Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Alasan Penolakan terhadap Kepemimpinan BJ Habibie yang Penting Diketahui
12 April 2024 16:53 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masa orde baru dinyatakan berakhir dengan pergantian kekuasaan dari Soeharto ke BJ Habibie. Namun ternyata, ada sederet alasan penolakan terhadap kepemimpinan BJ Habibie kala itu.
ADVERTISEMENT
Penolakan tersebut terutama datang dari masyarakat. Bagaimana sejarahnya? Simak pembahasan lebih lanjut tentang alasan penolakan terhadap kepemimpinan BJ Habibie di artikel ini.
Alasan Penolakan terhadap Kepemimpinan BJ Habibie
Ketika masa Orde Baru berakhir dengan Soeharto yang resmi turun dari jabatan, BJ Habibie kala itu yang menjabat sebagai wakil presiden diangkat menjadi presiden.
Namun, hal tersebut rupanya tidak menjadi kabar gembira bagi seluruh lapisan masyarakat, tetapi justru menimbulkan pro kontra terkait dengan permasalahan konstitusional.
Sebagian pihak menyatakan kalau pengangkatan BJ Habibie dinyatakan sah. Salah satunya adalah berdasarkan UUD 1945 Pasal 8 yang membahas tentang pengunduran diri dan TAP MPR Nomor 7/MPR/1973.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat dari beberapa ahli seperti wakil ketua DPR/MPRS, Syarwan Hamid dan Ismail Hasan Metareum. Selain itu, ada Sri Sumantri, Harun Al Rasyid, dan Satya Arianto yang merupakan perwakilan dari akademisi.
ADVERTISEMENT
Namun, pendapat lain dikemukakan oleh Megawati dan Dinyati Hartono yang mengharapkan dilaksanakannya Sidang Umum Istimewa.
Ditambah lagi saat itu, BJ Habibie tidak melakukan sumpahnya di depan MPR. Hal itu dianggap menyalahi aturan yang berlaku. Meskipun di lain sisi tetap dianggap sah karena kondisi gedung DPR/MPR yang tidak kondusif.
Setelah itu, BJ Habibie melakukan kompromi politik dengan partai politik yang ada di MPR untuk mempercepat pemilu dengan maksud mengisi keanggotaan MPR dan DPR/DPRD.
Hal ini didasarkan pada UU Nomor 2 tentang Parpol, UU Nomor 3 tentang Pemilu, dan UU Nomor 4 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Namun saat itu, pertanggungjawaban presiden BJ Habibie akhirnya ditolak oleh MPR.
Dengan alasan itulah, MPR langsung melakukan pemilihan presiden dan wapres, yakni Abdurrahman Wahid dan Megawati pada 21 Mei 1999.
ADVERTISEMENT
Keputusan ini bahkan dilakukan tanpa mengeluarkan ketetapan pemberhentian BJ Habibie terlebih dahulu berdasarkan buku Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia karya Abdul Rasyid.
Demikian adalah beberapa alasan penolakan terhadap kepemimpinan BJ Habibie yang datang dari masyarakat. (SP)