Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Corak Candi Borobudur, Makna Simbolis dalam Setiap Relief
7 Maret 2025 12:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Corak Candi Borobudur mencerminkan keagungan dan kompleksitas budaya Indonesia pada masa lampau.
ADVERTISEMENT
Sebagai candi Buddha terbesar di dunia, Borobudur tidak hanya menjadi simbol spiritualitas tetapi juga mahakarya arsitektur yang kaya akan makna filosofis.
Mengutip situs labsejarah.fkip.ummetro.ac.id, Candi Borobudur memiliki lebih dari 2.600 relief dan 504 arca Buddha yang menggambarkan ajaran Buddha, kisah Jataka, serta kehidupan dan budaya pada masanya.
Corak Candi Borobudur
Candi Borobudur merupakan kekayaan budaya peninggalan nenek moyang yang bercorak Buddha. Candi ini dibangun pada masa Dinasti Syailendra sekitar abad ke-8 hingga ke-9 Masehi, di bawah pemerintahan Raja Samaratungga.
Borobudur memiliki struktur bertingkat yang mencerminkan konsep mandala, sebuah representasi alam semesta dalam ajaran Buddha. Candi ini terdiri dari tiga bagian utama:
ADVERTISEMENT
Candi Borobudur dihiasi dengan panel relief yang menggambarkan kisah kehidupan Buddha dan ajaran-ajarannya, serta memiliki 72 stupa berlubang yang mengelilingi stupa utama di puncaknya.
Candi ini menjadi salah satu warisan budaya dunia yang diakui oleh UNESCO dan merupakan situs wisata serta spiritual yang penting di Indonesia.
Selain sebagai salah satu warisan budaya dunia, Candi Borobudur memiliki banyak aspek menarik, mulai dari sejarah, arsitektur, hingga peranannya di era modern.
Candi Borobudur dibangun dengan menggunakan lebih dari 2 juta balok batu vulkanik yang disusun tanpa menggunakan semen atau perekat.
Teknik konstruksi yang digunakan disebut "interlocking system", di mana batu-batu saling mengunci satu sama lain, membuat candi ini tetap kokoh meskipun telah berusia lebih dari 1.200 tahun.
ADVERTISEMENT
Candi ini juga didesain dengan sistem drainase canggih untuk mencegah erosi akibat hujan. Terdapat 100 lebih saluran air berbentuk kala-makara, yang membantu mengalirkan air hujan agar tidak merusak struktur candi.
Setelah abad ke-14, Candi Borobudur sempat terlupakan dan tertutup oleh abu vulkanik akibat melemahnya pengaruh Buddha di Jawa. Candi ini baru ditemukan kembali pada tahun 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris di Jawa.
Setelah ditemukan, candi ini mengalami berbagai pemugaran, terutama pada tahun 1973-1983, yang dipimpin oleh UNESCO dan pemerintah Indonesia, sehingga Borobudur bisa kembali berdiri dengan megah seperti sekarang.
Meskipun menjadi situs wisata yang terkenal, Borobudur tetap digunakan sebagai tempat ibadah bagi umat Buddha, terutama pada saat perayaan Hari Waisak.
ADVERTISEMENT
Keindahan dan makna dalam setiap ukiran serta susunan corak Candi Borobudur mencerminkan kemajuan peradaban. Dengan memahami corak tersebut lebih dalam, masyarakat dapat lebih menghargai warisan budaya yang luar biasa ini. (Fikah)