Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Intip Bangunan Cagar Budaya Berumur 308 Tahun di Depok
15 Juli 2021 13:10 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sekar Aqillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Depok termasuk kota yang masih cukup muda, disahkan pada tahun 1999. Dahulu Depok merupakan salah satu kecamatan kabupaten Bogor. Jauh sebelum disahkannya kota ini, Depok sudah memiliki peradaban sebagai tanah perkebunan yang dimiliki oleh salah seorang keturunan Belanda pada zaman kependudukan VOC bernama Cornelis Chastelein.
ADVERTISEMENT
Peninggalan peradaban itu masih dapat dijumpai di Jalan Pemuda, Pancoran Mas, Depok. Tepat di mulut jalan terdapat gapura bertuliskan ‘Depok’ beserta lambang Kota Depok di tengah-tengahnya. Di antara ramainya mobil dan motor, berjejer pula becak-becak di sisi jalan menunggu penumpang dan ada pula yang hilir mudik di sepanjang jalan.
Untuk mengetahui lebih banyak seputar Cornelis Chastelein maka tempat yang wajib dikunjungi adalah kantor Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein yang berada di Jl. Pemuda No.72, Pancoran Mas, Depok. Pada tahun 2019 bangunan ini resmi ditetapkan sebagai cagar budaya. Bangunan ini berdampingan dengan lapangan luas dan SMP Kasih di sekelilingnya.
Bangunan ini tetap mempertahankan bentuk aslinya, walaupun sempat mengalami restorasi. Kantor yayasan ini berwarna putih dengan pintu dan jendela besar khas rumah zaman dulu. Terdapat beberapa kursi kayu, papan pengumuman, dan buku tamu di serambi kantor. Sangkar burung tergantung selaras di kanan dan kiri serambi. Taman kecil yang bersisihan dengan jalan setapak menuju pintu masuk ke SMP Kasih menghiasi bagian depan bangunan.
ADVERTISEMENT
Saat memasuki bangunan, pengunjung hanya dapat melihat-lihat bagian ruang rapat yang berada tepat setelah pintu utama. Di sana tersusun rapi beberapa barang yang berkaitan dengan Cornelis Chastelein. Yang paling menarik perhatian adalah meja panjang di tengah ruangan dengan 12 kursi mengelilinginya. Pada masing-masing kursi menempel 12 nama marga di atas plakat kecil.
Cikal bakal lahirnya 12 marga itu setelah Cornelis Chastelein wafat. Dia mewasiatkan tanahnya diberikan kepada budak-budaknya yang kebanyakan dari timur Indonesia untuk kesejahteraan hidup mereka selepas dia tiada. Nama 12 marga tersebut di antaranya Jonathan, Soedira, Laurens, Bacas, Loen, Isakh, Samuel, Leander, Joseph, Tholense, Jacob dan Zadokh.
Pada dinding ruangan pun tergantung foto-foto beberapa pemimpin komunitas dari tahun ke tahun. Ada pula foto peninggalan yang berkaitan dengan bangunan dan masyarakat yang menjadi bagian dari Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein. Seperti yang diketahui bahwa Cornelis seorang protestan yang taat dan bangunan ini dulunya rumah pastori, sehingga tidak heran di dalam ruangan pun tergantung lambang salib.
Pojok kanan ruang rapat diletakkan lemari kaca yang berisi miniatur tugu Cornelis Chastelein yang dibangun di depan Rumah Sakit Harapan Depok dan empat benda lainnya. Sedangkan pada pojok kiri ruangan terdapat sebuah meja dan bangku sekolah yang kerap digunakan zaman dulu. Meja itu berbentuk menurun dengan bangku panjang yang memiliki sandaran.
ADVERTISEMENT
Ruang rapat itu terhubung dengan ruangan lain yang saat ini berfungsi sebagai kantor. Puas melihat-lihat bagian dalam, bila kembali ke serambi, maka dengan jelas terlihat bagian atas gereja Protestan di Indonesia bagian Barat Jemaat “Immanuel” Depok, salah satu gereja terbesar di sepanjang Jalan Pemuda Depok.
“Dulu untuk memanggil 12 marga berkumpul di rumah ini dengan bunyiin lonceng dari gereja itu,” kata Fredik, sekretaris Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein.
Depok memiliki harta karun yang masih terjaga dengan baik dan dapat membaur dengan kehidupan modern Kota Depok di Jalan Pemuda. Kehadiran YLCC yang lebih dulu dibanding Kota Depok mengambil peran penting dalam merawat aset-aset sejarah terutama bangunan kantor yang sudah berusia 308 tahun. (Sekar Aqillah Indraswari/Politeknik Negeri Jakarta)
ADVERTISEMENT