Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bebas Aktif Manifesto
2 Juli 2022 19:48 WIB
Tulisan dari Rully Desthian Pahlephi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di akhir bulan Juni tahun 2022, publik dihebohkan dengan langkah Presiden Jokowi mendatangi dua pemimpin negara yang tengah berseteru, yaitu Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky .
ADVERTISEMENT
Dalam dunia diplomasi, langkah yang dilakukan oleh Indonesia ini biasa dikenal dengan istilah shuttle diplomacy atau diplomasi ulang-alik. Shuttle diplomacy adalah istilah yang menggambarkan keterlibatan pihak luar yang mencoba bertindak sebagai penengah antara pihak-pihak yang sedang berselisih. Pihak yang berselisih tidak berdiplomasi secara langsung, tetapi melalui perantara pihak ketiga.
Langkah yang dilakukan Indonesia ini mendapatkan apresiasi dari banyak pihak. Langkah ini dianggap sesuai dengan prinsip luar politik luar negeri Indonesia, yaitu politik bebas aktif. Tidak lupa juga dengan salah satu amanat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945: Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Sejarah Politik Bebas Aktif
Politik luar negeri adalah serangkaian kebijakan yang diterapkan oleh suatu negara dalam menjalankan hubungan internasional. Prinsip bebas aktif adalah prinsip yang dipilih para founding fathers Indonesia dalam menjalankan hubungan dengan dunia internasional.
ADVERTISEMENT
Prinsip bebas aktif lahir dari gagasan yang dicetuskan Bung Hatta dalam pidatonya yang sangat termasyhur, "Mendayung di antara Dua Karang". Tujuannya untuk membuat Indonesia bebas menentukan sikapnya sendiri dalam menyikapi konflik internasional serta turut berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Politik bebas aktif dilatarbelakangi oleh kondisi politik internasional setelah Perang Dunia II yang membuat dunia terbelah menjadi dua kekuatan besar yaitu blok barat dan blok timur yang masing-masing dipimpin oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Dengan prinsip yang diyakini, harapannya supaya Indonesia akan mengambil keputusannya sendiri tanpa dikendalikan oleh kepentingan politik mana pun.
Politik Bebas Aktif dalam Konflik Rusia dan Ukraina
Langkah Presiden Jokowi dalam menjadi penengah merupakan pengejawantahan politik luar negeri bebas aktif untuk mewujudkan perdamaian dunia, dalam hal ini adalah mewujudkan perdamaian antara Rusia dan Ukraina.
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi menemui Presiden Putin dan Presiden Zelensky dalam dua hari yang berbeda untuk menjadi penengah kedua negara yang berseteru. Isu kemanusiaan menjadi isu utama yang dibawa Presiden Jokowi ketika menemui dua pemimpin negara ini.
Bukan hanya berkaitan dengan dua negara yang sedang berkonflik, Indonesia juga berupaya untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Pasalnya, konflik Rusia dan Ukraina menciptakan dampak yang buruk bagi dunia internasional, terutama dalam bidang ekonomi.
Indonesia telah melakukan usahanya dalam membangun jembatan penghubung bagi perdamaian Rusia dan Ukraina. Bahwa ternyata jembatan penghubung ini gagal menyatukan dua pihak yang berseteru, itu urusan belakangan. Yang terpenting adalah Indonesia telah mencoba untuk membangun jembatan perdamaian walaupun di dalam situasi yang penuh risiko.
ADVERTISEMENT
Langkah konkret Presiden Jokowi untuk bertemu langsung dengan dua petinggi negara yang sedang berseteru rasanya perlu mendapatkan apresiasi. Di tengah situasi yang berbahaya, dia tetap menunjukkan keberaniannya dalam membawa misi perdamaian dunia. Tindakan yang sejalan dengan visi politik luar negeri Indonesia untuk mendayang di antara dua karang.