Konten dari Pengguna

Ukhuwah Basyariyah: Alas Umat Islam dalam Membangun Peradaban

Rofiq Mahfudz
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Tengah
6 Juli 2023 15:05 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rofiq Mahfudz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kampung toleransi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kampung toleransi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kehidupan sosial yang begitu majemuk tentu membutuhkan seperangkat prinsip bersama agar kita semua terhindar dari perpecahan. Prinsip ini bisa saja berwujud sebagai sesuatu yang tertulis, bisa saja tidak.
ADVERTISEMENT
Prinsip yang tertulis ialah sesuatu yang konkret adanya dan bersifat mengikat. Tidak bersifat abstrak. Contohnya undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan di tempat kerja hingga peraturan yang berada di lingkup terkecil kehidupan sosial: peraturan RT. Sementara prinsip tidak tertulis, seringkali mewujud dalam bentuk keyakinan bersama atau, sebut saja, norma sosial.
Misalnya saja kesepakatan tentang norma sosial di masyarakat bahwa tidak boleh seorang pemuda dan pemudi berduaan lewat tengah malam, menyetel musik melalui sound terlewat kencang di waktu istirahat, ongkang-ongkang kaki pakai kolor sementara tetangga sedang punya hajat selamatan dan lain sebagainya. Banyak sekali prinsip yang berwujud norma sosial tak tertulis.
Dalam lingkup kehidupan sosial yang lebih luas, kita memerlukan prinsip yang lebih universal. Yang tidak terbatas pada identitas maupun kelompok sosial tertentu. Di dalam Islam setidaknya kita mengenal trilogi ukhuwah atau tiga konsep persaudaraan. Masing-masing konsep ukhuwah mempunyai karakteristik berbeda.
ADVERTISEMENT
Pertama, ukhuwah Islamiyah. Konsep persaudaraan ini mendasarkan pada hubungan antara sesama manusia yang secara spesifik beragama Islam. Ukhuwah ini dialasi dan berkembang karena persamaan akidah, baik di tingkat lokal, regional, nasional hingga internasional.
Ilustrasi anak bermain. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Konsep persaudaran ini berkaitan dan meliputi seluruh aspek kehidupan (ibadah, muamalah, munakahat, mua’asyarah, dan interaksi keseharian) yang pada gilirannya diharapkan akan membentuk dan menumbuhkan persaudaraan hakiki di antara umat Islam.
Kedua, ukhuwah wathaniyah. Konsep persaudaraan ini adalah relasi antar manusia yang didasarkan pada ikatan kebangsaan dan kenegaraan.
Konsep persaudaraan ini mencakup aspek yang bersifat muamalat (kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan) dalam konteks sesama warga negara yang sejatinya mempunyai derajat sama, tidak ada yang lebih rendah dari yang lain. Pun tidak ada yang lebih tinggi dan pantas diistimewakan ketimbang yang lain sekalipun itu pejabat.
ADVERTISEMENT
Dan, yang ketiga adalah ukhuwah basyariyah. Konsep persaudaran ini didasarkan atas rasa kemanusiaan yang bersifat universal. Konsep persaudaraan ini mencakup aspek yang berkaitan dengan kesamaan martabat kemanusiaan.
Konsep persaudaraan ini melintasi sekat-sekat peradaban yang paling primordial seperti suku, warna kulit, perbedaan bahasa hingga perbedaan bangsa. Sepanjang kita sesama manusia, maka kita adalah saudara di dalam kemanusiaan. Belakangan konsep ini banyak dipromosikan di seluruh dunia.
Konsep ukhuwah basyariyah ini di dalam Al-Qur’an didasarkan pada surat al-Hujurat ayat 13, sebagai berikut:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Mahamengetahui, Mahateliti.”
Ilustrasi belanja di pasar Foto: Shutterstock
Konsep ukhuwah basyariyah mengajarkan umat Islam untuk memandang orang lain dengan penuh kasih sayang sebagai sesama manusia yang utuh nilai kemanusiaannya tanpa kurang sedikit pun meski berbeda dalam suku, bahasa, budaya maupun bangsa.
ADVERTISEMENT
Konsep persaudaraan ini juga dikenal sebagai ukhuwah insaniyah. Semangat utamanya ialah tidak ada yang lebih tinggi antara satu daripada yang lain. Tidak ada bangsa yang lebih tinggi derajatnya ketimbang bangsa yang lain, tidak ada manusia yang lebih superior. Semuanya setara.
