Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Ujaran Kebencian: Paradoks Masyarakat Indonesia
15 Juni 2022 15:17 WIB
Tulisan dari Salma Adellia Jauza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Berita mengenai ujaran kebencian yang berlangsung di Indonesia sangat kerap ditemui dalam bermacam media sosial, baik facebook, instagram, ataupun twitter. Tiap hari, paling tidak ada satu unggahan di media sosial yang berisi seputar ujaran kebencian, baik yang diperuntukan presiden, kebijakan pemerintah, ataupun kepada publik. Ini dicoba oleh siapa saja, tanpa memandang domisili serta waktu. Mirisnya, ujaran kebencian umumnya tidak diiringi dengan kenyataan ataupun informasi yang terdapat. Tujuannya cuma satu, ialah menjatuhkan orang lain.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, ujaran kebencian merupakan sesuatu ujaran ataupun pendapat berbentuk pesan yang bertabiat membenci suatu ataupun seorang. Ujaran kebencian cenderung dicoba secara otomatis. Reaksi yang timbul merupakan reaksi yang tidak dipikirkan secara matang terlebih dulu. Sekalipun seorang menginstruksikan alasan dalam pikirannya, hatinya tidak berorientasi ke risiko atas perbuatannya. Ini timbul sebab terdapat sesuatu perihal yang berlawanan dengan suatu yang dikira benar oleh mereka. Seperti itu alibi kenapa klarifikasi timbul sehabis seorang menyesali perbuatannya dalam menyebarkan kebencian ( sebab mereka tidak memikirkan konsekuensi terlebih dulu ).
Ujaran kebencian yang tersebar dikala ini secara umum diciptakan dalam dua metode, ialah kritik, serta makian. Walaupun tidak seluruh kritik, serta makian, adalah ujaran kebencian, dua tipe penyampaian komentar ini kerap kali digunakan buat mengujarkan kebencian. Makian menggambarkan wujud ujaran kebencian yang dilakukan dengan perilaku marah serta frontal , umumnya diiringi dengan perkata yang kurang pantas . Kritik menggambarkan wujud ujaran kebencian yang dicoba dengan evaluasi objektif terhadap sesuatu fenomena yang diiringi dengan hujatan.
ADVERTISEMENT
Mirisnya, terdapat sesuatu pemikiran yang hidup di masyarakat Indonesia, ialah “ Indonesia merupakan negeri bermoral serta menjunjung tinggi nilai ketuhanan ”. Walaupun telah pasti mengerti mengenali perihal tersebut, tampaknya pemakaian bahasa yang dinilai jahat ini masih dilakukan. Pemikiran masyarakat tersebut serta ujaran kebencian merupakan dua perihal yang jelas sangat berlawanan. Dengan kata lain, mereka yang masih menyebarkan kebencian merupakan mereka yang tidak menghidupi nilai sosial penduduk. Sementara itu, bukan rahasia umum kalau orang - orang yang menyebarkan ujaran kebencian ini berpotensi ditangkap polisi. Hukumannya juga tidak tanggung-tanggung : dapat hingga lima ( 5 ) tahun, apalagi dapat lebih parah.
Ujaran kebencian menunjukkan seberapa tidak beretika dan berperikemanusiaan pengujar kebencian, dalam konteks ini masyarakat Indonesia. Siapapun orangnya dan apapun jabatannya, ujaran kebencian adalah tindakan yang menentang moral, mengesampingkan objektivitas, dan merendahkan martabat orang lain. Dalam hubungannya dengan bahasa, ini adalah suatu implementasi kebahasaan yang sangat tidak bermoral, layaknya seorang anak menghina ibunya dengan sebutan yang tidak pantas. Ujaran kebencian tidak hanya menjadi degradasi moralitas sosial, tetapi juga menjadi media pemanfaatan bahasa untuk berbuat jahat.
ADVERTISEMENT
Dimensi yang dibahas oleh ujaran kebencian adalah reaksi dari apa yang sedang terjadi. Ada suatu reaksi negatif terhadap isu yang didengar atau dilihat oleh seseorang. Jadi, dimensi pembahasannya nyata. Meskipun dimensi pembahasan dan realitas yang dibahas merupakan kebenaran, ujaran kebencian merupakan suatu hal yang bertentangan dengan masyarakat. Masyarakat Indonesia, di satu sisi, menjunjung semangat kesopanan dan kesantunan, tetapi di sisi lain, juga memberikan kebencian (yang tentu tidak sopan dan santun). Hal ini merupakan bukti bahwa kondisi masyarakat Indonesia saat ini berparadoks dengan nilai masyarakat.
Ujaran kebencian adalah bukti paradoks masyarakat Indonesia. Apa pun bentuknya, ujaran kebencian merupakan suatu aspek yang tidak dapat dibenarkan. Meskipun pembahasannya benar, ujaran kebencian seharusnya tidak dilakukan. Ujaran kebencian merupakan reaksi yang tidak berperikemanusiaan. Dengan kata lain, bangsa yang menjunjung tinggi moralitas dan etika nyatanya juga melakukan hal tak bermoral dan beretika.
ADVERTISEMENT