Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tradisi Ojung Masyarakat Situbondo dan Madura untuk Meminta Hujan
14 September 2024 22:40 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Berdasarkan website resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, dalam kebudayaan.kemdikbud.go.id, upacara adat ojung merupakan upacara adat milik Desa Bugeman, Kecamatan Kendit, Kabupaten Situbondo.
Tradisi ini berakar dari masyarakat Madura, yang sudah diteruskan sejak masa pemerintahan Aria Wiraraja, pemimpin pada abad ke-13 M di Jawa dan Madura.
Tradisi Ojung Masyarakat Situbondo dan Madura
Seperti dikatakan sebelumnya, tradisi ojung merupakan sebuah upacara adat berupa pertandingan antara 2 orang dewasa. Kedua pemain harus saling memukul tubuh lawannya dengan menggunakan senjata rotan.
Meskipun terdengar mengerikan, tradisi ini punya makna tersendiri bagi masyarakat Desa Bugeman dan juga masyarakat Madura . Berikut ulasan selengkapnya.
Makna Ojung
Upacara adat dan permainan ojung, secara historis adalah sebuah gelar doa untuk mendatangkan hujan atau sumber mata air. Ojung juga menjadi ritual yang sakral untuk menyatakan rasa syukur terhadap Tuhan dan harapan agar terhindar dari bencana alam.
ADVERTISEMENT
Pada zaman dulu, ojung bahkan merupakan sarana latihan kanuragan bagi prajurit kerajaan Majapahit. Saat ini, ojung juga sudah menjadi sebuah pertunjukan hiburan yang ditampilkan di panggung terbuka.
Pelaksanaan Ojung
Dalam pelaksanaannya, ojung digelar di sebuah panggung buatan berukuran 1 x 2 meter. Panggung tersebut kemudian diberi batas tengah, yang ditempati 2 pemain.
Pemain ojung berjenis kelamin lelaki, diberi sejenis pecut atau cambuk rotan pada "ojung" atau ujungnya.
Tentu saja, pemain ojung tidak hanya dibekali cambuk untuk menyerang. Pada tangan kiri pemain diberi pengaman, yang tentu saja berfungsi sebagai penangkis serangan. Tidak hanya itu, pada bagian kepala juga diberi pengaman khusus.
Seperti pada pertandingan lain, pada permainan ojung, juga ada seorang wasit. Wasit ini disebut dengan Kemlandang.
ADVERTISEMENT
Ketika kedua pemain telah siap, dimulailah adu cambuk antara kedua pemain. Sasaran cambukannya adalah tubuh bagian atas. Jumlah durasinya dibatasi antara tiga hingga lima kali adu cambuk.
Diketahui juga, pemain ojung bukan lelaki sembarangan. Pemain telah “diisi” secara ritual. Jadi tidak heran pemainnya dapat menahan sakit akibat pukulan dan sabetan.
Ojung sebagai Upacara Adat
Ojung masih digunakan sebagai upacara adat. Hal ini dilakukan oleh masyarakat Desa Bugeman, Situbondo . Upacara adat ini dilakukan setahun sekali.
Warga desa akan berkumpul dan membawa aneka makanan dan sesaji hasil pertanian. Kemudian akan dilakukan arak-arakan, dan berakhir di tempat yang diyakini warga sebagai tempat yang sakral.
Dalam upacara, ojung memiliki syarat dan ketentuannya. Syarat dan ketentuannya adalah melakukan selamatan sehari sebelum acara dilaksanakan. Ojung juga dilakukan untuk memeringati Maulid Nabi Muhammad SAW.
ADVERTISEMENT
Berbagai hal yang perlu disiapkan dalam sesajian ojung, di antaranya nasi 7 warna, bunga 1000 macam, kepala sapi, kepala kambing dan kepala kerbau, 1000 tusuk sate.
Tidak lupa juga kue yang warnanya menyerupai warna 7 hewan buas, dan juga tempat yang dipergunakan untuk menaruh sesajen yaitu legin yang terbuat dari bambu.
Setelah prosesi selamatan selesai, masyarakat Bugeman membawa sesajen itu dari rumah Kepala Desa menuju tempat panitenan atau rumah pemuka adat untuk didoakan dan memohon kepada Sang Kuasa.
Hal ini dilakukan sebagai simbol rasa syukur atas tercapainya tujuan masyarakat Desa Bugeman.
Ojung sebagai Permainan
Selain sebagai upacara adat, kini, ojung juga dilakukan sebagai sebuah permainan maupun pementasan. Pemain ojung, tentu saja dibayar dengan sejumlah uang.
ADVERTISEMENT
Permainan dan pementasan ojung biasanya akan berkeliling ke beberapa desa. Permainan dan pementasan ini, biasanya akan libur sejenak ketika bulan Ramadhan tiba. Bila pementasan belum usai, setelah Hari Raya Idul Fitri akan dilanjutkan.
Itu tadi ulasan mengenai tradisi ojung, sebuah upacara adat dalam bentuk pertandingan yang masih terus dilaksanakan. Terutama, bagi masyarakat Desa Bugeman. Upacara adat ini memiliki nilai dan kesakralannya sendiri. (Bren/F)