Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Toko Buku Online: Alternatif Mencari Buku
23 April 2017 15:40 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu mengalami kesulitan mencari buku tertentu dan buku-buku lama? Toko-toko buku telah kamu datangi, mulai dari Gramedia, Gunung Agung, dan sebagainya. Namun buku yang kamu cari tak juga ketemu.
ADVERTISEMENT
Barangkali pilihan lainnya adalah menyisir toko-toko buku bekas seperti yang ada dan tersebar di Blok M Square Jakarta, Palasari Bandung, atau toko-toko buku di kota lain. Atau bisa lebih praktis lagi dengan mencari melalui toko buku online.
Penjualan buku secara online bisa dilakukan melalui website penerbit atau toko buku, instagram, dan lainnya. Pangsa pasar penjualan buku secara online, mandiri, dan toko-toko buku kecil sekitar 39 persen. Sementara 61 persen pangsa pasar lainnya dimiliki oleh TB Gramedia.
Semakin maraknya penjualan-penjualan buku melalui jalur mandiri dan online setidaknya mulai terasa beberapa tahun terakhir ini.
Rata-rata buku yang dijual adalah buku-buku lama yang sudah hilang dari peredaran, baik berupa buku bekas ataupun buku baru, buku-buku alternatif yang tidak dijual di toko buku besar, atau buku-buku terbitan penerbit skala kecil.
ADVERTISEMENT
kumparan (kumparan.com) berbagi cerita bersama salah satu toko buku online, yakni Demabuku (demabuku.com) dan Stanbuku (stanbuku.com). Kedua toko buku yang berdiri sejak awal tahun 2015 ini tidak hanya bisa kamu temui melalui website, namun juga instagram.
Pengalaman-pengalaman personal menjadi salah satu alasan bagi keduanya untuk memilih menerbitkan buku secara online. Seperti pengalaman yang tersebut di atas, kesulitan mencari buku di jaringan toko buku besar, menjual buku-buku yang belum terbaca, atau belanja buku-buku di bazar.
“Mendirikan toko buku online sejak awal 2015. Awalnya sih, karena seringnya saya belanja buku di bazar-bazar yang diadakan toko-toko buku atau pameran, dan kadang ada teman-teman yang titip dibelikan juga. Tapi makin lama kok rasanya banyaknya pembelian buku enggak sebanding dengan waktu membaca, dan ternyata kalau dijual ada yang mau beli juga. Akhirnya saya jual sedikit-sedikit koleksi saya itu, lantas keasyikan dan keterusan sampai sekarang,” cerita Olih dari Stanbuku.com pada kumparan pada Sabtu, (22/4).
ADVERTISEMENT
Keduanya memiliki kesamaan, yaitu menyukai buku. Oleh karena itu, jika kamu mencoba membeli buku di Demabuku, Stanbuku, atau toko buku online lainnya kamu tidak usah ragu untuk bertanya-tanya. Rata-rata dari mereka akan dengan senang hati memberikan rekomendasi buku yang tepat untukmu.
Kedua toko buku ini atau toko buku online lainnya banyak menyediakan buku-buku sastra, sastra terjemahan, puisi, filsafat, sosial dan politik. Mengapa mereka memilih untuk menjual buku seperti itu?
“Kalau ditanya mengapa, karena buku-buku itu yang saya mengerti, jadi jika pembeli meminta rekomendasi, saya bisa (memberi rekomendasi), karena membacanya juga,” cerita Jamaludin dari Demabuku.
Selain dari pilihan subjektif, buku-buku alternatif memiliki nilai jual juga.
ADVERTISEMENT
“Karena selain suka, kebanyakan penerbit alternatif memilih menerbitkan itu. Peminatnya sudah jelas ada, apalagi kalau nama besar, lebih mudah untuk dijual. Kenapa memilih (buku) alternatif, ya karena menurut saya buku-buku alternatif mempunyai nilai tawar lebih bagus untuk dijual (enggak masuk toko buku), meski ada buruknya juga: produknya enggak sebanyak buku penerbit major,” ujar Stanbuku.
Pasar pembaca buku-buku alternatif itu selalu ada, meski tidak bisa dibilang besar namun juga tidak bisa dibilang sedikit. Minat baca orang Indonesia pun mungkin tidak bisa dibilang rendah.
“Lihat saja tiap ada bazar, pasti ramai. Mungkin pernyataan itu (minat baca) ada karena susahnya akses untuk mendapat bacaan yang mereka suka,” ujar Stanbuku.
Minat baca kita, barangkali banyak terfokus di media sosial. Berapa ratus status dan postingan yang bisa kita baca setiap harinya? Berapa banyak berita-berita entah hoax atau tidak yang kita bagikan?
ADVERTISEMENT
“Tapi kalau dipikir, membaca berita hoax pun termasuk membaca,” ujar Demabuku.
Barangkali, bukan persoalan minat buku kita yang rendah namun akses terhadap buku-buku yang masih terbatas.
“Seorang anak yang berjualan tisu di taman Suropati misalnya, bisa duduk berjam-jam membaca buku yang kami bawa, sampai lupa kalau ia juga harus jualan,” cerita Demabuku.
Banyak jalan menuju Roma, banyak cara membeli buku, membaca buku, dan sebagainya. Kehadiran toko-toko buku online bisa menjadi alternatif dan akses baru untuk kita memperoleh buku.