Konten dari Pengguna

5 Mitos Valentine yang Masih Hidup di Tengah Masyarakat

Sejarah dan Sosial
Artikel yang membahas seputar sejarah hingga topik sosial lainnya.
5 Juni 2025 19:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
5 Mitos Valentine yang Masih Hidup di Tengah Masyarakat
Inilah deretan mitos Valentine yang masih hidup di tengah masyarakat.
Sejarah dan Sosial
Tulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi untuk mitos Valentine. Foto: Unsplash/Kelly Sikkema
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi untuk mitos Valentine. Foto: Unsplash/Kelly Sikkema
ADVERTISEMENT
Setiap 14 Februari, perayaan Hari Valentine hadir dengan bunga, cokelat, dan suasana romantis. Namun di balik kemeriahannya, berbagai mitos Valentine masih bertahan dalam pandangan sebagian masyarakat.
ADVERTISEMENT
Menurut laman untar.ac.id, Valentine's Day dikenal sebagai Hari Kasih Sayang yang dirayakan setiap tahun. Momen ini menjadi sarana mengekspresikan cinta, perhatian, dan kepedulian dalam berbagai bentuk.
Sayangnya, pemahaman keliru yang terus diwariskan telah membentuk anggapan yang menyimpang. Beberapa kepercayaan seputar Valentine bahkan jauh dari kenyataan, namun tetap dipercaya tanpa ditelaah.

Mitos Valentine dan Fakta di Baliknya

Ilustrasi untuk mitos Valentine. Foto: Unsplash/Priscilla Du Preez 🇨🇦
Meski tidak dirayakan semua orang, Valentine tetap akrab di berbagai budaya. Bersama popularitasnya, beredar pula mitos Valentine yang terus dipercaya, sebagaimana dikutip dari petalandpoem.com dan bbc.co.uk, berikut:

1. Valentine’s Day Hanya untuk Pasangan Romantis

Hari Valentine sering dianggap sebagai momen khusus bagi pasangan yang sedang jatuh cinta. Citra ini membuat sebagian orang mengira hari kasih sayang hanya relevan untuk hubungan asmara, seperti pacaran.
ADVERTISEMENT
Faktanya, Valentine adalah perayaan cinta dalam arti luas. Banyak orang merayakannya bersama keluarga, teman, atau diri sendiri, sebagai wujud penghargaan terhadap kasih sayang dalam berbagai bentuk.

2. Valentine’s Day Diciptakan Industri Kartu Ucapan

Beredar anggapan bahwa Hari Valentine diciptakan demi keuntungan bisnis, terutama oleh industri kartu ucapan dan hadiah —seperti cokelat, boneka, dan bunga— yang mendulang untung besar setiap bulan Februari.
Faktanya, akar Valentine berasal dari tradisi Romawi kuno dan kisah Santo Valentinus. Perayaan ini telah ada jauh sebelum industri kartu berkembang dan bukan murni ciptaan komersial dari berbagai perusahaan.

3. Valentine’s Day Hanya untuk Pasangan Muda

Banyak yang menganggap Valentine cocoknya dirayakan oleh pasangan muda. Stereotip ini menyisihkan pasangan dewasa atau yang telah menikah lama dari nuansa perayaan yang seharusnya dilingkupi kasih sayang.
ADVERTISEMENT
Faktanya, cinta dan kasih tidak pernah mengenal usia. Old married couple pun dapat merayakan Hari Valentine sebagai momen refleksi, syukur, dan penguatan hubungan yang telah dijalani bersama selama bertahun-tahun.

4. Merayakan Valentine’s Day Harus dengan Hadiah Mahal

Mitos Valentine yang cukup umum lainnya adalah keyakinan bahwa momen yang dirayakan pada bulan Februari ini harus diwujudkan dengan hadiah mahal, makan malam mewah, atau kejutan besar agar terasa bermakna.
Faktanya, cinta sejati tidak diukur dari harga hadiah. Ungkapan kasih sayang bisa hadir lewat hal-hal sederhana seperti ucapan tulus, perhatian kecil, waktu berkualitas bersama, atau bahkan melakukan healing tipis-tipis.

5. Menjadi Lajang di Valentine’s Day Berarti Kesepian

Valentine identik dengan pasangan, sehingga orang lajang dianggap tidak memiliki tempat dalam perayaan ini. Mitos ini menciptakan rasa asing dan tekanan sosial, terutama agar seseorang memiliki pasangan di hari tersebut.
ADVERTISEMENT
Faktanya, menjadi lajang bukanlah cela. Banyak yang memanfaatkan Hari Valentine untuk mencintai diri sendiri, mempererat pertemanan, atau melakukan aktivitas menyenangkan tanpa harus bergantung pada pasangan.
Itulah deretan mitos Valentine yang masih hidup di tengah masyarakat. Semoga informasi tersebut membuka wawasan dan membantu pembaca mengenali mana tradisi, mana pula yang sekadar warisan keliru. (NF)