Konten dari Pengguna

ARTJOG Motif ‘Ramalan’ 2024: Melting Pot Mahakarya Insan Seni Berprestasi

Rusydan Fauzi Fuadi
Jurnalis dan Penulis Lepas. Mahasiswa Studi Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Fokus Studi Kajian Budaya dan Sosial Humaniora.
13 Juli 2024 15:13 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rusydan Fauzi Fuadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Salah satu instalasi seni rupa karya Seniman Agus Suwage. (Foto: R. Fauzi Fuadi)
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu instalasi seni rupa karya Seniman Agus Suwage. (Foto: R. Fauzi Fuadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ARTJOG Motif: Ramalan ini bagi saya adalah sebuah melting pot di mana para seniman dari berbagai penjuru negeri, lintas negara, lintas generasi, dan beragam latar belakang aliran seni melebur menjadi satu dalam sebuah pameran seni terbesar, termegah, meriah.
ADVERTISEMENT
Itulah mengapa ARTJOG Motif 'Ramalan' ini kemudian dikenal juga sebagai 'Lebaran Seni' yang memang patut dirayakan oleh siapa saja yang ingin menikmati seni dengan beragam genre yang ada di dalamnya.
Perlu diketahui bahwa dalam ARTJOG kali ini menampilkan karya-karya 48 seniman dewasa individu maupun kelompok dari dalam dan luar negeri, dengan komposisi 30 seniman undangan dan 18 seniman panggilan terbuka, serta sejumlah 36 seniman anak dan remaja yang lolos kurasi.
Sedangkan tema "Motif: Ramalan" ini dirancang oleh tim kurator ARTJOG dan kurator tamu untuk mengajak seniman untuk meneroka kembali tentang sejarah masa lampau dan peristiwa yang kemungkinan akan terjadi di masa depan.
Khazanah kebudayaan yang melekat pada budaya Jawa “Weruh sakdurunge winarah” di mana seorang penujum atau peramal merasa tahu sebelum peristiwanya terjadi juga turut serta memberi acuan bagi motif pameran ini.
ADVERTISEMENT
Pendeknya, motif ramalan dalam pagelaran seni ini mengimajinasikan kembali berbagai gambaran peristiwa dan harapan menuju esok ketimbang memastikan ramalan-ramalannya. Ramalan adalah tebakan atas masa depan yang disusun tambal sulam dengan berbagai permutasi kemungkinan.
Seni untuk Semua
Keterlibatan anak pada pameran kesenian ini menurut saya adalah hal yang memang mesti dilakukan sedini mungkin agar mereka dapat menerjemahkan rasa, karsa, dan pengalaman hidup dan lingkungan mereka yang dituangkan di atas kanvas atau medium lain yang selaras dengan pesan dan/atau emosi yang ingin disampaikan.
Dalam ARTJOG Motif: Ramalan ini setiap anak akan mencoba sekaligus belajar mensinkronisasi antara masa lampau, kini, dan masa depan dengan perspektif masing-masing yang sesuai dengan pengalaman yang telah dilalui, sedang dialami, atau memprediksi masa depannya yang penuh dengan tanda tanya.
ADVERTISEMENT
Dalam pagelaran seni ini, mereka juga secara tak langsung belajar berdialog hingga bertukar gagasan tentang segala hal yang berkaitan dengan isu sosial dan budaya sehari-hari mereka.
Melalui kanvas hingga instalasi, anak-anak pilihan ini mengekspresikan identitas, pikiran, dan perasaannya menjadi karya yang kritis, kontemplatif, dan inspiratif.
Inklusifitas dan Berkelanjutan
Dalam menjalankan pagelaran pameran seni, sejak dua tahun lalu ARTJOG sudah berupaya untuk mendorong dan memperluas kesadaran mengenai kesetaraan, dan tepat di tahun 2024 ini, ARTJOG baru saja meluncurkan program baru bersama Pusat Layanan Disabilitas (PLD) yang bertajuk Love ARTJOG.
Semangat ini tak hanya terbatas pada akses pelayanan dan fasilitas semata, lebih dari itu juga secara aktif melibatkan kawan-kawan difabel dalam beberapa program, seperti pameran, tur pameran, dan pertunjukan.
ADVERTISEMENT
Inklusifitas dalam seni berarti menciptakan ruang di mana semua orang–tanpa memandang latar belakang, gender, ras, kemampuan, atau status ekonomi–dapat berkontribusi dan berpartisipasi dalam pagelaran seni.
Inklusifitas yang ada pada ARTJOG juga melibatkan komunitas seni dan memastikan bahwa semua kelompok masyarakat dapat terwakili dalam karya seni. Ini penting untuk menciptakan narasi yang lebih lengkap, jujur, dan terbuka tentang pengalaman manusia.
Dalam penyelenggaraannya, ARTJOG mengedepankan prinsip keberlanjutan dalam pameran kesenian yang berarti mengutamakan ramah lingkungan dan bertanggung jawab secara sosial. Pemilihan lokasi yang mudah dijangkau dengan transportasi umum, bersepeda, atau berjalan kaki mengurangi gas buang kendaraan.
