Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Presiden dan Wakil Presiden Mestinya Dwi-Tunggal
9 Oktober 2023 15:53 WIB
Tulisan dari Yudhi Andoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
UUD kita memberi sedikit peran kepada wakil presiden . Setidaknya hal ini mengemuka di depan mata publik. Kita masyarakat tak merasakan langsung dampak kehadiran seorang wakil presiden. Padahal dalam sejarah wakil presiden pernah menduduki posisi vital dalam tatanan kenegaraan kita.
ADVERTISEMENT
Sejak awal jabatan wakil presiden dalam sejarah kekuasaan di negeri kita bukanlah pendamping, bahkan pembantu kepala pemerintahan. Ia adalah bagian dari kekuasaan itu sendiri. Hal ini tampak pada sejarah keberadaan Dwi-Tunggal Sukarno-Hatta.
Konsepsi Dwi-Tunggal merupakan temuan demokrasi terpenting dalam pembagian kekuasaan eksekutif di tingkat tertinggi. Indonesia tidak mengenal praktik kepresidenan yang dianut Eropa seperti Perancis, atau Amerika Serikat.
Konsepsi Dwi-Tunggul merupakan perasan praktik demokrasi modern di Indonesia yang tangguh mengelola keberagaman negeri ini. Dwi-Tunggal sejak era Perang Kemerdekaan sampai mundurnya Bung Hatta sebagai wakil presiden pada 1956 telah memberi andil bagi integrasi nasional.
Dwi-Tunggal mampu meredam konflik antar-elite yang hampir menghancurkan tatanan politik kala Belanda tengah sangar pasca penolakan mereka terhadap Perjanjian Renville. Sjahrir yang menjadi sasaran amuk para elite dan tentara hampir saja putus nyawa bila Dwi-Tunggal Sukarno-Hatta tidak meminta dia kembalikan ke Jakarta.
ADVERTISEMENT
Dwi-Tunggal juga berhasil meredam perpecahan rakyat di tengah perang melawan tentara kala PKI melakukan kudeta di Madiun. Dwi-Tunggal pun turun menyatakan pesan singkat bersejarah: pilih “Sukarno-Hattta atau Amir Syarifuddin”?
Efek pernyataan singkat dari Dwi-Tunggal itu pun luar biasa. Rakyat segera menyatakan tunduk dan patuh pada Dwi-Tunggal dan bersama TNI menggulung PKI-Muso di Madiun. Pemberontakan PKI-Madiun pun gagal dan Musso akhirnya terbunuh.
Hal paling mendasar dari kiprah Dwi-Tunggal adalah pembagian tugas dan wewenang antara Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta tanpa konsepsi hierarki kekuasaan. Bung Hatta setidaknya menjadi aktor sejarah penting terhadap dua peristiwa yang sangat menentukan jalannya demokrasi dan kedaulatan di negeri ini.
Pertama, sebagai Dwi-Tunggal, Bung Hatta menandatangani Maklumat No. X Wakil Presiden tentang BP-KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) bertindak sebagai DPR (badan legislatif). Maklumat ini menandai perubahan tata negara kita yang pertama, yang kemudian dibarengi dengan pembentukan kabinet parlementer pertama pimpinan Sutan Sjahrir.
ADVERTISEMENT
Kedua, Wakil Presiden Hatta yang menjadi ketua delegasi penyerahan/ pengakuan kedaulatan di depan ratu Belanda pada akhir 1949 sebagai pelaksanaan perjanjian Roem-Rojen. Bung Hatta sebagai wakil Indonesia membuat beberapa kesepakatan penting, dan salah satunya soal adanya utang Indonesia pada Belanda semasa berkecamuknya perang Revolusi 1945-1949.
Meski Dwi-Tunggal mengesankan kesetaraan kekuasaan presiden dan wakilnya. Namun wakil presiden dalam konsepsi Dwi-Tunggal Sukarno-Hatta tetap memiliki batasan. Batasan utama itu adalah integritas dan etis. Ketika Bung Hatta tak lagi bisa sejalan dengan cara-cara Sukarno menjalankan kekuasaan eksekutif, ia mengundurkan diri.
Bung Hatta memberi kesempatan pada Sukarno membuktikan konsepsi kekuasaan atas nama rakyatnya. Dan sejarah telah mencatat apa yang telah dilakukan Sukarno ketika memegang kekuasaan absolut sepanjang periode 1960-1966.
ADVERTISEMENT
Hari ini MPR/DPR patut mempertimbangkan konsepsi Dwi-tunggal ini sebagai praktik kekuasaan di level pemerintahan tertinggi. Bagaimanapun sejarah Dwi-Tunggal di negeri ini sangat masyhur sebagai praktik pembagian kekuasaan antara presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.