Konten dari Pengguna

Kurikulum: Menjadikan Siswa Sebagai Manusia Unggul atau Jadi Kelinci Percobaan?

SEP SUBHI
Guru Sejarah SMAN 1 Tegalwaru Karawang
17 November 2024 12:02 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SEP SUBHI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Upacara Pengibaran Bendera Hari Senin, 11 November 2024 di SMAN 1 Tegalwaru Kabupaten Karawang (Sumber: Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Upacara Pengibaran Bendera Hari Senin, 11 November 2024 di SMAN 1 Tegalwaru Kabupaten Karawang (Sumber: Dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
Di balik tembok-tembok sekolah dan tumpukan buku pelajaran (yang sudah jarang dibaca atau mungkin tidak pernah dibaca), tersembunyi sebuah sistem yang bertujuan mulia: menciptakan generasi penerus yang unggul dan siap menghadapi masa depan. Namun, di tengah idealisme tersebut, muncul pertanyaan kritis yang kian relevan di kalangan pendidik, siswa, dan orang tua: apakah kurikulum yang diterapkan saat ini benar-benar mempersiapkan siswa menjadi manusia unggul, atau justru menjadikan mereka kelinci percobaan dalam labirin kebijakan pendidikan?
ADVERTISEMENT
Paradigma Pendidikan dan Harapan Masyarakat
Pendidikan telah lama menjadi pilar utama dalam pembentukan karakter dan kompetensi individu. Sejak era Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara dengan semboyan "Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani", pendidikan di Indonesia diarahkan untuk mengembangkan potensi setiap siswa secara holistik. Namun, seiring berjalannya waktu, kurikulum yang diterapkan sering kali mengalami perubahan signifikan, menyesuaikan dengan dinamika global dan kebutuhan pasar kerja.
Masyarakat berharap bahwa setiap perubahan kurikulum akan membawa perbaikan dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang menjadi individu yang kritis, kreatif, dan berdaya saing. Akan tetapi, apakah harapan ini selalu terpenuhi?
Akhir-akhir ini lagi rame di medsos banyak anak SMP (SLTP) dan bukan hanya anak SMP tapi juga siswa SLTA yang belum bisa baca tulis ditambah lagi lemahnya matematika dasar. Pertanyaan yang muncul siapa yang salah? Bagaimana terbentuk individu yang kritis, kreatif, dan berdaya saing jika kondisi seperti?
ADVERTISEMENT
Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Tantangan Implementasinya
Saat ini, kurikulum berbasis kompetensi menjadi salah satu pendekatan utama dalam sistem pendidikan di Indonesia. Namun, perjalanan menuju sistem pendidikan yang ideal telah melalui berbagai perubahan kurikulum, masing-masing dengan fokus dan tantangannya sendiri.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP yang diperkenalkan pada tahun 2006 memberikan kebebasan kepada sekolah untuk merancang kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik lokal. Meskipun memberikan fleksibilitas, KTSP sering kali menghadapi tantangan dalam penyelarasan standar nasional dan pelatihan bagi guru untuk mengembangkan kurikulum yang efektif dan relevan.
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 atau K-13 diperkenalkan sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi dasar siswa yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kurikulum ini menekankan pada pembelajaran tematik dan integratif, serta penilaian otentik. Namun, implementasi K-13 dihadapkan pada masalah seperti kurangnya pemahaman dan pelatihan bagi guru, serta kendala dalam penyediaan sarana dan prasarana yang memadai.
ADVERTISEMENT
Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka yang diluncurkan sebagai bagian dari kebijakan Merdeka Belajar bertujuan untuk memberikan kebebasan lebih bagi sekolah dan guru dalam menyusun kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Kurikulum ini menitikberatkan pada pembelajaran berbasis proyek, pengembangan karakter, dan penguatan profil pelajar Pancasila. Meskipun menjanjikan, Kurikulum Merdeka juga menghadapi tantangan dalam hal penyesuaian dan adaptasi di lapangan, terutama bagi sekolah-sekolah di daerah terpencil.
Tantangan Implementasi Kurikulum
1. Pelatihan dan Dukungan bagi Guru. Guru adalah garda terdepan dalam proses pembelajaran, namun tanpa dukungan yang memadai, mereka sulit untuk menerapkan metode pengajaran yang inovatif dan interaktif. Pelatihan berkelanjutan dan dukungan teknis sangat dibutuhkan.
2. Tidak meratanya penyebaran Guru. Kondisi dan jumlah guru yang penyebarannya tidak merata antar sekolah atau antar daerah, apalagi bicara tentang masalah linieritas guru dengan mata pelajaran yang diampunya masih menjadi tantangan yang harus segera menjadi perhatian pengambil kebijakan.
ADVERTISEMENT
3. Tekanan pada Pencapaian Nilai dan Standar Nasional. Standar nasional yang sering kali mengesampingkan aspek-aspek penting lainnya dalam pendidikan, seperti pengembangan karakter dan keterampilan hidup. Akibatnya, siswa lebih fokus pada hasil akhir berupa nilai ujian daripada proses belajar itu sendiri.
4. Ketersediaan Sarana dan Prasarana. Implementasi kurikulum yang baik memerlukan sarana dan prasarana yang memadai. Banyak sekolah, terutama di daerah terpencil, menghadapi kendala dalam hal ini.
5. Partisipasi Aktif Pemangku Kepentingan. Partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan sangat penting untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik. Pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan siswa harus bekerja sama untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada.
Siswa: Manusia Unggul atau Kelinci Percobaan?
Pertanyaan kritis muncul: apakah perubahan kurikulum yang terus-menerus ini menjadikan siswa sebagai manusia unggul atau justru kelinci percobaan?
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, terdapat potensi besar bagi siswa untuk berkembang melalui berbagai pendekatan dan metode pengajaran yang diterapkan. Di sisi lain, frekuensi perubahan kurikulum dapat menciptakan kebingungan dan beban psikologis bagi siswa, yang harus terus beradaptasi dengan tuntutan baru.
Kesimpulan: Menuju Pendidikan yang Berkeadilan
Untuk menjawab pertanyaan ini, diperlukan evaluasi yang komprehensif dan berkelanjutan terhadap implementasi kurikulum. Partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan, mulai dari pemerintah, sekolah, guru, hingga orang tua dan siswa, sangat penting untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik.
Pendidikan bukanlah eksperimen, melainkan proses pembentukan karakter dan kompetensi yang harus didasarkan pada prinsip keadilan dan keberlanjutan. Hanya dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa setiap siswa berkembang menjadi manusia unggul yang siap menghadapi tantangan masa depan, bukan sekadar kelinci percobaan dalam labirin kebijakan pendidikan yang tak berujung.
ADVERTISEMENT