Musim Liburan di Indonesia: FOMO atau Liburan Sesungguhnya?

Sabrina Putri Afrilia
Mahasiswa Universitas Pamulang, Prodi S1 Akuntansi
Konten dari Pengguna
19 Juni 2024 9:44 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sabrina Putri Afrilia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Foto Pribadi / Sabrina Putri Afrilia
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Foto Pribadi / Sabrina Putri Afrilia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Liburan panjang sekolah selalu menjadi momen yang dinantikan setiap tahunnya. Tak terkecuali liburan panjang sekolah yang akan datang di bulan Juni ini. Pada momen ini, biasanya akan menjadi puncak aktivitas liburan yang tak tertahankan, di mana jutaan orang membanjiri destinasi wisata populer di seluruh negeri. Selain liburan panjang sekolah, puncak aktivitas liburan biasanya juga akan terjadi pada momen hari raya besar seperti Natal dan Lebaran, juga periode liburan akhir tahun. Puncak musim liburan tidak hanya berdampak pada kehidupan pribadi individu, tetapi juga memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. Industri pariwisata mendapatkan dorongan besar dari lonjakan kunjungan wisatawan, yang berarti pendapatan tambahan untuk hotel, restoran, transportasi, dan bisnis lokal lainnya. Tetapi, apakah periode liburan ini benar-benar tentang bersantai dan menikmati momen, ataukah hanya tentang terjebak dalam tren sosial media?
ADVERTISEMENT
Menurut Przybylski dkk (2013), FOMO adalah kecemasan yang dialami individu ketika orang lain mengalami pengalaman berharga, sementara individu tersebut tidak mengalaminya. FOMO ditandai dengan adanya keinginan untuk terus berhubungan dengan apa yang orang lain lakukan. Dalam konteks liburan ini, terdapat dua perspektif berbeda tentang arti sebenarnya dari liburan. Perspektif pertama, bagi sebagian orang, liburan merupakan kesempatan untuk menciptakan momen-momen berharga bersama keluarga dan teman-teman. Liburan adalah momen yang tepat untuk menikmati keindahan alam, budaya, dan petualangan yang ditawarkan oleh destinasi liburan. Bagi mereka, liburan bukan hanya tentang menunjukkan gaya hidup yang glamor di media sosial, tetapi tentang benar-benar menikmati pengalaman dan bonding yang terbentuk selama liburan tersebut.
Perspektif kedua, bagi sebagian yang lain, liburan hanyalah tentang mengejar popularitas di media sosial, menunjukkan kepada dunia bahwa mereka memiliki gaya hidup yang glamor dan mewah. Mereka mungkin lebih peduli tentang bagaimana terlihat di mata orang lain daripada benar-benar menikmati momen-momen tersebut. Jika hal ini terus menerus terjadi, dampak negatif yang mungkin timbul adalah berupa kesehatan mental yang buruk meliputi stres, gangguan kecemasan, hingga depresi. Selain itu, FOMO juga dapat mengganggu hubungan sosial setiap individu, menurunkan produktivitas, dan menyebabkan gangguan tidur serta penurunan kesejahteraan emosional.
ADVERTISEMENT
Jadi, bagaimana kita bisa menyikapi FOMO?
Berikut beberapa langkah yang dapat kamu terapkan untuk dapat lebih bijak menyikapi FOMO:
1. Membatasi penggunaan gadget dan media Sosial: Cobalah untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di media sosial dan membatasi penggunaan gadget. Lebih fokus pada momen nyata dan interaksi langsung dengan orang lain.
2. Menghargai diri sendiri: Jangan membandingkan diri dengan orang lain. Cobalah untuk menghargai apa yang sudah kamu miliki dan raih.
3. Berpikir positif: Alihkan perhatian dari perasaan FOMO dengan berfokus pada hal-hal positif dalam hidup.
4. Menulis jurnal: Mencatat momen-momen penting dalam jurnal dapat membantu mengalihkan perhatian dari pencarian validasi di media sosial.
5. Mendengarkan suara hati: Dengarkan apa yang benar-benar kamu inginkan dan butuhkan, bukan hanya apa yang orang lain lakukan.
ADVERTISEMENT
Sebagai individu yang hidup bermasyarakat, penting bagi kita untuk mengevaluasi apakah kita benar-benar menikmati liburan dengan hati yang tulus atau hanya terjebak dalam tekanan sosial untuk terlihat seperti kita menikmati liburan. Selain itu, kita juga perlu mempertimbangkan dampak dari kegiatan liburan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa liburan kita tidak hanya tentang memenuhi ekspektasi orang lain, tetapi juga tentang menemukan kedamaian dan kebahagiaan sesungguhnya dalam momen-momen yang berharga bersama orang-orang yang kita cintai.