Di Balik Kedok Beracun Fast Fashion: Antara Gaya Trendi vs Lestari Bumi

Salsabilla Chairunnisa
Kadet Mahasiswa UNHAN RI Belu-NTT (a learner who loves to play with freedom, choice, journey and life within)
Konten dari Pengguna
17 Maret 2023 6:54 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salsabilla Chairunnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi Fast Fashion Consumption. Foto: New African/ID1947518593/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi Fast Fashion Consumption. Foto: New African/ID1947518593/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Siapa di sini yang dalam sebulan harus ada aja fesyen baru yang harus dibeli? Nemu fesyen oke dan tawaran diskon besar langsung cepet dibeli? Atau ketika baru gajian selalu ngasih reward ke diri sendiri dengan beli fesyen terbaru? Parahnya nih ngelihat tren fesyen ala-ala artis terbaru jadi mau ikut-ikutan?
ADVERTISEMENT
Duh, sedangkan pakaian lama kamu yang cuma dipakai tiga sampai empat kali dalam sebulan aja masih tersimpan rapi tak tersentuh di lemari. Jika jawabannya iya, berarti kamu termasuk ke dalam golongan fast fashion consumption nih. Memangnya ada apa sih dengan fast fashion?
Seperti yang kita ketahui, fast fashion berasal dari dua kata dalam bahasa Inggris. Fast berarti cepat dan fashion yang berarti gaya berpakaian. Singkatnya adalah suatu bentuk perubahan mode gaya berpakaian yang bervariasi dan cenderung mudah dijangkau (harga murah) serta mudah mempengaruhi masyarakat untuk mengkonsumsi secara terus-menerus menyesuaikan arus global.
Tentunya hal yang berkaitan langsung dengan arus global ini tidak akan pernah mati, terlebih pakaian merupakan kebutuhan dasar sandang manusia yang selalu dibutuhkan dalam kehidupan untuk membantu manusia dalam beraktifitas sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Namun, tahu tidak kalau dalam proses produksinya, pakaian sudah menghasilkan limbah sejak proses pembuatannya? Contohnya seperti limbah pewarna tekstil yang jika tidak dikelola dengan baik akan berakhir di area sungai dan mencemarinya.
Sama halnya seperti sisa kain atau aksesori pakaian yang tidak memenuhi standar kualitas industri. Limbah tersebut dapat merusak lingkungan apabila menumpuk di permukaan tanah kemudian membusuk dan memancarkan gas metana. Belum lagi sampah industri pakaian berupa limbah gas dari uap residu yang juga berasal dari proses produksi.
Kematian ikan-ikan karena pencemaran air oleh limbah tekstil. Foto: OPgrapher/ID222165844/Shutterstock
Menurut data dari SIPSN KLHK (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) pada tahun 2021, Indonesia telah menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil atau fashion dari total 30 juta ton pakaian yang diproduksi.
ADVERTISEMENT
Angka tersebut setara dengan 12 persen dari total sampah yang dihasilkan di Indonesia. Faktanya, hanya 0,3 juta ton limbah fashion yang berhasil didaur ulang.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada tahun 2021, Indonesia merupakan pengekspor pakaian sopan terbesar ke-13 dunia. Peringkat tersebut lebih besar sekitar 12,49 persen dibandingkan tahun 2020.
Sama halnya seperti di Tahun 2023 ini, masa-masa pandemi sudah mulai sepenuhnya berakhir dan kemunculan berbagai inovasi tren dari industri tekstil mulai bertebaran menjamuri berbagai macam usia dan diperkirakan akan mengalami dua kali lonjakan permintaan dari tahun sebelumnya—juga akan mengalami lonjakan limbah tekstil tentunya.
Tekstil limbah pencemar utama di negara-negara Asia Tenggara. Foto: Swapan Photography/ID1203644065/Shutterstock
Memang tak bisa disangkal, fast fashion saat ini semakin digemari oleh berbagai kalangan masyarakat. Selain menjadi pilihan yang cukup praktis untuk bergaya dengan harga murah, juga tetap bisa trendi.
ADVERTISEMENT
Rendahnya harga yang ditawarkan perusahaan-perusahaan fesyen pun tak jarang membuat masyarakat dengan ringan untuk membuang pakaian lama yang sudah kehabisan tren. Bahkan ketika sebenarnya masih layak pakai sekalipun.
Seperti data dari riset milik YouGov yang mencatat bahwa terdapat sekitar 66 persen masyarakat dewasa membuang paling tidak satu buah pakaian mereka per tahun dan sekitar 25 persen membuang setidaknya lebih dari 10 pakaian per tahun.

Fast Fashion Consumption dan Alternatifnya

Tanpa sadar kebiasaan fast fashion consumption ini membuat kita menjadi manusia yang boros, tidak pernah merasa puas dan lupa bersyukur. Benar nggak sih? Kalau dirasa benar, yuk ikutin tips ini agar Bumi tetap bisa lestari tanpa harus mengeluarkan banyak uang dan tetap trendi tentunya!
ADVERTISEMENT
1. Jangan Lupakan Media Berbelanja Thrifting
Istilah thrifting atau pakaian bekas pasti nggak asing didengar sekarang ini. Cara mendaur ulang baju yang simpel namun tetap memiliki kualitas yang oke untuk dikenakan.
Selain harga yang ditawarkan cukup akrab di kantong dan memiliki beragam model unik, tentunya dengan media berbelanja ini kamu berhasil membantu menyelamatkan Bumi dari pencemaran.
Nggak masalah dengan sebutan bekas selagi punya manfaat untuk bisa dikenakan dan mengurangi pencemaran. Kenapa harus khawatir dicap ini-itu? Kalau kamu khawatir mungkin gengsi kamu yang perlu didaur ulang.
2. Buat Capsule Wardrobe Sebagai Media Minimalis Berpakaian
Capsule Wardrobe Sederhana ala Rumahan. Foto: Maya Kruchankova/ID2257403975/Shutterstock
Capsule wardrobe merupakan kondisi di mana lemari kamu memiliki jenis pakaian yang saling terhubung satu sama lain, biasanya terdiri dari pakaian yang klasik atau timeless, dan berisikan warna-warna netral.
ADVERTISEMENT
Banyak media aplikasi dan sebagainya yang menawarkan pembuatan bagan capsule wardrobe sebagai ajuan untuk memilih dan memilah juga menyimpan barang-barang yang hanya diperlukan dan akan kamu pakai saja.
Cukup sederhana dan mudah untuk membuat ini. Yang dibutuhkan hanya modal niat dan waktu untuk memulai hidup minimalis dan bebas pencemaran versi kamu.
3. Jangan Buang Pakaian Lamamu, Sumbangkan!
Sebagai sesama manusia yang saling membutuhkan dan hidup dengan realita kehidupan yang berbeda-beda. Bijaknya kamu bisa ikut menyumbangkan pakaian kamu ke orang yang lebih membutuhkan. Beruntung kamu bisa membantu memberi terhadap sesama daripada membantu memberi pencemaran yang lebih buruk kepada bumi.
Maka dari itu, bagaimanapun cara trendi kamu, jangan lupa untuk bisa lestari terhadap Bumi yaa. Bijak berpakaian, bijak melestarikan.
ADVERTISEMENT