Konten dari Pengguna

Sejarah Tradisi Dugderan di Semarang saat Ramadan

Sejarah dan Sosial
Artikel yang membahas seputar sejarah hingga topik sosial lainnya.
13 Januari 2025 20:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejarah tradisi dugderan,Pexels/Ahmed Aqtai
zoom-in-whitePerbesar
Sejarah tradisi dugderan,Pexels/Ahmed Aqtai
ADVERTISEMENT
Sejarah tradisi dugderan biasanya dilakukan pada bulan ramadan di Semarang. Ramadan selalu menjadi momen istimewa bagi masyarakat Indonesia, dengan berbagai tradisi khas yang menambah semarak bulan suci.
ADVERTISEMENT
Di Kota Semarang, ada tradisi unik yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan warganya, yaitu Dugderan. Tradisi ini bukan hanya perayaan menyambut Ramadan, tetapi juga simbol kekayaan budaya dan identitas kota.

Sejarah Tradisi Dugderan

Sejarah tradisi dugderan,Pexels/Craig Adderley
Terdapat berbagai hal menarik dalam sejarah tradisi dugderan. Berikut adalah sejarah tradisi dugderan di Semarang saat Ramadan berdasarkan situs web visitjawatengah.jatengprov.
Tradisi Dugderan di Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, adalah festival meriah yang menandai dimulainya bulan Ramadan. Tradisi ini dimulai pada tahun 1881 pada masa jabatan Bupati Kyai Raden Mas Tumenggung Purbaningrat.
Dugderan didirikan untuk menyatukan masyarakat dalam menentukan awal bulan suci. Tradisi ini diharapkan dapat menumbuhkan kerukunan di antara penduduk Semarang yang beragam.
Istilah "Dugderan" merupakan onomatope, berasal dari "dug," yang menirukan suara drum, dan "der," yang mewakili ledakan kembang api. Kedua suara ini merupakan bagian integral dari perayaan festival tersebut.
ADVERTISEMENT
Ciri utama Dugderan adalah adanya Warak Ngendog. Warak Ngendog merupakan makhluk mitos yang melambangkan warisan multikultural kota Semarang.
Sosok ini adalah gabungan yang memadukan elemen-elemen yang mengingatkan pada naga, kuda, dan burung. Simbol Warak Ngendog mewujudkan koeksistensi yang harmonis dari masyarakat Jawa, Tionghoa, dan Arab di Semarang.
Secara tradisional, festival ini meliputi pekan raya, pertunjukan budaya, dan pawai akbar melalui jalan-jalan di Semarang. Festival ini diakhiri dengan pemukulan genderang (gendang besar) dan tembakan meriam untuk menandai dimulainya bulan Ramadan.
Seiring berjalannya waktu, Dugderan telah berkembang lebih dari sekadar perayaan keagamaan. Dugderan menjadi acara budaya penting yang menarik wisatawan dan memperkuat identitas Semarang sebagai kota yang kaya akan tradisi dan kerukunan.
ADVERTISEMENT
Sejarah tradisi dugderan di Semarang berasal dari suara meriam "dug" yang bergema dan kemeriahan "der" kembang api. Dugderan memadukan nilai keagamaan dengan hiburan rakyat sekaligus menjadi simbol kerukunan antar umat beragama. (Fia)