Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Sejarah Patung Bayi Sakah, Ikon Sakras dari Bali
1 Mei 2025 19:44 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sejarah Patung Bayi Sakah menjadi salah satu bagian menarik dalam perjalanan budaya masyarakat Bali, khususnya di Gianyar.
ADVERTISEMENT
Patung ini tidak hanya dikenal sebagai penanda lokasi, tetapi juga menyimpan simbolisme mendalam terkait siklus kehidupan dan spiritualitas.
Letaknya yang berada di simpang tiga Jalan Raya Sakah menambah daya tarik tersendiri baik dari sisi arsitektur maupun nilai filosofisnya.
Sejarah Patung Bayi Sakah
Sejarah Patung Bayi Sakah bermula dari gagasan visioner Cokorda Darana, mantan Bupati Gianyar, yang mengusulkan pembangunan patung tersebut pada tahun 1989.
Mengutip dari laman paris.ipb-intl.ac.id, patung ini kemudian didirikan di simpang tiga Jalan Raya Sakah, tepatnya di Desa Batuan Kaler, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali, tak lama setelah gagasan tersebut dicetuskan.
Lokasinya berada di titik pertemuan tiga jalur utama yang menghubungkan kawasan strategis di Gianyar, menjadikannya pusat perhatian bagi siapa pun yang melintas.
ADVERTISEMENT
Posisi patung yang menghadap ke arah selatan menambah kesan kuat secara simbolis sekaligus spiritual. Letak patung ini tidak hanya strategis secara geografis, tetapi juga dipercaya sebagai pusat energi suci oleh masyarakat setempat.
Pembangunan Patung Bayi Sakah tidak semata ditujukan untuk mempercantik kawasan, melainkan juga untuk menghadirkan simbol kehidupan yang merepresentasikan awal mula eksistensi manusia.
Sosok bayi dipilih karena melambangkan kelahiran, harapan, dan kekuatan penciptaan, sebuah pesan filosofis yang dituangkan dalam wujud Brahma Lelare—perwujudan dari Sang Hyang Siwa Budha.
Dengan demikian, patung ini tak hanya menyiratkan nilai estetika, tetapi juga menyampaikan nilai-nilai spiritual yang dalam.
Pemilihan simpang tiga sebagai lokasi patung memiliki makna tersendiri. Titik tersebut dipercaya sebagai tempat berpotongannya dua kekuatan besar dalam kepercayaan Hindu Bali, yaitu Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Widhi.
ADVERTISEMENT
Keyakinan ini menjadikan kawasan itu sebagai ruang sakral, di mana kekuatan dunia sekala (nyata) dan niskala (tak kasat mata) diyakini saling berinteraksi.
Wujud patung yang menggambarkan bayi raksasa duduk bersila menguatkan simbolisme kelahiran dan kesatuan antara dua alam tersebut, menjadikan patung ini bukan sekadar penanda ruang, melainkan lambang kesadaran spiritual masyarakat Bali.
Selain sebagai penanda budaya dan spiritual, Patung Bayi Sakah juga berperan sebagai pusat peribadatan bagi masyarakat sekitar.
Terutama bagi pasangan yang mengharapkan keturunan, patung ini menjadi tempat memanjatkan doa dan persembahan, mencerminkan harapan akan hadirnya kehidupan baru.
Kehadiran patung ini bukan hanya memperkaya identitas visual Gianyar, tetapi juga menjadi bagian aktif dari kehidupan religius masyarakat setempat, di mana tradisi, keyakinan, dan simbolisme menyatu dalam sebuah representasi monumental.
ADVERTISEMENT
Misteri yang menyelimuti Patung Bayi Sakah turut memperkuat aura spiritual yang dimilikinya. Beberapa cerita dari masyarakat menyebutkan suara tangis bayi terdengar saat bulan purnama, atau patung yang tampak seperti menggerakkan kepala.
Kisah-kisah ini berkembang dari waktu ke waktu dan menjadi bagian dari narasi budaya lokal yang memperkuat keyakinan bahwa lokasi tersebut merupakan kawasan sakral.
Meskipun kisah tersebut terdengar mistis, sebagian tokoh lokal seperti Jero Mangku Bagus Balik menegaskan bahwa patung ini lahir dari filosofi spiritual, bukan cerita kutukan.
Keberadaan patung ini juga memiliki keterkaitan erat dengan konsep “Blah Tanah Sake Ah” dalam kepercayaan Bali. Lokasi patung dipercaya sebagai ruang tanpa batas antara yang tinggi dan rendah, antara yang terlihat dan tidak terlihat.
ADVERTISEMENT
Hal ini menjelaskan mengapa patung bayi tersebut ditempatkan di titik pertemuan tiga jalan utama, karena tempat itu dianggap sebagai simpul energi yang menyatukan dunia sekala dan niskal
Dengan filosofi tersebut, patung bayi tidak hanya menjadi simbol permulaan kehidupan, tetapi juga sebagai pengingat tentang keseimbangan semesta yang harus dijaga.
Secara keseluruhan, sejarah Patung Bayi Sakah yang ada di Bali merepresentasikan pertemuan antara seni, kepercayaan, dan filosofi yang mendalam dalam satu wujud yang monumental. (Suci)
Baca Juga: Sejarah May Day yang Diperingati hingga Kini