Konten dari Pengguna

Sistem Tanam Paksa Terjadi pada Masa Pemerintahan Siapa? Ini Penjelasannya

Sejarah dan Sosial
Artikel yang membahas seputar sejarah hingga topik sosial lainnya.
12 September 2024 13:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sistem tanam paksa pada masa pemerintahan Belanda. Foto: Pexels.com/Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sistem tanam paksa pada masa pemerintahan Belanda. Foto: Pexels.com/Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sistem tanam paksa diterapkan pada masa pemerintahan Belanda dan menjadi salah satu kebijakan yang paling kontroversial dalam sejarah kolonial Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini diterapkan oleh Belanda untuk mengatasi krisis ekonomi mereka yang parah.
Dalam pelaksanaannya, sistem ini membawa dampak besar bagi masyarakat pribumi, terutama para petani.

Sistem Tanam Paksa Terjadi pada Masa Pemerintahan Siapa?

Ilustrasi sistem tanam paksa pada masa pemerintahan Belanda. Foto: Pexels.com/Rodolfo Clix
Sistem tanam paksa terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch.
Dikutip dari sma13smg.sch.id, kebijakan ini dimulai pada tahun 1830 ketika Belanda mengalami kesulitan ekonomi akibat berbagai perang yang terjadi, termasuk Perang Jawa (1825-1830).
Untuk menanggulangi masalah tersebut, van den Bosch memperkenalkan sistem tanam paksa, yang mewajibkan rakyat pribumi menyisihkan 20% dari tanah pertanian mereka untuk ditanami tanaman ekspor seperti kopi, gula, dan nila.
Melalui kebijakan ini, hasil panen yang diperoleh harus diserahkan kepada pemerintah kolonial dengan harga yang telah ditentukan.
ADVERTISEMENT
Meskipun tujuan awalnya untuk meningkatkan keuangan Belanda, kebijakan ini sering kali disalahgunakan di lapangan.
Selama pelaksanaan sistem tanam paksa, banyak pelanggaran terhadap peraturan yang awalnya ditetapkan.
Para petani sering kali diminta untuk menanam lebih dari 20 persen dari tanah mereka, dan gagal panen justru dibebankan kepada petani, meskipun aturan awal menyatakan bahwa kegagalan panen akan ditanggung oleh pemerintah.
Penyimpangan ini menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi rakyat, terutama di Pulau Jawa, tempat sebagian besar program ini dilaksanakan.
Kelaparan dan wabah penyakit meningkat di beberapa daerah akibat eksploitasi berlebihan terhadap tanah dan tenaga kerja.
Selain di Pulau Jawa, sistem tanam paksa juga diterapkan di wilayah-wilayah lain, seperti Lampung, Minahasa, dan Palembang. Namun, Jawa menjadi daerah utama dalam pelaksanaan kebijakan ini, karena merupakan pusat ekonomi pada masa kolonial.
ADVERTISEMENT
Kritik terhadap sistem tanam paksa pun datang dari berbagai pihak, termasuk dari penulis Belanda, Multatuli, yang dalam karyanya Max Havelaar mengecam praktik eksploitatif ini.
Karya tersebut menyuarakan penderitaan rakyat pribumi yang dipaksa bekerja keras di bawah sistem yang tidak manusiawi.
Meskipun berhasil memberikan keuntungan besar bagi Belanda, dampak buruk dari sistem ini dirasakan oleh rakyat Indonesia. Kelaparan, penyakit, dan kemiskinan meningkat, terutama di Pulau Jawa, yang menjadi pusat penerapan sistem tanam paksa.
Sistem ini akhirnya dihapuskan pada tahun 1870 setelah diterapkan selama 40 tahun dan mendapatkan kecaman luas dari berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun di Eropa.
Sistem tanam paksa terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 dan berlangsung hingga 1870.
ADVERTISEMENT
Meskipun berhasil memulihkan perekonomian Belanda, sistem tanam paksa yang terjadi pada pemerintahan Belanda tersebut memberikan penderitaan yang luar biasa bagi rakyat pribumi Indonesia.