Konten dari Pengguna

Ashab Alkahfi: Co-Founder Chickin Yang Nyaris DO Gegara Keasyikan Ternak Ayam

Satrio Mur Bayu
Seorang Penulis
28 Maret 2024 6:14 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Satrio Mur Bayu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kumpulan anak muda Chickin Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Kumpulan anak muda Chickin Indonesia
ADVERTISEMENT
Ashab Alkahfi jadi satu dari sekian banyak pemuda berprestasi di Indonesia. Meski secara akademis hampir di drop out dari kampusnya, namun ia berhasil membangun bisnis yang memberikan dampak bagi industri peternakan unggas di Indonesia. Ia menjadi co-founder dari perusahaan agritech bernama Chickin Indonesia yang ia bangun sejak menjadi mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Perjalanannya dimulai saat memasuki tingkat dua perkuliahan, ia memiliki ide untuk membangun kandang ayam yang menerapkan teknologi digital agar bisa meningkatkan produktifitas ternaknya. Ia pun mulai merancang projectnya lalu mencari pendanaan dengan mengajukan dan mempresentasikan prototype pertamanya melalui salah satu program di kampusnya, Universitas Brawijaya.
Dari prototype tersebut, Ashab berhasil mendapatkan pendanaan dari kampus sebesar 3 juta rupiah. Modal yang relatif kecil untuk mewujudkan bisnisnya, namun menjadi pembuka untuk langkah selanjutnya. Ia pun memutar otak mencari cara lainnya untuk mendapatkan pendanaan, mulai dari memperbaiki proposalnya, mengikuti berbagai kompetisi bisnis hingga mencari investor baik dari keluarga, teman, dosen, siapapun yang ia kenal. Akhirnya dari modal yang terkumpul, ia berhasil membangun kandang ayam pertamanya di Klaten, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
"Dari ngumpulin modal sampai cari-cari lokasi banyak banget tantangannya tapi Alhamdulillah akhirnya bisa bangun kandang ayam sendiri. Walaupun karena keterbatasan satu dan lain hal, saya bangun kandangnya di Klaten, jauh dari kampus maupun tempat tinggal.” ungkap Ashab. Ia pun menambahkan bahwa sempat berganti KTP dan pindah ke KK warga setempat untuk memenuhi persyarat administratif membuka peternakan ayam.
Ashab yang saat itu masih aktif sebagai mahasiswa Jurusan Agroekologi di Universitas Brawijaya harus berbagi waktu, fokus dan tenaga antara kegiatan perkuliahan dengan bisnis yang telah dia mulai. Jarak yang cukup jauh membuat bolos kuliah tak terhindarkan karena kerap kali harus melakukan perjalanan bolak balik Klaten-Malang menggunakan bus umum, bahkan menginap selama berhari-hari di kandang untuk merawat ayam dan melakukan riset.
ADVERTISEMENT
Resmi menjadi seorang peternak, jaringan bisnis dan pertemanan Ashab semakin terbuka. Ia mulai berkenalan dengan berbagai pihak di industri peternakan ayam broiler mulai dari supplier, perusahaan kemitraan hingga bakul ayam di pasar. Sampai akhirnya bertemu dengan dua co-founder lainnya yaitu Tebe dan Ahmad yang berasal dari kampus yang sama.
“Kami berasal dari fakultas yang berbeda, namun dipertemukan dalam beberapa kesempatan sampai akhirnya ngobrol banyak dan ternyata kita punya visi dan value yang sama. Jadi kita putuskan bersama, berkomitmen untuk mengembangkan peternakan ini menjadi sebuah perusahaan Farm Tech bernama Chickin” ungkap Ashab.
Bergabungnya co-founder menjadi tambahan kekuatan, dengan berbagi peran banyak kemajuan terjadi dalam pertumbuhan bisnis mereka. Namun sebagaimana bisnis yang baru dirintis, banyak tantangan dan ketidakstabilan yang dihadapi mulai dari kegagalan uji coba, kurangnya modal, hingga penolakan. Mereka pun terbiasa bekerja hingga 18 jam sehari dan bekerja tanpa gaji selama dua tahun pertama.
ADVERTISEMENT
Kerja keras dan kegigihan mereka mulai membuahkan hasil di tahun ketiga, saat akhirnya mereka mendapatkan kepercayaan dan pendanaan dari investor global. Percepatan pun mulai terjadi, Chickin berkembang menjadi beberapa unit bisnis dan teknologi yang dikembangkan resmi di-launching ke publik.
Tahun ini ekosistem Chickin Indonesia telah membersamai lebih dari 12.000 peternak ayam dan telah mendistribusikan lebih dari 30 juta kilogram daging ayam di seluruh Indonesia. Dari yang awalnya tiga orang, kini telah berkembang menjadi lebih dari 300 tim profesional dan 50 mitra bisnis.
Dengan semua pencapaiannya, Ashab berhasil tercatat dalam Forbes 30 Under 30 sebagai game changer yang berhasil mendigitalisasi peternakan ayam. Sebuah pengharagan dari majalah bisnis global bagi orang-orang berusia dibawah 30 tahun yang berhasil membuat terobosan baru dan memberikan dampak besar untuk masyarakat.
ADVERTISEMENT
Perjalanan mengembangkan Chickin Indonesia membuat Ashab banyak mengorbankan masa studinya sehingga ia harus menempuh waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan perkuliahannya. Hampir 8 tahun berstatus sebagai mahasiswa, dia sempat mendapatkan surat peringatan drop out dari kampus.
“Beberapa dosen senior meminta saya untuk di drop out karena saya sempat menghilang selama bebeberapa semester, namun tak sedikit juga dosen yang memberikan dukungan agar saya segera menyelesaikan studi” ungkap Ashab. Akhirnya, bulan Februari lalu ia pun berhasil lulus dan sah menjadi seorang sarja sekaligus co-founder dari startup Chickin Indonesia.
Tentang Chickin Indonesia
Chickin Indonesia merupakan perusahaan agritech yang menyediakan solusi terintegrasi untuk peternak ayam broiler. Bersama lebih dari 12 ribu peternak ayam, Chickin Indonesia menjalankan misi untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia dengan memodernisasi industri poultry dan mendemokratisasi akses protein dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Chickin Indonesia menyediakan beragam solusi bagi para peternak mulai dari supply sarana produksi peternakan melalui sistem contract farming, aplikasi manajemen kandang, hingga climate controll berbasis IoT (Internet of Things) yang membantu peternak dalam meningkatkan produktifitas dan efisiensi budidaya.
Chickin juga melakukan offtake terhadap hasil panen ternak ayam, dan kemudian mendistribuskan ayam dalam bentuk ayam hidup dan ayam potong ke berbagai perusahaan, UMKM hingga pasar lokal di lebih dari 69 kota dan kabupaten di Indonesia.
Chickin Indonesia telah meraih beragam penghargaan baik skala nasional maupun international mulai dari Pahlawan Digital UMKM 2023, Entrepreneur Awards by Kementrian Koperasi & UMKM, Forbes Asia 100 To Watch, Top 10 Linkedin Startup 2023, hingga menjadi delegasi Indonesia dalam forum internation G20 Digital Innovation Alliance 2023.
ADVERTISEMENT