Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kisah Mahasiswa Indonesia: 16 Jam Menanti Matahari Terbenam di Negara Heksagon
3 Mei 2022 12:32 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Salma Asti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ada yang tidak biasa di bulan Ramadhan kali ini bagi seorang mahasiswa Indonesia, Rayval Ramadhan. Ini menjadi tahun pertama baginya menjalani ibadah puasa jauh dari keluarga, tepatnya di kota di mana ia menempuh pendidikannya yaitu Dijon, Prancis.
ADVERTISEMENT
Negara yang kerap disebut Heksagon karena bentuk geometris teritorialnya ini menyimpan suasana bulan Ramadhan yang cukup asing bagi dirinya. Mulai dari durasi berpuasa dalam sehari, sajian khas Ramadhan, hingga rutinitas sehari-harinya.
Tidak seperti di Indonesia, waktu berpuasa di Prancis jauh lebih panjang. Jika di Indonesia durasi berpuasa hanya 13 jam maka berpuasa di Prancis bisa mencapai hingga 16 jam dalam sehari. Dengan waktu imsak pukul 5 pagi dan waktu berbuka di pukul 9 malam.
“Puasa di sini yang pastinya lebih lama dari di Indonesia apalagi sekarang menuju summer, semakin dekat dengan summer maka waktu buka puasanya akan lebih lama dan imsak akan lebih cepat,” kenang Rayval.
Aktivitas sehari-hari pun berlangsung normal. Berbeda dari Indonesia yang di mana setiap restoran pada umumnya ditutup hingga waktu menjelang berbuka. Di negara berbendera bleu-blanc-rouge (biru-putih-merah) ini semua restoran tetap buka seperti hari biasa.
ADVERTISEMENT
“Karena kan di sini muslim bukan mayoritas jadi aktivitas berlangsung normal-normal aja, cuma paling ada komunitas-komunitas muslim setiap hari bagiin takjil di sekitar masjid,” ujar Rayval.
Tentunya jajanan takjil di pinggir jalan sulit ditemukan di Eropa. Untuk mengobati rasa rindu dengan suasana ngabuburit dan rasa takjil, Rayval tidak jarang mengajak teman-temannya untuk membuat hidangan buka puasa ala Indonesia seperti es buah dan juga gorengan.
Usai kelas di sore hari biasanya ia akan menghabiskan sisa waktu menuju matahari terbenam dengan berbelanja bahan takjil tersebut. Jika memiliki waktu luang, ia akan pergi ke masjid bersama teman-temannya untuk sekadar merasakan suasana berbagi takjil gratis layaknya di Indonesia sekaligus salat maghrib berjemaah.
Layaknya komunitas muslim di dunia, komunitas muslim di Prancis juga mempersilakan masyarakat muslim untuk berbuka di masjid dan melaksanakan salat tarawih bersama. Sama halnya dengan perbedaan waktu berpuasa, di Prancis waktu salat tarawih jauh berbeda dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dimulai sekitar pukul 10 malam, Rayval mengaku dirinya lebih sering melaksanakan ibadah salat tarawih sendiri di rumah karena jika harus pulang terlalu larut malam, tidak ada bus yang beroperasi lagi.
Berpuasa tentunya menjadi hal yang asing pula bagi negara dengan masyarakat yang mayoritasnya bukan muslim. Ia beberapa kali mendapatkan pertanyaan dari teman-teman di kelasnya mengenai ibadah puasa.
“Ada beberapa teman-teman non muslim yang nanya kayak berapa lama sih puasa?, emangnya gak lapar atau haus kalo puasa? dan sebagainya,” tutur Rayval. Menanggapi hal tersebut dirinya sangat senang bahwa teman-temannya ingin mengetahui apa yang masyarakat muslim lakukan selama bulan Ramadhan.
Rayval kini sedang menempuh pendidikan S1 nya di Université de Bourgogne dengan mengambil jurusan Sport Management. Ia mengaku selain menjadi tahun pertamanya berpuasa Ramadhan jauh dari keluarga, tahun ini pun untuk pertama kalinya ia merayakan lebaran sendiri. Ia berencana dengan teman-teman Indonesianya untuk merayakan lebaran bersama dan membuat suasana Idul Fitri semirip mungkin dengan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Pastinya sedih banget tahun ini lebaran jauh dari keluarga, sendiri pula, jadi ya rencananya nanti bakal masak opor dan rendang bareng temen-temen Indonesia yang gak pulang juga biar kaya lebaran di Indo gitu,” ungkap Rayval.