Konten dari Pengguna

Agroforestri-Paludikultur: Masa Depan Lahan Gambut dan Ketahanan Pangan

Safira Eka Aprianti
Asisten Peneliti di Tay Juhana Foundation
10 Juli 2024 12:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Safira Eka Aprianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perkebunan kelapa di lahan gambut di Pulau Burung, Indragiri Hilir, Riau. (Sumber foto: Dokumentasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Perkebunan kelapa di lahan gambut di Pulau Burung, Indragiri Hilir, Riau. (Sumber foto: Dokumentasi pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pertumbuhan jumlah penduduk dan berkurangnya lahan subur mengancam ketahanan pangan global. Perubahan iklim memperburuk keadaan ini, dengan sektor pertanian menjadi yang paling terdampak. Hal ini juga mengancam mata pencaharian masyarakat pedesaan yang bergantung pada pertanian.
ADVERTISEMENT
Produksi pangan Indonesia tahun 2020 belum mampu memenuhi kebutuhan 270 juta penduduk. Populasi penduduk dunia akan terus bertambah dan diperkirakan mencapai 311 juta pada tahun 2050, sehingga sangat penting untuk mengadopsi praktik pertanian berkelanjutan untuk mewujudkan ketahanan pangan. Di tengah kelangkaan lahan subur, lahan gambut menjadi alternatif pilihan yang menjanjikan untuk meningkatkan produksi pangan.
Lahan gambut merupakan solusi potensial untuk meningkatkan produksi pangan dan telah lama dimanfaatkan untuk perluasan areal pertanian. Masyarakat adat seperti suku Dayak dan suku Melayu telah lama mempraktikkan pertanian gambut dalam skala kecil. Namun, tantangan kondisi fisik lahan seperti tanah yang masam, terbatasnya unsur hara tanah, dan lahan yang basah membuat pengelolaan air yang baik menjadi kunci agar lahan ini layak untuk pertanian.
ADVERTISEMENT
Secara alami, lahan gambut rentan akan kerusakan. Praktik pengelolaan lahan yang tidak tepat seperti pengeringan lahan gambut yang berlebihan dapat mengakibatkan berbagai masalah seperti kebakaran hutan, kekeringan, banjir, penurunan tanah, konflik sosial, dan emisi gas rumah kaca. Hal ini pada akhirnya menyebabkan degradasi lahan gambut.

Inovasi Praktik Pertanian: Agroforestri dan Paludikultur

Untuk mengatasi tantangan ini, praktik inovatif seperti agroforestri dan paludikultur mulai dikembangkan di lahan gambut.
Agroforestri adalah sistem pengelolaan lahan yang mengintegrasikan tanaman pohon atau berkayu, tanaman pertanian, dan/atau peternakan dalam satu area. Sistem ini meningkatkan produktivitas lahan secara keberlanjutan dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Selain itu, agroforestri juga mendukung restorasi lahan gambut dan meningkatkan keanekaragaman hayati.
ADVERTISEMENT
Paludikultur, yang berarti pertanian di lahan basah, melibatkan penggunaan lahan gambut yang basah. Pendekatan ini menjaga kondisi alami lahan gambut dengan mengelola air secara terkontrol untuk mencegah kerusakan. Tanaman yang cocok untuk ditanam pada kondisi lahan yang basah dipilih agar lahan tetap produktif dan ekonomis.

Perkebunan Kelapa di Indragiri Hilir

Di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, kelapa merupakan komoditas penting yang ditanam di lahan gambut. Kabupaten Indragiri Hilir terkenal sebagai pusat utama produksi kelapa dengan luas perkebunan kelapa mencapai 351.526 hektar pada tahun 2019.
Produksi kelapa mencapai 310 ton per tahun, menjadikan daerah tersebut sebagai produsen kelapa terbesar di Indonesia dan dunia dengan nilai ekspor mencapai lebih dari USD 1,3 miliar pada tahun 2018. Selain berperan penting dalam ekonomi lokal, kelapa juga memiliki nilai kultural yang kuat bagi masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Kelapa tumbuh baik di lahan gambut, seperti yang terdapat di Indragiri Hilir. Tidak seperti pertanian di lahan gambut pada umumnya yang membutuhkan pengeringan lahan agar tanaman dapat hidup di lahan basah, perkebunan kelapa di Indragiri Hilir menggunakan sistem 'Trio Tata Air'. Sistem ini melibatkan kanal untuk mengatur air, sebagai tempat cadangan air, mendukung kegiatan pertanian, dan mencegah kebakaran. Tujuannya adalah menjaga air tetap dekat dengan permukaan tanah. Pendekatan ini sejalan dengan paludikultur, yang menanam tanaman di lahan gambut tanpa mengeringkan lahan gambut.
Kanal atau saluran air di perkebunan kelapa di lahan gambut sebagai bagian dari sistem 'Trio Tata Air' dan sarana transportasi air di perkebunan kelapa di Pulau Burung, Indragiri Hilir, Riau. (Sumber foto: Andri Kornelius)
Selain kelapa sebagai komoditas utama, praktik agroforestri kelapa di lahan gambut sudah lama diterapkan oleh masyarakat setempat. Petani menggabungkan budidaya kelapa dengan tanaman lain seperti pisang, nanas, pinang, singkong, kopi liberika, dan tanaman hortikultura. Pemilihan komoditas selain kelapa didasarkan pada permintaan pasar lokal terhadap komoditas tertentu.
ADVERTISEMENT
Dengan memanfaatkan jarak tanam yang lebar antara pohon kelapa, petani dapat menanam tanaman lain yang lebih cepat panen dan menghasilkan pendapatan tambahan selagi menunggu panen kelapa.
Kebun kelapa masyarakat dengan tanaman pisang sebagai tanaman sela di Desa Air Tawar, Kecamatan Kateman, Indragiri Hilir, Riau. (Sumber foto: Dokumentasi pribadi)

Tantangan dan Prospek Masa Depan

Mengadopsi sistem agroforestri-paludikultur di perkebunan kelapa dapat meningkatkan ketahanan pangan masyarakat di sekitar lahan gambut. Meski menjanjikan, penggabungan paludikultur dan agroforestri menghadapi tantangan sosial dan lingkungan pada masyarakata setempat. Investasi awal untuk bibit, pupuk, dan sumber daya lainnya dapat menjadi hambatan bagi petani skala kecil.
Program pendidikan, pelatihan, dan pendampingan bagi petani sangat penting untuk menyebarkan informasi mengenai manfaat agroforestri-paludikultur berbasis kelapa. Dukungan finansial dan subsidi sarana produksi pertanian (saprotan) dapat memberdayakan petani untuk mengadopsi praktik pertanian ini.
ADVERTISEMENT
Perjalanan menuju pertanian berkelanjutan di lahan gambut bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi juga memastikan keberlanjutan lahan gambut bagi generasi mendatang. Pemanfaatan inovatif lahan gambut melalui praktik agroforestri dan paludikultur dapat menjadi solusi yang efektif untuk menjaga kelestarian ekologi gambut, memberdayakan komunitas lokal, dan menghadapi tantangan ketahanan pangan global.