Konten dari Pengguna

Tradisi Nyadran yang Sarat Makna dan Masih Dilestarikan sampai Sekarang

Sejarah dan Sosial
Artikel yang membahas seputar sejarah hingga topik sosial lainnya.
13 Februari 2025 7:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tradisi nyadran. Foto: Pexels.com/Keira Burton
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tradisi nyadran. Foto: Pexels.com/Keira Burton
ADVERTISEMENT
Tradisi nyadran menjadi salah satu budaya yang masih dijaga oleh masyarakat Jawa hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Setiap tahun, menjelang bulan Ramadan, tradisi ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Berbagai rangkaian kegiatan dalam tradisi ini mencerminkan nilai gotong royong, kebersamaan, serta rasa syukur kepada Tuhan.

Tradisi Nyadran

Ilustrasi tradisi nyadran. Foto: Pexels.com/Şevval Pirinççi
Dikutip dari djkn.kemenkeu.go.id, tradisi nyadran adalah ritual yang dilakukan untuk mendoakan leluhur serta mempersiapkan diri sebelum bulan Ramadan.
Sejarahnya berasal dari ajaran Hindu-Buddha yang kemudian mengalami akulturasi dengan Islam setelah penyebaran agama ini di Nusantara.
Oleh karena itu, maknanya pun berkembang, dari yang awalnya bertujuan untuk memperoleh berkah nenek moyang menjadi bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Nama nyadran berasal dari kata sraddha dalam bahasa Sanskerta, yang berarti keyakinan.
Seiring waktu, nyadran menjadi tradisi yang menggabungkan unsur budaya dan keagamaan dalam satu rangkaian ritual yang tetap dijaga oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan tradisi nyadran biasanya dilakukan pada bulan Ruwah dalam kalender Jawa atau bulan Syaban dalam kalender Hijriyah.
Beberapa daerah menggelarnya pada tanggal tertentu, seperti tanggal 15, 20, atau 23 Ruwah, sementara yang lain melaksanakannya pada hari ke-10 bulan Rajab.
Meskipun terdapat perbedaan waktu pelaksanaan, inti dari tradisi ini tetap sama, yaitu untuk menghormati leluhur serta mempererat hubungan sosial di antara masyarakat.
Setiap daerah juga memiliki sebutan yang berbeda untuk tradisi ini. Di Banyumas dikenal dengan nyadran, di Boyolali dan Temanggung disebut sadranan, sedangkan di Jawa Timur lebih dikenal dengan nama manganan atau sedekah bumi.
Pelaksanaan tradisi nyadran terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yang menjadi bagian penting dalam budaya masyarakat Jawa.
ADVERTISEMENT
Ziarah kubur menjadi kegiatan utama dalam tradisi ini, di mana masyarakat mengunjungi makam leluhur untuk membersihkannya serta mendoakan arwah mereka.
Pembersihan makam dilakukan dengan cara mencabut rumput liar, menyapu area sekitar, serta menata kembali batu nisan agar terlihat lebih rapi.
Setelah itu, doa bersama dilakukan dengan dipimpin oleh tokoh agama atau sesepuh desa.
Tujuan dari ziarah ini bukan hanya sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, tetapi juga untuk mengingatkan masyarakat akan kehidupan setelah kematian dan pentingnya mendoakan orang yang telah tiada.
Selain ziarah kubur, masyarakat juga melakukan padusan atau mandi besar di sungai maupun sumber mata air.
Kegiatan ini melambangkan penyucian diri sebelum memasuki bulan suci Ramadan, baik secara lahir maupun batin.
ADVERTISEMENT
Air yang digunakan dalam padusan dipercaya memiliki makna spiritual yang dapat membersihkan segala bentuk keburukan sebelum memasuki bulan penuh ibadah.
Biasanya, kegiatan ini dilakukan secara beramai-ramai di tempat pemandian umum atau sungai yang dianggap memiliki nilai sakral.
Tidak hanya membersihkan diri secara pribadi, masyarakat juga bergotong royong membersihkan lingkungan sekitar sebagai bagian dari tradisi nyadran.
Pembersihan ini mencakup tempat ibadah, area pemakaman, hingga lingkungan rumah dan jalan desa.
Tradisi ini mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan serta memperkuat semangat kebersamaan di antara warga.
Dengan bergotong royong, masyarakat tidak hanya menciptakan lingkungan yang lebih nyaman, tetapi juga mempererat hubungan sosial antarwarga.
Sebagai bagian dari tradisi nyadran, kenduri atau selamatan juga menjadi momen penting yang memperkuat rasa kebersamaan.
ADVERTISEMENT
Warga berkumpul di balai desa, masjid, atau rumah tokoh adat untuk menggelar doa bersama serta makan bersama.
Hidangan yang disajikan dalam kenduri umumnya berupa nasi tumpeng, aneka lauk, serta jajanan khas daerah. Makanan ini memiliki makna simbolis sebagai bentuk rasa syukur atas berkah yang telah diberikan Tuhan.
Kenduri ini juga menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga, memperkuat persaudaraan, serta memperkokoh nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat.
Meskipun zaman terus berubah, tradisi nyadran tetap bertahan sebagai bagian dari budaya yang diwariskan turun-temurun. Masyarakat masih mempertahankan tradisi ini karena memiliki makna yang mendalam, baik dalam aspek sosial maupun spiritual.
Selain sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, tradisi ini juga menjadi sarana untuk mempererat hubungan antarwarga serta menjaga nilai-nilai kebersamaan.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, tradisi nyadran menjadi salah satu warisan budaya yang harus tetap dilestarikan agar tidak hilang ditelan perkembangan zaman. (Shofia)