Konten dari Pengguna

Hukuman Ringan Korupsi Bansos

Satria Unggul Wicaksana Prakasa
Dosen Fakultas Hukum Univ.Muhammadiyah Surabaya/ Pegiat Anti-Korupsi dan Direktur Pusat Studi Anti-Korupsi & Demokrasi (PUSAD) pada kampus yang sama
31 Juli 2021 18:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Satria Unggul Wicaksana Prakasa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kabar memprihatinkan kembali terjadi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut majelis hakim agar menghukum Juliari Peter Batubara, yang merupakan mantan Menteri Sosial yang terbukti menerima uang sebesar Rp32,4 miliar dari para rekanan penyedia bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial, dengan pidana 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. (CNN Indonesia, 28/07/2021).
ADVERTISEMENT
Korupsi bansos covid-19 dengan modus pengadaan tersebut bernilai sekitar Rp5,9 Triliun, dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dua periode. Juliari menunjuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukan langsung para rekanan. Dari upaya itu diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus. fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket Bansos (CNN Indonesia, 16/07/2020).
Kasus korupsi bansos COVID-19 menjadi fenomena yang sangat memprihatinkan, dampaknya terhadap kesengsaraan masyarakat pada masa sulit akibat pandemi COVID-19, Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31 tahun 1999, menjelaskan bahwa praktik korupsi yang dilakukan baik oleh penyelenggara negara maupun individu dan korporasi yang dalam keadaan keadaan tertentu dalam hal ini terdampak pandemi COVID-19 melakukan korupsi dapat dijatuhi pidana mati sebagai sanksi pidana maksimalnya, Relasi politik korup, moral politik yang rendah, serta nir-akuntabilitas menjadi malapetaka dalam kasus korupsi tersebut.
ADVERTISEMENT
Akar masalahnya sebenarnya terletak dari impunitas yang diformalkan atau yang dilindungi oleh hukum setelah lahirnya Perpu COVID-19 atau kita kenal Perpu nomor 1 tahun 2020. Dan UU nomor 1 tahun 2020. Salah satu pasal yang menjadi celah impunitas itu yakni disebutkan bahwa penyelenggara untuk penanganan COVID tidak boleh digugat. Adapun gugatan itu meliputi baik secara pidana, perdata maupun administrasi.
Di antara persoalan regulasi hukum ditambah dengan komitmen penegakkan hukum yang lemah dari KPK menjadi masalah serius sehingga korupsi bansos. Janji penuntutan hukuman mati, kemudian hukuman seumur hidup, hingga saat ini dituntut 11 tahun tentu sangat janggal dan memprihatinkan masyarakat. Maka dari itu perlu diuraikan bagaimana problem sistemik yang terjadi di tubuh KPK sebagai lembaga anti-korupsi di Indonesia, serta peran masyarakat korban korupsi bansos COVID-19 untuk menanggulanginya.
Source: Bill Oxford on unsplash

KPK dan Lemahnya Komitmen Pemberantasan Korupsi Bansos COVID-19

Penuntutan ringan di korupsi bansos COVID-19 yang dilakukan Juliari P.Batubara beserta jaringan korupsinya sebenarnya telah diprediksi dan sangat berkaitan erat dengan penyingkiran beberapa penyidik yang termasuk dalam satgas penanganan korupsi korupsi bansos melalui tes wawasan kebangsaan (TWK). Tentu ini menjadi masalah serius dan harapannya tidak menjadi preseden di kemudian hari, bagaimana komitmen anti-korupsi harusnya dibangun.
ADVERTISEMENT
Melalui alokasi dana sebesar Rp.405,1 triliun dari APBN tersebut, negara mengalokasikan untuk berbagai sektor terdampak akibat terjadinya COVID-19. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Sosial dan Kementerian Desa telah meluncurkan rangkaian program jaring pengaman sosial seperti Bantuan Sosial (Bansos = Bantuan Sosial) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT = Bantuan Langsung Tunai), Dana Desa (DD = Dana desa), PKH (Program Keluarga Harapan), dll (Satria, 2021).
Pada pelaksanaannya di lapangan menunjukkan bahwa, masih banyak kendala dalam pelaksanaan/distribusinya, terutama terkait dengan data yang tidak akurat, yang kemudian mengakibatkan penerima manfaat yang tidak semestinya Hal tersebut menunjukkan potensi yang cukup besar bagi para pelaku untuk melakukan perilaku koruptif dan praktik korupsi (TII & ICW, 2020).
Jaringan korupsi dan kuasa politik oligarki disinyalir menjadi masalah mendasar mengapa tidak memuaskannya performa KPK terhadap kasus mega korupsi bansos COVID-19. KPK. Independensi KPK yang ada selama ini seakan semakin hari semakin sirna. Tentu kita dapat menagih komitmen politik hukum kepada Presiden Joko Widodo sebagai pimpinan tertinggi negara dan kekuasaan eksekutif, di mana KPK berdasarkan pasal 1 UU Nomor 19/2019 berada di rumpun eksekutif, untuk memegang komando dan menunjukkan bukti bahwa komitmen tersebut harus dilakukan. Jika tidak dilakukan jangan heran bahwa tingkat ketidakpercayaan masyarakat semakin menguat !
ADVERTISEMENT

Peran Masyarakat Dalam Pengawasan Korupsi Bansos Covid-19

Tentu, dalam kondisi ini posisi masyarakat sipil amatlah rentan. Padahal partisipasi masyarakat sipil, baik langsung maupun tidak langsung dengan serangkaian kerja pemberdayaan. partisipasi masyarakat sipil, dan mengawal berbagai macam praktik tindakan koruptif yang dilakukan baik pejabat public maupun pengusaha, mengawal jalannya kebijakan dengan nilai anti-korupsi. Sehingga partisipasi masyarakat sipil anti-korupsi sangat berpengaruh dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi serta mengawal jalannya pembangunan dengan transparan dan akuntabel (Hough, 2015).
Sebenarnya, perlindungan masyarakat sipil sebagai whistleblower dalam memitigasi praktik tindak pidana korupsi, telah mendapatkan jaminan perlindungan dan keamanan. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, baik berupa perlindungan fisik, psikis, informasi dan kerahasiaan data hingga kediaman baru (Butt, 2014).
ADVERTISEMENT
Ancaman dan serangan balik koruptor dengan jaringan preman dan mafianya sungguh membuat posisi masyarakat sipil anti-korupsi dalam keadaan rentan (Basu, 2018). Gugatan masyarakat korban korupsi bansos COVID-19 merupakan pelajaran berharga dari balasan yang dilakukan oleh masyarakat sipil, diharapkan mampu melindungi partisipasi publik atas pengawalannya terhadap praktik koruptif yang dilakukan oleh pejabat publik, pengusaha, maupun aparat penegak hukum terhadap bansos COVID-19 yang menjadi hak dari masyarakat.