Untuk itulah perpecahan atas nama apapun tidak dapat dibenarkan. Pendudukan Palestina oleh Israel, pengusiran umat muslim di Rohingnya, invasi Ukraina oleh Rusia dan seterusnya oleh karenanya jelas-jelas telah melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan.
Ada satu adagium yang sangat populer yang dilontarkan Gus Dur, yang saya kira bakal relevan sepanjang masa, “Yang lebih penting daripada politik adalah kemanusiaan”. Pesan Gus Dur ini mesti kita patri baik-baik dalam benak dan nurani kita sebagai pengingat.
ADVERTISEMENT
Konsep persaudaraan dalam kemanusiaan sebenarnya juga telah dikenal dalam tradisi Nahdlatul Ulama sejak beberapa dekade silam sekalipun tak cukup populer pada mula diucapkannya.
Dalam Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama, KH. Yahya Cholil Staquf, mencatat bagaimana KH. Achmad Shiddiq yang baru saja terpilih sebagai Rais ‘Aam PBNU di Muktamar Situbondo, menyampaikan dari atas mimbar sebuah pernyataan yang akan melekat selamanya di dalam benak warga Nahdliyin: “Kita harus menegakkan tidak hanya ukhuwah Islamiyah, tetapi juga ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah basyariyah”.
Ilustrasi Nahdlatul Ulama (NU). Foto: Supri/REUTERS
Kata Gus Yahya, sapaan akrab KH. Yahya Cholil Staquf, semua yang hadir tahu bahwa setiap orang Islam harus mengamalkan ukhuwah Islamiyah, atau menegakkan persaudaraan dengan sesama muslim yang berdasarkan nilai-nilai Islam.
ADVERTISEMENT
Di masa lalu hal ini mungkin cukup aplikatif dan lazim. Dan di masa sekarang, orang juga paham bahwa sebagai warga negara, tiap-tiap orang harus menegakkan ukhuwah wathoniyah, yaitu konsep persaudaraan satu sama lain sebagai warga satu bangsa. Namun ukhuwah basyariyah?
Apa yang dimunculkan KH. Achmad Shiddiq tersebut lamat-lamat saja diketahui isyaratnya oleh warga NU. Tidak banyak yang tahu apa kira-kira urgensinya dalam konteks zaman itu. Baru sekarang, setelah hampir empat dekade, kita dapat dengan jernih menyadari betapa pentingnya pernyataan tersebut.
Pernyataan itu semacam jadi peringatan akan suatu peristiwa, sebuah alarm yang meminta kita agar waspada. KH. Achmad Shiddiq membunyikannya bahkan sebelum kebanyakan dari kita mampu memahami gejala-gejalanya.
Dalam pandangan KH. Achmad Shiddiq, dari tiga ukhuwah di atas, yang paling mendasar adalah ukhuwah basyariyah, rasa persaudaraan dan solidaritas sebagai sesama manusia. Pernyataan ini jelas melampaui zamannya.
ADVERTISEMENT
Dan bukan cuma itu, ia juga memberi kita pandangan dunia yang akurat untuk dijadikan pegangan dalam menempatkan diri di tengah berbagai perubahan di dewasa ini. Dalam lingkup Indonesia saja, misalnya, kita mesti mengakui bahwa kita membutuhkan kerelaan semua warga negara untuk mengamalkan ukhuwah basyariyah.
Penumpang bersiap menaiki KRL di Stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (19/1/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ukhuwah Islamiyah memang selayaknya kita tegakkan karena itu merupakan salah satu spirit ajaran agama ini, tapi tidak mungkin ukhuwah Islamiyah ditegakkan tanpa dilandasi ukhuwah wathoniyah.
Warga NU mustahil dapat hidup berdampingan dengan orang Muhammadiyah apabila masing-masing tidak punya kesadaran dan kerelaan untuk menegakkan rasa persaudaraan sebagai sesama warga negara. Sementara ukhuwah wathoniyah, mustahil terwujud jika tidak dilandasi ukhuwah basyariyah.
Mustahil tercipta persaudaraan dalam kemanusiaan antara orang Jawa dengan orang Papua, misalnya, jika keduanya tidak saling menghargai dan saling terikat sebagai saudara sesama manusia.
ADVERTISEMENT
Pada tataran inilah ukhuwah basyariyah dapat diaplikasikan dalam kerangka hubungan antarumat manusia yang lebih universal. Tidak terbatas pada identitas keagamaan, bahasa maupun kelompok tertentu.
Di titik ini, kita bisa membicarakan lebih jauh mengenai peran apa yang dapat dijalankan oleh NU, baik dalam lingkup nasional, atau bahkan yang lebih luas, yakni dalam skala global.