Konten dari Pengguna

Sejarah Glodok: Pecinan Bergengsi Era Belanda hingga Pusat Elektronik Jakarta

Seputar Jakarta
Mengulas serba serbi kota Jakarta, mulai dari sejarah, pariwisata, kebudayaan, dan lainnya.
12 April 2024 18:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Seputar Jakarta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejarah Glodok. Foto hanya sebagai ilustrasi. Sumber: Unsplash/Pradamas Gifarry.
zoom-in-whitePerbesar
Sejarah Glodok. Foto hanya sebagai ilustrasi. Sumber: Unsplash/Pradamas Gifarry.
ADVERTISEMENT
Glodok adalah kawasan pecinan di Jakarta, yang memiliki nilai sejarah yang panjang. Sejarah Glodok yang panjang ini, menjadi bagian pertumbuhan ekonomi Indonesia, sejak masa penjajahan hingga masa modern.
ADVERTISEMENT
Bagi masyarakat Jakarta, saat ini kawasan Glodok dikenal sebagai sentra elektronik dan area cagar budaya masyarakat Tionghoa. Terdapat pusat perbelanjaan megah yang menjual aneka elektronik hingga tetap eksisnya Klenteng atau Vihara Dharma Bakti.

Sejarah Glodok, Pecinan Era Belanda

Sejarah Glodok. Foto hanya sebagai ilustrasi. Sumber: Unsplash/Septian setiawan.
Sejarah Glodok sempat bersinar di era Belanda. Berdasarkan buku Betawi Queen of the East, Alwi Shahab (2002:70-75), pada tahun 1741, Belanda membuat pemukiman khusus untuk masyarakat Tionghoa.
Namun, sejarah pecinan Glodok di Jakarta ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Ada kisah kelam mengenai suku Tionghoa di Batavia, yang melatarbelakangi didirikannya Glodok.

Pembantaian Habis-Habisan Etnis Tionghoa oleh Belanda

Dibangunnya kawasan pecinan Glodok ini, tidak luput dari sejarah pembantaian habis-habisan etnis Tionghoa oleh Belanda. Pembantaian ini dikarenakan masifnya kedatangan masyarakat Tionghoa ke Batavia dan jatuhnya nilai gula dunia.
ADVERTISEMENT
Jatuhnya nilai jual gula, membuat usaha-usaha perkebunan gula Tionghoa di sekitar Batavia banyak memecat orang-orang Tionghoa. Oleh karenanya, kriminalistas merajalela.
Puncaknya terjadi pada 8 Oktober 1740. Orang-orang Tionghoa bersenjata sekadarnya mencoba menyerang pemerintah Hindia Belanda. Singkatnya, pemerintah menugaskan pasukannya untuk ‘menghabisi’ orang-orang Tionghoa.

Dibuatnya Kawasan Khusus Kaum Tionghoa Baru Dekat Ciliwung

Pasca hal tersebut, kedatangan orang-orang Tionghoa dan juga masyarakat yang masih ‘tersisa’ dibuatkan wilayah khusus baru, agar pemerintah Hindia Belanda dapat mengontrol penuh kawasan ini.
Warga Tionghoa di Batavia dipaksa untuk tinggal dan beraktivitas hanya di dalam kawasan tersebut.
Kemudian, aturan “Wijkenstelsel” dikeluarkan pula oleh pihak Belanda saat itu. Aturan ini menetapkan warga Tionghoa hanya boleh bermukim di tempat yang ditentukan dan memerlukan ijin khusus jika hendak keluar dari kawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, konsentrasi warga Tionghoa terkumpul di sebuah lokasi.
Kawasan pecinan baru yang didirikan Belanda inilah yang menjadi cikal bakal kawasan Glodok di Batavia atau Jakarta saat ini.

Asal Mula Nama Glodok: Mulanya Dikenal dengan Pancoran

Kawasan pecinan baru terletak tidak jauh dari sebuah penampungan air dengan pancuran dari Kali Ciliwung yang mengucurkan air melalui pancuran kayu dari ketinggian 10 kaki. Pancuran ini dibuat sekitar 1670-an.
Oleh karena pecinan ini berada dekat dengan pancuran air tersebut, kawasan ini dikenal dengan nama Pancoran.
Sedangkan, nama Glodok asal muasalnya terbentuk karena pancuran tersebut sering berbunyi 'gluduk-gluduk', lalu masyarakat setempat menyebutnya Glodok.

