Konten dari Pengguna

Perubahan Tata Cara Salaman dan Pergeseran Sopan Santun Anak Muda

Sadar Cahayani
Arsitek yang wiraswasta, gemar gambar, cinta baca dan rindu buku.
19 April 2023 6:38 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sadar Cahayani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi silaturahmi bersama keluarga atau orang tua di hari Lebaran atau Idul Fitri. Foto: Odua Images/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi silaturahmi bersama keluarga atau orang tua di hari Lebaran atau Idul Fitri. Foto: Odua Images/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Dekat rumah kami ada beberapa sekolah dasar yang lumayan keren. Baik dari segi fisik maupun prestasi. Murid dan guru sangat akrab. Saking akrabnya sampai saya tidak pernah melihat muridnya bersalaman dengan guru saat bertemu di luar sekolah. Seperti apa ya murid mengungkapkan rasa hormatnya pada guru?
ADVERTISEMENT
Jadi ingat almarhum bapak.
"Anak sekarang kalau bersalaman dengan orang tua kok tangannya sendiri yang diciumnya ya?" gumam bapak saya yang pensiunan pengajar sekolah menengah.
Beda generasi, lain lagi dengan kakak saya.
"Anak zaman now kalau sudah pegang HP ada tamu cuek. Diteriaki bapak ibunya disuruh salaman tetap tidak bergeming. Akhirnya mau salim, tapi kepala dan matanya tetap lihat HP, tangannya saja yang disodorkan," omel kakak saya sambil mengelus dada.
***
Ilustrasi kaum millenial bermain sosial media. Foto: Shutter Stock
Generasi milenial yang penuh dengan gangguan dan godaan. Hampir setiap hirupan napas, tak pernah lepas dari gadget. Barang imut yang telah menyita perhatian, simpati, empati dan sopan santun.
Sejak balita kita sudah diajari dan dikenalkan cara 'salim' atau bersalaman dengan orang yang lebih tua. Yaitu memberi salam dengan cara berjabat tangan dan mencium punggung tangan orang yang diberi salam . Bayi belum bisa bicara pun sudah bisa menirukan gerakan 'salim' ini.
ADVERTISEMENT
Setelah masuk sekolah Taman Kanak Kanak, salam ini tetap di ajarkan. Bahkan menjadi tradisi yang wajib dilakukan saat bertemu bapak atau ibu guru di mana saja. Selain bermaksud mengajari anak untuk hormat pada guru, juga pada orang lain yang lebih tua.
Setelah duduk di SD, SMP dan seterusnya, Ternyata ada perubahan. Saat di sekolah anak-anak begitu tertib dan patuh. Ini karena takut pada guru atau takut dapat nilai kurang.
Setelah keluar dari lingkungan sekolah, maksudnya di luar jam sekolah ternyata tidak seperti itu.
Ilustrasi orang jepang. Foto: Rawpixel.com/Shutterstock
Bersalaman tetap, tetapi jadi beda cara. Ketika berjabat tangan, tangannya sendiri yang dicium. Badan tidak dibungkukkan bahkan ada yang bersalaman tanpa melihat orangnya. Itupun harus ada perintah dari bapak atau ibunya.
ADVERTISEMENT
Handphone jadi menyita semua perhatian. Hingga menoleh untuk bersalaman saja berat sekali. Kemajuan teknologi yang menggerus etika dan sopan santun. Terutama anak-anak.
Ada beberapa negara yang menjunjung tinggi etiket dan sopan santun. Mereka merasa perlu secara tertulis menurunkan tata cara menghormati orang lain terutama kepada orang yang lebih tua.
Misalnya di Jepang ada Ojigi, yaitu membungkukkan badan saat bertemu seseorang. Selain untuk menghormati orang lain, ojigi sebagai ungkapan terima kasih, juga untuk permintaan maaf.
Ilustrasi Kota Terlarang di China. Foto: ABCDstock/shutterstock
Di China ada Soja, yaitu mengepalkan telapak tangan kanan ditutup dengan telapak tangan kiri. Posisi tangan menentukan dengan siapa kita berhadapan. Untuk menghormati orang tua tangan mengepal di depan wajah, untuk orang yang lebih muda tangan mengepal di bawah dada. Sedangkan untuk teman setara, kepalan tangan setinggi dada.
ADVERTISEMENT
Ternyata tidak hanya di tempat kita, di sana pun budaya menghormati dengan gerakan tangan dan badan sudah mulai pudar. Generasi muda sudah tidak lagi menggunakan tata cara itu untuk menghormati orang tua.
***
Ilustrasi duduk terlalu lama. Foto: Burst via Pexels.
Ketika saya duduk menunggu service kendaraan di sebuah bengkel. Saya melihat banyak semut berjalan-jalan di dinding dengan posisi tidak beraturan. Sambil sesekali berhenti sejenak. Semut satu dengan yang lain seolah-olah ada yang disampaikan atau sekadar memberi salam.
Karena terlalu kecil, tak terlihat dari kacamata minus saya. Bagaimana gerakan semut saat memberi salam pada temannya atau semut yang lebih tua. Mungkin dengan cara berjabat tangan, Ojigi atau Soja.
Tak beberapa lama kemudian jumlah mereka bertambah banyak dan membentuk barisan. Rapi, tertib dan tidak ada perselisihan. Tak diketahui mereka akan ke mana, mencari apa. Di ujung sana ternyata ada sedikit gula yang bisa dibagi bersama. Mungkin ini yang namanya salam semut.
ADVERTISEMENT
Saat Hari Raya Idul Fitri, budaya silaturahmi dengan bersalam-salaman dan saling minta maaf masih menjadi tradisi yang dirindukan.
Ilustrasi keluarga mudik. Foto: Humba Frame/Shutterstock
Tradisi mudik salah satu alasannya adalah untuk silaturahmi dan minta maaf kepada orang tua dan sesepuh di kampung. Terlepas dari bagaimana cara mereka minta maaf atau bersalaman.
Sepertinya salam semut menjadi gaya yang menyenangkan. Terutama untuk anak-anak. Tak peduli dengan tata cara bersalaman, yang penting dapat uang saku lebaran. Yang ini semanis gula bukan?
Wujud dari sebuah silaturahmi. Tanpa banyak kata, cukup dengan memberi salam. Meskipun dengan salam semut saja. Bertatap muka tanpa bicara. Saling sapa. Bisa menjadikan kita tetap rukun, kompak dan bekerja sama. Yang pasti tetap disayang orang tua.Tapi kita bukan semut yaa.
ADVERTISEMENT
***
Menjelang Idul Fitri persiapkan salaman atau jabat tangan terbaik untuk yang lebih tua. Minta maaf dengan cara yang benar. Mohon maaf lahir dan batin. Jangan kalah dengan semut.