Konten dari Pengguna

Standar Ganda di Indonesia: Maraknya Jokes Misoginis yang Ternormalisasi

Sanie Mawla
Siswa kelas 9, SMP Negeri 8 Yogyakarta
25 November 2024 18:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sanie Mawla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Saat ini, standar ganda terhadap perempuan masih sangat nyata di Indonesia. Fenomena yang tidak disadari menjadi salah satu pelopor nya adalah maraknya jokes misoginis yang ternormalisasi di kalangan masyarakat.

Jokes Misogini dan Normalisasinya

Jokes atau lelucon adalah cerita pendek atau susunan kata yang lucu. Sedangkan, Misogini adalah kebencian atau tidak suka terhadap wanita atau anak perempuan. misogini dapat diwujudkan dalam berbagai cara, seperti diskriminasi atau objektifisasi seksual perempuan. Ketika kedua hal ini digabungkan jokes dan misogini terbentuklah jokes misoginis, yakni lelucon yang merendahkan, mengejek, atau mengobjektifikasi perempuan.
ADVERTISEMENT
Jokes misoginis, yang mengandung pelecehan atau pengobjektifan terhadap perempuan, sering kali dianggap sebagai hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari. Di media sosial, televisi, bahkan dalam percakapan santai di rumah, kita kerap mendengar lelucon yang merendahkan perempuan.
istilah-istilah yang biasa digunakan sebagai jokes misoginis. Gambar oleh Sanie Mawla
Istilah-istilah seperti “tobrut”, “nasi kfc”, “logo tesla”, dll., yang sering digunakan sebagai candaan di media sosial ataupun antar teman merupakan salah satu contoh dari jokes misoginis. Mungkin kalian tidak tahu beberapa arti dari istilah tersebut,
Tobrut= tok*t (payudara) brutal, berarti perempuan dengan payudara yang besar
Nasi Kfc= payudara kecil,
Logo Tesla= lipatan bagian kemaluan perempuan
Jokes dengan membahas bentuk dan area sensitif tubuh perempuan seperti ini sudah menyebar terutama di media sosial. Banyak sekali pengguna istilah-istilah tersebut. Parahnya, istilah terebut dijadikan sebagai komentar pelecehan terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT
Selain media sosial, istilah tersebut juga meresap ke dalam kehidupan sosial pada kalangan remaja bahkan anak dibawah umur. Terkadang juga digunakan sebagai bahan cat-calling (seruan atau komentar yang tidak diinginkan terhadap seseorang, terutama perempuan, biasanya di ruang publik). Seiring berjalannya waktu, jokes-jokes ini menjadi lumrah yang bersembunyi di balik candaan.

Pengaruh Jokes Misoginis Terhadap Standar Ganda

Misoginis yang dikemas dalam jokes atau candaan ini memiliki dampak yang lebih dari sekedar hiburan. Hal ini memperkuat objektifisasi seksual terhadap perempuan. Dengan jokes-jokes yang berisi tentang tubuh perempuan berarti menganggap perempuan sebagai objek seksual dan melecehkan perempuan.
Istilah “tobrut”, “nasi kfc”, “logo tesla”, dll., itu membuat banyak perempuan tidak nyaman dan resah. Mereka merasa muak dengan istilah tersebut dijadikan panggilan untuk melecehkan mereka. Walau banyak perempuan (korban) yang sudah speak up menjadi pro kontra, pada akhirnya tidak akan dianggap serius. Berbeda dengan pelakunya yang malah dibela karena lumrahnya jokes-jokes tersebut. Orang-orang akan menganggap hal ini tidak serius dan korban hanya terlalu sensitif atau bahasa sekarang ‘baperan’.
ADVERTISEMENT
Disinilah dimana standar ganda muncul. Standar ganda adalah ukuran moral dengan membuat penilaian terhadap subjek yang berbeda, dinilai secara tidak sama dalam suatu kejadian atau objek serupa yang terkesan tidak adil dan proporsional. Bisa dilihat dari perbedaan pembelaan masyarakat antara pelaku dan korban.
Pelaku yang menyebarkan jokes misoginis sering kali merasa bahwa mereka tidak melakukan kesalahan. Mereka menganggap diri mereka hanya “bercanda”, dengan alasan bahwa ini adalah sebuah candaam yang lumrah dalam percakapan sehari-hari. Standar ganda yang berlaku membuat banyak orang tidak melihat bahwa jokes semacam ini pada dasarnya adalah bentuk pelecehan seksual yang mengandung unsur merendahkan.

Kesadaran Menghentikan Normalisasi Jokes Misoginis

Masyarakat perlu menyadari bahwa humor tidak boleh menjadi alasan untuk merendahkan atau melecehkan kelompok mana pun, terutama perempuan. Setiap lelucon yang mengarah pada penghinaan terhadap perempuan apalagi terkait dengan bentuk dan area sensitif tubuh, merupakan bentuk pelecehan seksual yang salah dan harus dihentikan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ketika ada korban yang speak up, masyarakat harus memberikan dukungan penuh, bukan justru meremehkan atau membela pelaku dengan alasan "hanya bercanda." Ketika perempuan menyuarakan ketidaknyamanannya terhadap jokes misoginis, suara mereka harus dihargai, dan bukan dianggap sebagai reaksi berlebihan atau terlalu sensitif.
Sanie Mawla, siswa kelas 9 SMP Negeri 8 Yogyakarta