Kawasan ‘Elit Minoritas’

Pertumbuhan ekonomi Hindia Belanda berangsur membaik. Hal ini juga berkat masyarakat Tionghoa, karena kepiawaiannya dalam berdagang.
Warga Tionghoa di Hindia Belanda menjadi perantara antara importir kulit putih dengan masyarakat pribumi. Bagi orang Belanda, warga Tionghoa jelas memiliki kasta lebih tinggi dibandingkan orang pribumi. Kaum Tionghoa saat itu menjadi masyarakat kelas dua.
ADVERTISEMENT
Sedangkan bagi masyarakat pribumi, orang Tionghoa dianggap sebagai kaki tangan Belanda. Karenanya pula, masyarakat Tionghoa menjadi kaum ‘elit minoritas’ di Hindia Belanda.
Tidak hanya berdagang dan menjadi perantara, kaum Tionghoa di Hindia Belanda juga dijadikan sebagai pejabat lokal dan memiliki pangkat seperti Letnan Cina, Kapten Cina hingga Mayor Cina.

Akhir Masa Kejayaan Pecinan di Era Belanda hingga Jatuh ke Tangan Jepang

Seperti diketahui, meski telah lama berkuasa di tanah Indonesia, kekuasaan Belanda pun jatuh. Saat itu, tentara Jepang menguasai Indonesia dan mengambil hati warga pribumi, dengan membuat kasta orang Eropa menjadi lebih rendah, bahkan dari warga pribumi.
Hal ini membuat sebuah penjara di kawasan Glodok disulap menjadi kamp interniran atau tempat tinggal warga Eropa pasca kekuasaan Belanda jatuh.
ADVERTISEMENT
Penjara di Glodok, yang pernah menjadi tempat penahanan Bung Hatta itu, disulap menjadi tempat tinggal warga interniran yang ditangkap dan disiksa oleh Jepang. Warga interniran ini tinggal, mandi dan melakukan segala kegiatannya dari tempat ini.

Glodok: Orde Lama, Orde Baru hingga Kini

Sejarah Glodok. Foto hanya sebagai ilustrasi. Sumber: Unsplash/Jass (akajassd) Hernandez.
Selepas Indonesia merdeka dan Jepang meninggalkan Indonesia, kawasan Glodok semakin luas hingga batasan kawasan ini sudah tidak jelas lagi. Namun, kawasan ini menjadi salah satu pusat perniagaan dalam jual beli barang elektronik di Jakarta.
Meskipun tumbuh subur, namun selama Orde Lama dan Orde Baru, pemerintah Indonesia memberlakukan aturan-aturan diskriminatif terhadap masyarakat Tionghoa dan keturunannya.
Kondisi tersebut memuncak saat terjadi tragedi kerusuhan Mei 1998. Glodok yang merupakan kawasan perniagaan dan pusat berkumpulnya keturunan Tionghoa, jadi sasaran kekerasan dan penjarahan oleh warga yang melakukan kerusuhan.
ADVERTISEMENT

Glodok Kini

Meskipun memiliki sejarah yang cukup kelam, kawasan Glodok mampu bangkit. Bahkan pada tahun 2000-an, selepas krisis moneter, Glodok tetap harum sebagai pusat elektronik di Jakarta.
Seiring perkembangan zaman, pusat perdagangan elektronik saat ini masih beroperasi. Glodok juga dikenal sebagai tempat wisata pecinan Jakarta paling tua hingga menjadi tempat berburu kuliner makanan-makanan Tionghoa-Indonesia.
Selain itu, kawasan Glodok kini juga terus menerus dilestarikan, dijaga nilai sejarahnya dan telah dikukuhkan sebagai desa wisata berupa kawasan pecinan di Jakarta oleh Kemenparekraf tahun 2022.
Sejarah Glodok ini menarik untuk diketahui. Masyarakat dapat lebih mengenal kawasan pecinan tua di Jakarta itu dan menghargai sejarah, yang juga menjadi bagian dari pertumbuhan ekonomi Jakarta dan Indonesia. (Fitri A)
ADVERTISEMENT