Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Sosiologis Struktural Lavender Marriage Issue
29 September 2024 8:48 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Puput Rusmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam masyarakat yang sangat menekankan norma heteronormatif, pernikahan sering kali menjadi instrumen untuk menjaga citra sosial yang diharapkan, sehingga sebagian masyarakat berusaha memenuhinya dengan cara apa pun salah satunya dengan melakukan Lavender Marriage yang sedang menjadi issue belakangan ini. Lalu bagaimana Lavender Marriage dari sudut pandang struktural sosiologis?
ADVERTISEMENT
Lavender Marriage
Lavender Marriage adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan di mana setidaknya salah satu pasangan atau keduanya menyembunyikan atau saling mengetahui orientasi seksual non-heteroseksual mereka dan melakukan pernikahan demi menjaga citra sosial mereka, terutama di masa atau lingkungan di mana homoseksualitas dianggap tidak dapat diterima secara sosial.
Hal serupa juga terjadi pada kalangan selebriti Hollywood, menurut Laura Beard dalam jurnalnya "Lavender Marriages and Social Pressures in Early Hollywood", Laura Beard menyoroti bahwa pernikahan semacam ini sering digunakan sebagai strategi untuk melindungi reputasi dan karier figur publik dari stigma homoseksualitas yang kuat pada masa itu.
Sosiologis Struktural dan Pernikahan
Sosiologi struktural menekankan struktur sosial seperti norma, nilai, hukum, dan institusi membentuk perilaku individu dan pilihan mereka. Dalam konteks pernikahan, norma heteronormatif yang mendominasi masyarakat mengharapkan pernikahan antara laki-laki dan perempuan dengan peran gender dan seksualitas yang dianggap "sesuai" oleh masyarakat. Bagi individu yang memiliki orientasi seksual non-heteroseksual, tekanan dari struktur sosial ini dapat memaksa mereka untuk menikah demi menutupi identitas sebenarnya, yang dikenal sebagai Lavender Marriage.
ADVERTISEMENT
Pilihan ini bukan murni kehendak pribadi, melainkan respons terhadap tuntutan sosial, hukum, dan stigma yang mengharuskan individu menyesuaikan diri demi diterima dalam masyarakat.
Norma Sosial dan Tekanan untuk Konformitas
Individu atau pasangan terlibat dalam Lavender Marriage karena norma sosial yang kuat yang menuntut pemenuhan ekspektasi heteronormatif, dalam banyak masyarakat, pernikahan dianggap sebagai standar dan simbol legitimasi hubungan romantis, sehingga individu yang memiliki orientasi seksual non-heteroseksual merasa tertekan untuk menikah demi mempertahankan citra sosial yang dapat diterima.
Tekanan ini menciptakan struktur yang mengharuskan orang untuk bersembunyi di balik pernikahan dan berpura-pura sebagai strategi perlindungan terhadap diskriminasi, stigma sosial dan potensi kehilangan status atau dukungan dari keluarga dan komunitas. Dalam situasi ini, menurut mereka Lavender Marriage menjadi sarana atau solusi untuk menanggapi harapan masyarakat yang menuntut kesesuaian dengan norma, meskipun sering kali menimbulkan konflik internal dan isolasi emosional bagi individu yang terlibat.
ADVERTISEMENT
Struktur sosial yang menekankan pentingnya pernikahan heteroseksual sebagai norma akhirnya memaksa banyak orang untuk mengorbankan kejujuran diri demi penerimaan sosial.
Lavender Marriage Respon terhadap Represi Sosial
Dalam konteks sosiologi struktural, individu sering kali berada di bawah tekanan dari norma-norma sosial yang menuntut mereka untuk mematuhi ekspektasi heteronormatif. Dengan menikah, individu tersebut dapat menghindari stigma dan diskriminasi yang mungkin timbul dari pengakuan identitas seksual mereka yang sebenarnya.
Melalui Lavender Marriage, individu memanfaatkan institusi pernikahan sebagai sarana untuk menciptakan citra sosial yang diterima, sekaligus melindungi diri dari konsekuensi negatif yang mungkin timbul akibat keterbukaan tentang orientasi seksual mereka. Strategi ini mencerminkan bagaimana struktur sosial seperti institusi pernikahan dapat dimanfaatkan untuk mengatasi tekanan eksternal, meskipun tetap menghasilkan ketegangan dan konflik internal.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, Lavender Marriage menjadi contoh nyata bagaimana individu beradaptasi dalam konteks sosial yang mengekang, menggunakan pernikahan sebagai alat untuk bertahan hidup di dalam masyarakat yang tidak toleran.