Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Menyusui, Perjuangan Lain Ibu Pasca-melahirkan
7 Februari 2017 14:50 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Nina bobo oh nina bobo
Kalau tidak bobo digigit nyamuk
ADVERTISEMENT
Nina bobo oh nina bobo
Kalau tidak bobo digigit nyamuk
Bobolah bobo anakku sayang
Kalau tidak bobo digigit nyamuk
Suara lembut Wiwin Sulistiani (29) mengalun pelan di telinga bayi mungil yang digendongnya. Bayi yang merengek itu perlahan tertidur pulas dalam pelukan.
Tiga tahun telah berlalu, namun kenangan Wiwin saat menggendong anaknya sambil menyanyikan lagu pengantar tidur, begitu lekat dalam ingatan. Perempuan asal Yogyakarta ini begitu bahagia menyambut kelahiran putra pertamanya, Evo.
Lega rasanya sudah melewati proses melahirkan meski harus dengan sesar. Proses selanjutnya yang dijalani Wiwin adalah memberikan air susu ibu (ASI) untuk sang buah hati.
Proses menyusui ini, baginya, menjadi fase penuh tantangan. Saat menyusui putranya, perasaan Wiwin campur aduk, antara senang dan cemas jadi satu.
ADVERTISEMENT
Melahirkan dengan sesar membuat ibu rumah tangga ini harus menyusui Evo dengan meletakkan si bayi di atas dadanya. Terkadang Wiwin khawatir hidung si bayi tertutup karena posisi menyusu yang sembari tengkurap.
Wiwin termasuk mereka yang beruntung karena tak lama setelah melahirkan, ASI bisa langsung keluar dari payudaranya.
“Pas hamil kan kita memproduksi ASI. Kadang di puting payudara itu ada putih-putih atau hitam. Nah, biar keluar lancar dan nggak nyumbat, sering dibersihin pake kapas yang dicelup air hangat,” tutur Wiwin.
Hal yang sama dirasakan Putri Kusumawati (28) saat menyusui anak pertamanya, Rafa, tiga tahun lalu. Putri harus bersabar dan berjuang lebih keras karena hari pertama dan kedua pascamelahirkan, ASI-nya tak kunjung keluar.
ADVERTISEMENT
Putri sempat panik dan khawatir. Selama dua hari payudaranya dipijat oleh perawat rumah sakit, dan dia diminta tetap menyusui sang buah hati. Hari ketiga, ASI Putri mulai keluar dengan lancar.
Putri juga sempat merasakan pedih dan lecet di payudaranya karena proses menyusui yang belum sempurna. Lecet pada bagian puting begitu perih, namun tak sampai membuatnya trauma. ASI tetap ia berikan kepada sang buah hati.
“Untuk mengatasi puting yang lecet itu, saya kasih salep untuk payudara ke bagian yang lecet. Tapi ke salah satunya saja. Biar payudara satunya masih bisa dipakai untuk menyusui si kecil,” kata Putri.
“Uniknya, saat menyusui, si bayi tiba-tiba menggigit puting dan dia hanya tertawa ketika si ibu kaget kesakitan,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Ulah iseng bayi yang menggigit puting memang dialami banyak ibu.
Selain mengurus anak di rumah, Putri juga bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Sehingga saat Rafa masih dalam kandungan, Putri membeli alat pompa ASI. Putri juga rajin meminum vitamin pelancar ASI sesuai resep dokter.
Saat cuti melahirkan selesai, Putri kembali bekerja dan tetap memberikan ASI untuk anaknya. Jam istirahat kantor dimanfaatkan Putri untuk memompa ASI agar stok ASI untuk Rafa terus tersedia meski ia tak selalu berada di samping anaknya itu.
“Sebisa mungkin waktu kerja harus pompa ASI untuk stok di freezer rumah,” kata Putri.
Berbeda dengan Wiwin dan Putri yang berbagi pengalaman tentang menyusui anak pertama, Sari Narulita (48) menceritakan kisah menyusui anak bungsunya.
ADVERTISEMENT
Sari melahirkan anak bungsunya selang 12 tahun dari anak sebelumnya. Usianya saat itu 45 tahun dan sudah memiliki 4 orang anak.
Persiapan dan perasaan yang dia rasakan sudah tidak seperti saat melahirkan anak pertama. Ketika melahirkan si bungsu, produksi ASI Sari lancar bahkan keluar terus-menerus. Walaupun tidak pernah memompa ASI, Sari tetap memberikan ASI eksklusif kepada Acha.
Namun sayangnya, kebahagiaan memberikan ASI untuk anaknya tidak berlangsung lama. Anak bungsunya tiba-tiba sulit menyusu.
Sari sudah berusaha agar sang anak mau kembali menyusu, namun lagi-lagi sang anak menolak.
“Saya sempat bingung dan khawatir. Karena yang dibutuhkan bayi harusnya ASI, bukan susu formula. ASI yang dikasih ke Acha lancar di bulan pertama. Meskipun selebihnya ia sulit mengisap ASI dan tidak saya paksakan,” tutur Sari.
ADVERTISEMENT
Pengalaman tiga ibu menyusui ini memang berbeda-beda. Namun ada satu hal yang sama: mereka sama-sama berusaha memberikan ASI, pun meski ada beberapa kondisi yang tidak mendukung mereka untuk memberikan ASI eksklusif.
Menurut mereka, yang paling penting agar ASI lancar adalah sang ibu harus rileks. Jangan sampai stres di saat ASI hanya keluar sedikit. Ibu dan bayi harus sama-sama dalam posisi tenang dan nyaman.
Selain itu, makan makanan bergizi secara teratur juga bisa memperlancar ASI, khususnya sayur-mayur dan buah-buahan seperti pepaya, daun katuk, pare, dan kacang-kacangan. Tak lupa minum air putih yang cukup agar ibu tidak kekurangan cairan.
Tips lain datang dari Sari. “Posisi kepala bayi harus lebih tinggi supaya mudah menelan ASI. Biasanya, bayi menyusui sekitar 5 hingga 40 menit, tergantung kebutuhan. Umumnya butuh beberapa waktu untuk beradaptasi dengan bayi saat proses menyusui. Harus dipastikan bagian aerola (bagian gelap di sekitar puting) telah masuk ke dalam mulut bayi.”
ADVERTISEMENT
Semoga tips-tips dari ketiga ibu itu bisa berguna untuk para ibu lain, terutama ibu muda yang sedang berjuang menjalani peran baru sebagai ibu.
Apa kamu juga seorang ibu menyusui (busui)? Yuk, bagikan ceritamu di kumparan.
Simak juga kisah berikut