Pemerasan Bupati Kuansing oleh Kajari: Minta Rp 1 M agar Nama Andi Putra Hilang

Konten Media Partner
18 Juni 2021 21:19 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ANDI Putra (kiri) bersama Suhadriman Amby (kanan) berjalan bersama Gubernur Riau, Syamsuar, jelang pelantikan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kuantan Singingi (Kuansing).
zoom-in-whitePerbesar
ANDI Putra (kiri) bersama Suhadriman Amby (kanan) berjalan bersama Gubernur Riau, Syamsuar, jelang pelantikan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kuantan Singingi (Kuansing).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
SELASAR RIAU, PEKANBARU - Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Andi Putra, menyebut dirinya diperas terkait dugaan korupsi 6 kegiatan di Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kuansing. Uang diminta sebanyak Rp 1 miliar.
ADVERTISEMENT
Dugaan pemerasan itu dilaporkan Andi Putra didampingi kuasa hukumnya Dodi Fernando ke Bagian Pengawasan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Jumat (18/6/2021). Andi Putra juga membawa orang disebut disuruh meminta uang.
"Saya melaporkan Kajari Kuansing terhadap dugaan pemerasan terhadap saya. Semoga dengan laporan saya ini, Pak Kajati bisa menindaklanjuti dengan bijaksana," ujar Andi Putra ketika dijumpai usai melapor di Kejati Riau.
Sementara itu kuasa hukum Andi Putra, Dodi Fernando, menjelaskan kliennya diperas Rp 1 miliar. Permintaan uang dilakukan melalui oknum pegawai Kejari Kuansing.
"Pemerasan kepada Pak Bupati disuruh melalui oknum pegawai kejaksaan dengan dalil meminta uang Rp 1 miliar untuk menghilangkan nama Pak Bupati dari surat dakwaan agar tak dipanggil ke Pengadilan Tipikor," ujar Dodi.
ADVERTISEMENT
Permintaan uang dilakukan, tuturnya, ketika Andi Putra masih mencalonkan diri sebagai Bupati Kuansing.
"Pertama diminta Rp 1 miliar tidak dipenuhi, kemudian diminta lagi Rp 500 juta, tapi tidak juga dipenuhi Pak Bupati," kata Dodi.
Ia menyebut ada permintaan uang dalam penanganan kasus dugaan korupsi tunjangan pimpinan dan perumahan anggota DPRD Kuansing. Uang diminta Rp 400 juta.
"Sekretaris Dewan Kuansing sudah dipanggil oleh Kejaksaan. Waktu itu ada oknum kasi (kepala seksi) menangani kasus ini meminta ini dikoordinasikan segera, diminta sampai 22 Juni (2021)," tutur Dodi.
Disebutkan uang Rp 400 juta diminta, Rp100 juta untuk oknum kasi dan Rp 300 juta untuk oknum pimpinan di Kejari Kuansing.
"Bila tidak dipenuhi, maka semua akan diproses hukum dan seluruh tunjangan DPRD akan diperiksa dan diobok-obok oleh pihak Kejari Kuansing," tutur Dodi.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaska, tidak menghalangi proses penegakan hukum dilakukan Kejari Kuansing. Namun, penegakan hukum hendaknya dilakukan sesuai KUHAP. "Tidak ada upaya kriminalisasi ditunggangi oleh kepentingan politik usai Pilkada," tuturnya.
Ditanya bukti-bukti disertakan dalam laporannya, Dodi tidak bisa menyebutkan. Menurutnya, bukti dibawa ke Kejati baru beberapa orang saksi.
"Termasuk ada satu mantan pegawai Kejari yang disuruh Pak Kajari untuk meminta uang," jelasnya.
Bantah Lakukan Pemerasan
Sementara itu, Kepala Kejari Kuansing, Hadiman, membantah melakukan pemerasan terhadap Andi Putra. Hingga saat ini, penanganan kasus dugaan korupsi 6 kegiatan di Setdakab Kuansing masih berjalan.
"Tidak ada lah (pemerasan). Uang Rp 1 miliar pun saya dikasih, mau disuap saya tak mau. Ada buktinya, orang mau coba (suap). Kasus sedang bergulir," tegas Hadiman.
ADVERTISEMENT
Ia membantah menyuruh orang meminta uang dalam kasus di DPRD Kuansing. "Tidak benar itu," kata Hadiman.
Terkait oknum honorer, Oji Darwanto, mengatasnamakan Kajari saat meminta uang, Hadiman mengetahuinya. Diduga ada unsur sakit hati hingga bersangkutan membawa-bawa namanya untuk meminta uang.
"Honorer itu dulu tinggal di rumah saya. Jadi ajudan saya. Di rumah dia makan, tidur di rumah, bareng ke kantor, ngetik-ngetik. Dulu di Pidsus juga sebelum jadi Kajari. Difasilitasi," tutur Hadiman kepada kontributor Selasar Riau.
Menurut keterangan sejumlah pihak, honorer itu suka membocorkan rahasia dan dokumen penyelidikan dan penyidikan kasus di Pidana Khusus. Tindakannya membuka rahasia negara dinilai sudah keterlaluan.
"Belum dipanggil, sudah tahu orang. Akhirnya, mau tak mau kita keluarkan, saya pecat. Masa honorer bocor-bocorkan dokumen," tegas Hadiman.
ADVERTISEMENT
Diduga karena dipecat, honorer itu sakit hati dan mengaku disuruh meminta uang. "Mungkin saja seperti itu. Saya pecat dia karena bocorkan dokumen bukan disuruh minta duit," pungkasnya.