Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Tokoh Perwakilan Kelompok Islam yang Dilobi Bung Hatta dan Bung Karno
14 Oktober 2024 16:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tokoh perwakilan kelompok Islam yang dilobi Bung Hatta dan Bung Karno memainkan peran penting dalam proses penyusunan dasar negara Indonesia.
ADVERTISEMENT
Para pemimpin bangsa, termasuk kelompok Islam, berdiskusi panjang dalam merumuskan nilai-nilai yang akan menjadi landasan bagi negara yang baru merdeka.
Dikutip dari jurnal Pemikiran Politik Soekarno, Bung Hatta, dan Tan Malaka dalam Kehidupan Politik di Indonesia, H. Agus Dedi, (2018:529), Dua tokoh Proklamator kemerdekaan bangsa ini, yaitu Soekarno & Hatta.
Siapa Tokoh Perwakilan Kelompok Islam yang Dilobi Bung Hatta dan Bung Karno? Ini Jawabannya
Tokoh perwakilan kelompok Islam yang dilobi oleh Bung Hatta dan Bung Karno agar menerima penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta adalah KH. Wahid Hasyim, Kasman Singodimejo, dan Teuku Mohammad Hasan. Berikut penjelasan lengkapnya.
Setelah pidato Soekarno pada 1 Juni 1945, Panitia Sembilan yang terdiri dari para tokoh nasionalis dan Islam merumuskan Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945.
ADVERTISEMENT
Dalam Piagam Jakarta, rumusan sila pertama berbunyi: "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."
Rumusan tersebut merefleksikan kompromi antara kelompok nasionalis dan Islam mengenai dasar negara yang mengakomodasi aspirasi umat Islam tanpa mengabaikan keanekaragaman bangsa Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, PPKI merencanakan sidang untuk mengesahkan konstitusi dan dasar negara.
Pada malam sebelum sidang PPKI, 17 Agustus 1945, Bung Hatta menerima laporan bahwa beberapa tokoh dari Indonesia Timur, merasa keberatan dengan rumusan "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."
Para pencetus khawatir bahwa rumusan tersebut dapat menimbulkan diskriminasi terhadap warga negara non-Muslim, terutama di Indonesia Timur yang mayoritas penduduknya bukan Muslim.
Menyadari pentingnya menjaga persatuan bangsa yang baru saja merdeka, Bung Hatta kemudian berusaha mencari jalan tengah agar persatuan bangsa tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
Pada pagi hari tanggal 18 Agustus 1945, sebelum sidang PPKI dimulai, Bung Hatta mengadakan pertemuan dengan beberapa tokoh Islam yang memiliki pengaruh dalam proses perumusan dasar negara.
Tokoh-tokoh yang dilobi oleh Bung Hatta adalah:
1. KH. Wahid Hasyim
Putra pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH. Hasyim Asy'ari. Wahid Hasyim adalah salah satu tokoh penting dalam mewakili umat Islam di BPUPKI dan PPKI.
2. Kasman Singodimejo
Seorang aktivis Islam yang juga berperan penting dalam pergerakan nasional. Ia kemudian menjadi Ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).
3. Teuku Mohammad Hasan
Tokoh nasionalis dari Aceh yang juga memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan dan politik Islam.
Dalam pertemuan tersebut, Bung Hatta menyampaikan pentingnya menghapus tujuh kata "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" demi menjaga persatuan bangsa yang baru merdeka.
ADVERTISEMENT
Bung Hatta menjelaskan bahwa tanpa perubahan ini, ada kekhawatiran bahwa bangsa Indonesia Timur akan menolak ikut serta dalam negara Indonesia yang baru.
Para tokoh Islam yang dilobi oleh Bung Hatta, setelah mempertimbangkan argumen-argumen tersebut, akhirnya setuju untuk menghapus tujuh kata itu demi persatuan nasional.
Para pencetus sepakat untuk menggantinya dengan kalimat "Ketuhanan Yang Maha Esa" yang dianggap lebih inklusif dan dapat diterima oleh semua golongan.
Kesediaan tokoh-tokoh Islam ini menunjukkan sikap kenegarawanan yang mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan golongan. Mereka menyadari bahwa persatuan bangsa lebih penting daripada perbedaan dalam tafsir ketuhanan dalam konstitusi negara.
Pada 18 Agustus 1945, PPKI bersidang dan mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945 serta Pancasila sebagai dasar negara. Dengan perubahan tersebut, sila pertama berbunyi: "Ketuhanan Yang Maha Esa".
ADVERTISEMENT
Perubahan ini menjadi titik penting dalam sejarah Indonesia karena menunjukkan kemampuan para pendiri bangsa dalam menjaga keharmonisan, dan membangun landasan negara yang dapat mengakomodasi keragaman suku, agama, dan budaya di Indonesia.