ada hanya untuk bersenang-senang, atau menjadi bekal diri menapaki masa depan.
ADVERTISEMENT
Tahun 2030 diperkirakan akan menjadi puncak bonus demografi, tidak terkecuali di Indonesia. Angkatan kerja Indonesia yang pada tahun 2019 berjumlah sekitar 68%, diperkirakan akan mencapai 71% pada tahun 2030. Tahun ini akan menjadi jawaban seluruh usaha yang dilakukan, apakah pemuda Indonesia menjadi bonus demografi atau beban demografi, atau bahkan berubah menjadi bencana demografi.
Jakarta, 28 Mei 2021