Penerapan konsep berkelanjutan dalam pameran seni merupakan langkah penting untuk menciptakan masa depan yang lebih lestari bagi dunia seni dan keberlanjutan bumi. Dengan mengadopsi praktik ramah lingkungan dan meningkatkan kesadaran tentang isu-isu lingkungan, pameran seni dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
ADVERTISEMENT
Mengenal Lebih Dekat Filosofi Seni Rupa Kontemporer
Seluruh karya yang dipamerkan memiliki konsep karya dan filosofinya sendiri. Salah satu karya seniman muda yang membuat saya–dan mungkin pengunjung lainnya–adalah karya dari Zeta Ranniry Abidin yang diberi judul Countless Possibilities di mana menurut saya lima lukisan dengan potret diri seniman yang serupa dan dengan ciri khas masing-masing gambar pada setiap kanvas ini membutuhkan kesabaran, ketelitian, dan dedikasi yang besar, sehingga karya ini memiliki filosofi dibaliknya.
Karya seni lukis berjudul "Countless Possibilities" oleh Zeta Ranniry Abidin. (Foto: R. Fauzi Fuadi)
Kita bisa melihat dengan detail bagaimana potret diri sang seniman ini menggambarkan motif pencarian diri ke dalam dan keluar. Kelima gambar itu memperlihatkan sang seniman sedang mengenakan gaya pakaian khas seniman, duduk bersila dengan latar buku-buku yang memperlambang memotivasi.
ADVERTISEMENT
Tantangan masa depan, ketenangan diri, dan keteguhan hati digambarkan dengan tiga pasang tangan yang terlihat mirip dengan sikap tangan penari yang saling silang. Sedangkan mahkota memperlambang pencapaian Zeta sebagai seniman muda yang mencoba memberikan pengaruh terhadap lingkungan sekitar.
Karya seni lainnya yang mudah dikenali dan cukup mengundang perhatian pengunjung adalah karya dari seniman kenamaan Agus Suwage dan Titarubi, keduanya adalah seniman komisi yang ditugaskan khusus untuk merespon dan menerjemahkan tema yang diangkat dan ditampilkan pada fasad Artjog.
Satu dari sekian banyak telinga yang ada pada instalasi seni oleh Agus Suwage yang berjudul "Suara Keheningan." (Foto: R. Fauzi Fuadi)
Bagi saya, karya pasangan seniman Agus Suwage dan Titarubi yang menampilkan karya tembok yang mendengar, padi sebagai penghidupan masyarakat Indonesia dan tiang pelantang berbentuk telinga adalah gaya seni Conceptual Art, di mana karya seni yang diinstal lebih memprioritaskan ide atau konsep di belakangnya dibanding bentuknya. Dalam conceptual art, konsep jadi hanya merupakan ‘kendaraan’ atau sarana untuk menyampaikan ide dan konsep yang dibawa.
ADVERTISEMENT
Ini jelas berbeda dengan karya seni tradisional, yang mempunyai format bentuk yang baku seperti lukisan atau patung, dan bentuk jadi tersebut adalah buah tangan langsung dari sang artis, karya-karya conceptual art tidak memiliki suatu bentuk yang pasti, terkadang bisa berbentuk patung atau bisa juga dihadirkan melalui objek sehari-hari yang didesain dan dikonsepkan sedemikian rupa sehingga memiliki makna baru dan terkadang juga bisa berbentuk sebuah eksperimen, karya instalasi, dan lain sebagainya.
Dalam pameran kali ini, Agus Suwage menghadirkan sembilan karya sekaligus dengan berbagai wahana yang mengedepankan objek-objek telinga manusia yang tersebar di instalasi objek telinga.
Agus Suwage menginterpretasikan telinga sebagai ruang sosial kita yang menghargai toleransi pada kebisingan dan lenyapnya keheningan. Dan hanya dengan indera pendengaran itulah kita dapat menyelami hiruk-pikuk, riuh-rendah, dan keheningan yang menyelimuti setiap diri manusia.
Salah satu ruang instalasi seni padi oleh Titarubi. (R. Fauzi Fuadi)
Sedangkan Titarubi berfokus pada objek tanaman padi yang juga sebagai hasil penelitiannya, menggali narasi kearifan lokal dan mitos yang menyertai padi. Bahwa semua tumbuhan yang berguna bagi manusia berasal dari tubuh Dewi Padi, mitos ini dikisahkan selama berabad-abad melalui tradisi lisan dalam budaya Sunda.
ADVERTISEMENT
Syahdan, dalam seni, semua orang bebas menginterpretasikan sebuah karya seni tanpa tau penjelasan lebih dulu dari sang seniman tentang konsep karya atau filosofi yang terkandung di dalamnya. Itulah mengapa seni menghadirkan imajinasi liar nan kreatif pada setiap masing-masing kita.