Konten dari Pengguna

Makam Gantung Blitar, Tradisi Unik yang Masih Dijaga hingga Kini

Sejarah dan Sosial
Artikel yang membahas seputar sejarah hingga topik sosial lainnya.
26 April 2025 15:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Makam Gantung Blitar. Foto: Pexels.com/Emir Bozkurt
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Makam Gantung Blitar. Foto: Pexels.com/Emir Bozkurt
ADVERTISEMENT
Makam Gantung Blitar merupakan salah satu situs unik yang menyimpan sejarah sekaligus aura mistis yang kuat. Tempat ini berdiri di kawasan yang tenang dan terasa terpisah dari hiruk-pikuk kota.
ADVERTISEMENT
Keberadaannya mencerminkan perpaduan antara warisan budaya dan kepercayaan turun-temurun masyarakat Blitar.

Makam Gantung Blitar

Ilustrasi Makam Gantung Blitar. Foto: Pexels.com/Tom Fisk
Makam Gantung Blitar terletak di kawasan Pesanggrahan Djojodigdan, tepatnya di Jalan Melati No. 43, Kota Blitar.
Mengutip dari blitarkab.go.id, Blitar adalah kota kecil yang berada di ujung selatan Jawa Timur, dikenal dengan suhu udaranya yang sejuk karena berada di kaki Gunung Kelud.
Letaknya yang cukup jauh dari keramaian membuat makam ini semakin sakral di mata masyarakat. Di lokasi inilah jasad seorang tokoh penting, Mas Ngabehi Bawadiman Djojodigdo, disemayamkan dengan cara yang tidak biasa dan sarat makna spiritual.
Mas Ngabehi Djojodigdo merupakan patih Blitar pada abad ke-19 yang dikenal luas karena kesaktiannya. Ia dipercaya menguasai ajian Pancasona, yaitu ilmu yang membuat pemiliknya bisa hidup kembali jika jasadnya menyentuh tanah.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan ini membuat masyarakat takut akan kemungkinan kebangkitannya setelah wafat.
Oleh karena itu, jasadnya ditempatkan dalam peti besi dan ditopang empat tiang setinggi kurang lebih 50 sentimeter agar tidak menyentuh tanah sama sekali.
Makam ini pun kemudian dikenal dengan istilah “Makam Gantung,” merujuk pada posisinya yang menggantung di atas permukaan tanah.
Tidak hanya tubuhnya yang dihindarkan dari tanah, pakaian kebesaran dan senjata milik Eyang Djojodigdo juga digantung di atas pusaranya.
Tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk penghormatan, namun juga diyakini punya nilai magis tersendiri.
Masyarakat setempat percaya bahwa selama benda-benda itu tergantung, kekuatan sang tokoh tetap terjaga dan tidak mengganggu alam sekitar.
Hal ini memperkuat keyakinan bahwa makam ini bukan sekadar tempat peristirahatan, melainkan penjaga energi gaib yang diwariskan secara turun-temurun.
ADVERTISEMENT
Legenda di sekitar makam tersebut berkembang luas dan mengakar dalam budaya lokal. Banyak yang meyakini bahwa dua harimau gaib selalu menjaga area pemakaman, melindunginya dari gangguan makhluk atau manusia yang berniat jahat.
Beberapa peziarah bahkan mengaku pernah melihat penampakan ular besar yang muncul tiba-tiba di jalan masuk. Cerita-cerita tersebut membuat suasana di sekitar makam terasa penuh misteri.
Masyarakat tidak hanya datang untuk berziarah, tetapi juga untuk mencari berkah atau jawaban spiritual melalui meditasi dan hening di area tersebut.
Pesanggrahan Djojodigdan yang menaungi makam ini memiliki nilai sejarah tersendiri. Tempat ini awalnya adalah kediaman pribadi Eyang Djojodigdo yang dibangun pada tahun 1875 dengan arsitektur khas masa kolonial.
Lebih dari itu, bangunan ini memiliki hubungan erat dengan sosok Raden Ajeng Kartini. Suami Kartini, Raden Mas Adipati Djojoadiningrat, adalah putra dari Eyang Djojodigdo, menjadikan tempat ini bagian dari sejarah keluarga bangsawan Jawa.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, pesanggrahan ini bukan hanya situs budaya, tetapi juga saksi bisu dari peristiwa besar dalam perjalanan bangsa.
Makam Gantung Blitar menyimpan kisah spiritual, sejarah, dan legenda yang menyatu dalam satu tempat. Keunikan cara pemakaman serta aura gaib yang menyelubunginya menjadikan Makam Gantung Blitar sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Kota Blitar. (Suci)