Konten dari Pengguna

Sekolah Literasi Feminis Batch 3: Ruang Terbuka Perempuan untuk Bercerita

Selvia Parwati Putri
Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 November 2022 16:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Selvia Parwati Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto bersama pemateri, Hegel Terome, setelah penyampaian materi mengenai “Sejarah Feminisme” (Foto: dokumentasi pribadi).
zoom-in-whitePerbesar
Foto bersama pemateri, Hegel Terome, setelah penyampaian materi mengenai “Sejarah Feminisme” (Foto: dokumentasi pribadi).
ADVERTISEMENT
Sekolah Literasi Feminis batch 3 diselenggarakan oleh Lingkar Studi Feminis di Kampung Rimbun, Serpong. Ini dilaksanakan pada Jumat (15/7/22).
ADVERTISEMENT
Peserta yang hadir datang dari berbagai daerah. Mulai dari Purwakarta, Sukabumi, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Jakarta, sampai Sulawesi Selatan, mewarnai acara yang disingkat dengan SELF batch 3 pada tahun ini.
Sekolah Literasi Feminis merupakan salah satu program dari Lingkar Studi Feminis. Pada tahun ini, SELF mengusung tema "Dengan Literasi Feminis, Ayo Bangun Pergerakan Melawan Kekerasan Seksual".
Lingkar Studi Feminis merupakan sebuah komunitas yang berdiri pada tahun 2019 yang memakai pisau analisis feminisme untuk menelaah isu kesetaraan gender dan ingin mematahkan konstruksi patriarki yang masih mengakar pada pola pikir masyarakat Indonesia.
Pada hari pertama, SELF batch 3 diawali oleh instruksi dari panitia agar peserta menuliskan harapan dan kekhawatiran sebelum atau setelah mengikuti acara.
ADVERTISEMENT
Peserta menulis di sebuah catatan berwarna merah untuk diisi harapan, dan catatan kecil berwarna hijau untuk diisi kekhawatiran.
Semua harapan dan kekhawatiran peserta ditempel dalam karton sesuai warna untuk kemudian dipasang di dinding yang mudah terlihat oleh mata.
Materi yang didapat peserta pada hari pertama dimulai dari pemaparan mengenai “Sejarah Feminisme, "Sejarah Gerakan Perempuan di Indonesia", dan “Feminisme sebagai Ideologi dan Prinsip Perjuangan” dengan sesi tanya jawab di setiap pemaparan materi.
Pemaparan mengenai sejarah feminisme disampaikan langsung oleh Hegel Terome dari Divisi Knowledge Management Kalyanamitra. Bang Hegel, sapaan akrabnya, menyampaikan dengan detail apa itu feminisme, bagaimana sejarah terbentuknya, mengapa kita membutuhkan ideologi feminis, aliran-aliran feminisme, dan lain sebagainya.
“Feminisme ini memerlukan dukungan kolektif yang sistematis, struktural, dan masif. Gerakan feminisme di Indonesia belum akan selesai karena problem ketimpangan, ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan penindasan masih berlangsung dan terus terjadi,” ucap Bang Hegel.
ADVERTISEMENT
Materi kedua mengenai sejarah gerakan perempuan dipaparkan oleh Ayu Anastasia, seorang Researcher di Women Research Institute.
Ayu memaparkan bagaimana Gerwani yang dihujani stigma, fitnah, dan banyak kekeliruan.
Perempuan berhijab hitam itu mengatakan bahwa sejatinya Gerwani dijadikan alat politik dan dimanfaatkan oleh Soekarno.
Menurutnya, Gerwani mulai terlihat saat Orde Baru, dan Gerwani dibenci karena ingin menumpaskan pemikiran laki-laki yang keliru. Cita-cita Gerwani ialah di antaranya menolak poligami, pendidikan perempuan, dan pemberdayaan perempuan.
“Kepemimpinan anak muda muncul dan gerakan untuk perempuan akan terus tumbuh. Mendapatkan literasi tentang feminisme sejak muda itu sudah sangat bagus, jadi manfaatkan pergerakan kalian,” pungkas Ayu di akhir sesi penyampaian materi.
Selesai mendapatkan materi mengenai sejarah feminisme dan sejarah gerakan perempuan di Indonesia, peserta istirahat dengan diisi oleh kegiatan salat dan makan.
ADVERTISEMENT
Pemaparan materi terakhir di hari pertama dipaparkan langsung oleh pencetus komunitas Lingkar Studi Feminis, yakni Eva Nurcahyani. Kak Eva, panggilan akrabnya, menyampaikan mengenai “Feminisme sebagai Ideologi dan Prinsip Perjuangan”.
Di sana, peserta dibagi menjadi tiga kelompok untuk menelaah regulasi dalam UU ITE, UU Perkawinan, dan UU Pornografi. Setelah itu, perwakilan dari tiap kelompok memaparkan apa yang sudah ditelaah di depan forum.
Perwakilan kelompok dua sedang melakukan presentasi atas telaah regulasi yang sudah dikerjakan bersama mengenai UU Pornografi (Foto: dokumentasi pribadi).
“Secara tidak sadar, teman-teman sudah menggunakan pisau feminisme untuk menelaah regulasi dalam UU yang dibagikan tadi. Feminisme itu sebuah ideologi, cara pandang, dan teman-teman tadi sudah menerapkannya,” jelas Eva di akhir sesi.
Perempuan yang sedang menempuh pendidikan di STH Indonesia Jentera itu menambahkan bahwa feminisme bukanlah suatu hal yang kaku, feminisme akan terus berdinamika dan ia adalah sebuah cara pandang yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu tindakan.
ADVERTISEMENT