Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
Konten dari Pengguna
Sejarah Kue Rangi, Kuliner Tradisional Betawi yang Gurih dan Manis
17 Maret 2025 14:19 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sejarah kue rangi berkaitan erat dengan kuliner khas Betawi yang sudah ada sejak zaman dahulu.
ADVERTISEMENT
Kue ini dibuat dari campuran tepung sagu dan kelapa parut yang kemudian dipanggang hingga matang.
Penyajiannya menggunakan siraman gula merah yang kental, menciptakan perpaduan rasa gurih dan manis yang khas.
Sejarah Kue Rangi
Mengutip dari p2k.stekom.ac.id, sejarah kue rangi yang telah dikenal sebagai bagian dari budaya kuliner masyarakat Betawi sejak ratusan tahun lalu.
Kue ini dipercaya telah ada sejak zaman kolonial Belanda, ketika masyarakat Betawi mengembangkan berbagai jenis jajanan berbasis sagu dan kelapa.
Penamaannya berasal dari istilah "digarang wangi," yang merujuk pada metode memasak dengan cara dipanggang tanpa minyak hingga mengeluarkan aroma khas.
Teknik ini menunjukkan kearifan lokal masyarakat Betawi dalam mengolah makanan dengan bahan sederhana tetapi tetap menghasilkan cita rasa yang lezat.
ADVERTISEMENT
Pada masa lalu, tepung sagu yang digunakan dalam pembuatan kue rangi berasal dari pohon sagu aren yang banyak ditemukan di daerah pesisir Jakarta dan sekitarnya.
Masyarakat Betawi memanfaatkan tepung sagu sebagai bahan utama karena mudah didapat dan memiliki tekstur yang kenyal ketika dipanggang.
Campuran kelapa parut dalam adonan juga berperan penting dalam proses pemanggangan, karena kandungan minyak alaminya membuat kue ini matang tanpa perlu tambahan minyak atau lemak lainnya.
Kue rangi berkembang sebagai jajanan khas yang banyak dijajakan di kampung-kampung Betawi, terutama di daerah seperti Condet, Tanah Abang, dan Kemayoran.
Pedagang keliling menjajakan kue ini dengan gerobak kecil, membawa cetakan dan tungku pemanggang untuk membuatnya langsung di tempat.
Suara khas dari gerobak mereka menjadi penanda bahwa kue rangi siap disajikan dalam keadaan hangat dan segar.
ADVERTISEMENT
Perubahan zaman mulai mempengaruhi keberadaan kue rangi pada pertengahan abad ke-20, ketika jajanan modern mulai masuk ke Indonesia.
Banyak masyarakat yang beralih ke makanan yang lebih praktis dan mudah didapat, membuat pedagang kue rangi semakin berkurang.
Keberadaan kue rangi kini semakin langka dan hanya bisa ditemukan di beberapa pasar tradisional atau festival kuliner khas Betawi.
Meskipun masih ada usaha untuk melestarikan kue rangi melalui berbagai acara budaya dan kuliner, popularitasnya tetap jauh berkurang dibandingkan zaman dahulu.
Beberapa generasi muda bahkan tidak mengenal jajanan ini karena lebih terbiasa dengan makanan modern yang lebih mudah didapatkan di toko atau restoran cepat saji.
Sejarah kue rangi mencerminkan perjalanan panjang jajanan tradisional Betawi yang hampir punah akibat modernisasi.
ADVERTISEMENT
Keunikan rasa dan teknik pembuatannya menjadikan kue ini bagian dari warisan kuliner yang perlu dilestarikan agar tetap dikenal oleh generasi mendatang. (Khoirul)