Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
Konten dari Pengguna
Sejarah Soto Banjar, Makanan Tradisional Kalimantan Selatan
17 Maret 2025 13:57 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sejarah soto banjar berakar dari keunikan makanan khas Banjar yang berkembang menjadi sajian berkuah dengan cita rasa yang khas dan tekstur lembut.
ADVERTISEMENT
Soto banjar adalah soto khas Kalimantan Selatan dengan bahan utama ayam dan beraroma harum rempah-rempah seperti kayu manis, cengkeh, dan biji pala.
Sejarah Soto Banjar
Dikutip dari jurnal Mencicipi Soto Banjar, Membayangkan Sejarah, Mursalin, situs baradja.jambiprov.go.id, dan p2k.stekom.ac.id, sejarah soto banjar memiliki akar sejarah yang dalam.
Pada abad ke-19, tepatnya pada tahun 1859 hingga 1905, masyarakat Provinsi Kalimantan Selatan mengalami periode perlawanan yang dikenal sebagai Perang Banjar.
Perang ini diketahui melibatkan Pangeran Antasari, seorang pahlawan nasional asli Kalimantan Selatan yang memiliki peran penting dalam menghadapi Belanda.
Perjuangan Pangeran Antasari terhenti ketika wabah cacar menyerang dan dia meninggal pada 11 Oktober 1962.
Dalam mengenang jasa Pangeran Antasari, soto banjar menjadi bukan hanya sekadar hidangan yang lezat melainkan juga lambang keberanian dan semangat perjuangan.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarah soto banjar, soto banjar diperkirakan muncul setelah tahun 1563 setelah kedatangan pedagang Tiongkok ke Banjarmasin. Diketahui bahwa pada akhir abad ke-16, Banjarmasin dikenal sebagai daerah kerajaan penghasil lada.
Kuliner jao to (penyebutan soto saat itu) mulai masuk ke Banjarmasin pada masa itu. Karena jao to dimasak dengan kaldu jeroan babi, sangat dimungkinkan kuliner ini tidak langsung terkenal di Banjar.
Butuh waktu yang cukup lama sehingga akhirnya kuliner ini dapat dirasakan oleh warga Kerajaan Banjar.
Kian kesini, jao to beradaptasi dengan situasi Banjarmasin. Kuliner ini terpengaruh dengan cita rasa India tepatnya dalam hal penggunaan susu dalam kuah soto.
Nampaknya pengaruh Belanda juga masuk dalam evolusi kuliner ini. Soto memang mirip dengan sup yang diperkenalkan oleh Belanda.
ADVERTISEMENT
Pengaruh Belanda dalam evolusi soto diperkuat dengan hadirnya perkedel dalam sajiannya. Perkedel dalam lidah Banjar sering disebut sebagai garagadil. Kudapan ini juga diperkenalkan oleh Belanda.
Belanda menyebutnya sebagai frikadeller, yakni olahan kentang yang berisi daging cincang. Belakangan ini, soto banjar sering terlihat ditaburi daun seledri, potongan wortel, kentang, dan tidak lupa pula sajian perkedel.
Demikianlah sejarah soto banjar. Kuliner yang satu ini layak disebut sebagai simbol multikulturalisme dikarenakan perbedaan cita rasa berbagai macam bangsa mampu menjadi harmoni dalam setiap sajiannya. (Mey)