Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Filosofi Nagasari sebagai Panganan Tradisional yang Tak Habis Dimakan Zaman
22 September 2024 20:40 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kue tradisional Indonesia memiliki ciri ragam khas yang berbeda dan cita rasa yang nikmat, seperti adanya kue nagasari. Terdapat filosofi nagasari yang dapat diketahui masyarakat secara umum.
ADVERTISEMENT
Kue nagasari biasanya dibuat dengan cita rasa khas nikmat tentunya sangat cocok untuk lidah masyarakat Indonesia. Kue nagasari menjadi tradisi makanan tradisional yang tak habis oleh zaman.
Filosofi Nagasari
Dikutip dari buku Filosofi dan Histori Budaya dan Makanan Tradisional Nusantara, Dr. Saeful Kurniawan, (2024: 42-42) filosofi nagasari memiliki makna tersembunyi yang tak habis oleh zaman.
Konon kue basah nagasari berasal dari daerah penghasil beras terbesar di Jawa Barat, yaitu Indramayu. Namun kue nagasari banyak ditemui di beberapa wilayah di Jawa.
Rupanya kue nagasari ini memiliki makna yang tidak sembarangan, biasanya kue nagasari dibuat untuk acara kematian dan kehadirannya seakan membawa sial.
Kue nagasari terbuat dari tepung beras, tepung sagu, santan, dan gula, kemudian diisi dengan daun pisang, atau ada yang membungkusnya menggunakan daun pandan.
ADVERTISEMENT
Filosofi nagasari ternyata bukan dari bahan bakunya, namun dari namanya tersendiri.
Naga yang berarti hewan legenda yang menjadi lambang hewan kehormatan di Cina dan Sari diibaratkan sebagai isi dari suatu benda.
Apabila digabungkan penamaannya memiliki arti yang melambangkan kehormatan dan isi dari suatu benda. Maksudnya dari apa yang dilakukan oleh seseorang yang terpenting adalah isi utamanya yang dianggap terhormat.
Artinya saat seseorang melakukan suatu kebaikan maka harus diiringi dengan ketulusan hati supaya diberkahi oleh Tuhan.
Bahkan konon nagasari memiliki sejarahnya tersendiri, yang berasal dari Kerajaan Pajang pada abad ke 16 M.
Di mana makanan kue nagasari disuguhkan oleh Adipati Hadiwijaya atau Jaka Tingkir saat sosok pendeta Mahawiku Astapaka sedang melakukan perjalanan ke Candi Borobudur Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Dari asal sejarahnya kue nagasari memiliki lambang ketulusan hati dan berupaya mendoakan kebaikan kemurahan Tuhan yang Maha Esa agar dijauhkan dari segala macam keburukan.
Hal tersebut merupakan filosofi nagasari yang dapat diketahui oleh masyarakat sehingga adanya kue tradisional tersebut memiliki makna yang baik.