Konten dari Pengguna

Sejarah Keraton Kartasura Sukoharjo dan Kondisinya Saat Ini

Seputar Solo
Artikel yang membahas tentang Kota Solo
12 Januari 2025 11:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Seputar Solo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejarah Keraton Kartasura. Foto hanya ilustrasi, bukan tempat sebenarnya. Sumber: unsplash.com/Fuad Najib
zoom-in-whitePerbesar
Sejarah Keraton Kartasura. Foto hanya ilustrasi, bukan tempat sebenarnya. Sumber: unsplash.com/Fuad Najib
ADVERTISEMENT
Keraton Kartasura adalah salah satu situs bersejarah yang lokasinya terletak di Kabupaten Sukoharjo. Sejarah Keraton Kartasura tersebut berkaitan dengan Kerajaan Mataram Islam.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari buku Babad Tanah Jawi. Soejipto Abimanyu, (2024: 342), Kasunanan Kartasura berdiri setelah Kerajaan Mataram Islam mengalami keruntuhan oleh Amangkurat II.

Sejarah Keraton Kartasura di Sukoharjo

Sejarah Keraton Kartasura. Foto hanya ilustrasi, bukan tempat sebenarnya. Sumber: unsplash.com/Fala Syam
Keraton Kartasura adalah situs bersejarah berupa kerajaan penerus Kerajaan Mataram Islam. Sejarah Keraton Kartasura bermula dari keruntuhan Kesultanan Mataram akibat pemerintahan Sultan Amangkurat I yang sewenang-wenang. Untuk lebih jelasnya, berikut uraian sejarahnya berdasarkan buku bertajuk Babad Tanah Jawi. Soejipto Abimanyu, (2024: 342-356).

1. Keruntuhan Kesultanan Mataram

Amangkurat I terlibat pertikaian dengan putranya, Adipati Anom dan membuat putranya tersebut menggunakan Trunojoyo asal Madura untuk mengkudeta ayahnya di tahun 1670. Pemberontakan Trunojoyo ini membuatnya sulit dikendalikan, sampai akhirnya Istana Mataram yang berada di Plered diserbu para pemberontak di tahun 1677.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, Amangkurat I kabur bersama Adipati Anom dan meninggal di perjalanan. Sebelum meninggal, Amangkurat I berwasiat agar putranya tersebut meminta bantuan kepada VOC untuk mengalahkan Trunojoyo sekaligus merebut takhtanya kembali.

2. Pengangkatan Amangkurat II

Adipati Anom berhasil melakukan kerja sama dengan VOC dan menandatangani Perjanjian Jepara tahun 1677 yang isinya VOC akan membantu Adipati Anom dalam melawan Trunojoyo serta memperoleh imbalan untuk monopoli perdagangan di Pantai Utara Jawa.
Berkat bantuan VOC, Adipati Anom berhasil diangkat sebagai raja tanpa takhta dengan gelar Amangkurat II, sedangkan Trunojoyo akhirnya tertangkap tahun 1680 dan dihukum mati.

3. Membangun Istana Kartasura

Istana Mataram yang berada di Plered ternyata telah dikuasai putra lain dari Amangkurat I, yakni Pangeran Puger. Alhasil, Amangkurat II pun membangun kerajaan baru yang berlokasi di Hutan Wanakarta dan menamakannya sebagai Istana Kartasura. Amangkurat II menempati istana tersebut tahun 1680 dan menjadi pendiri dan raja pertama di Keraton Kartasura dengan periode 1680-1703.
ADVERTISEMENT

4. Perselisihan Amangkurat III dan Pakubuwana I

Keraton Kartasura mempunyai masa pemerintahan yang tak begitu lama dibandingkan kerajaan-kerajaan lainnya. Sepeninggal Amangkurat II tahun 1703, kekuasaan dialihkan pada putranya yang mendapat gelar Amangkurat III.
Sayangnya, di masa ini terjadi perselisihan dengan Pangeran Puger yang memperoleh dukungan dari banyak kalangan, termasuk para pejabat. Pada 1704, Amangkurat III akhirnya memerintahkan utusannya untuk membunuh Pangeran Puger dan keluarganya karena merasa terancam.
Sayangnya, Pangeran Puger lebih dulu kabur ke Semarang dan memperoleh dukungan dari VOC. Setelah itu, dirinya memperoleh gelar Pakubuwana I dan berupaya merebut Kartasura mulai tahun 1705 bersama para pasukannya. Upaya perebutan kekuasaan ini disebut dengan Perang Suksesi Jawa I.
Di sisi lain, Amangkurat III membangun aliansi di Ungaran di bawah pimpinan Pangeran Arya Mataram, pamannya sendiri yang ternyata mendukung Pakubuwana I. Setelah berhasil membujuk Amangkurat III untuk kabur, Pangeran Arya Mataram bergabung dengan kakaknya, Pakubuwana I dan terus memburu Amangkurat III serta pasukannya.
ADVERTISEMENT
Akibat penderitaan yang bertubi-tubi, akhirnya Amangkurat III menyerah di Surabaya tahun 1708 usai kabur ke berbagai kota. Dirinya akhirnya diasingkan di Sri Lanka dan meninggal tahun 1734. Di sisi lain, Pakubuwana I telah diangkat sebagai raja Kartasura berikutnya di tahun 1708.

5. Keruntuhan Keraton Kartasura

Keraton Kartasura akhirnya runtuh tahun 1742. Hal itu berawal dari perebutan kekuasaan dari putra Pakubuwana I, Amangkurat IV melawan Pangeran Purbaya, Pangeran Diponegoro, serta Pangeran Blitar yang mengakibatkan Perang Suksesi Jawa II.
Peperangan tersebut dimenangkan oleh Amangkurat IV. Sepeninggal Amangkurat IV, kekuasaan digantikan oleh putranya yang bergelar Pakubuwana II dan menjadi raja terakhir di Kartasura. Usia Pakubuwana II yang terlalu muda ini membuat banyak pejabat dan orang dalam istana terbagi menjadi beberapa kubu, sehingga memicu pergolakan.
ADVERTISEMENT
Pada 1742, Pakubuwana II kabur dari istana setelah memperoleh banyak pemberontakan dan kembali ke istana tahun 1743. Sayangnya, dirinya terlibat perjanjian dengan VOC yang membuatnya berada dalam posisi sulit, hingga akhirnya Keraton Kartasura hancur.
Itulah akhir pemerintahan Keraton Kartasura dan Pakubuwana II pun membangun istana baru bernama Kasunanan Surakarta dan menjadi raja pertama pada 1745.

Kondisi Keraton Kartasura Saat Ini

Sejarah Keraton Kartasura. Foto hanya ilustrasi, bukan tempat sebenarnya. Sumber: unsplash.com/K. Hayy S
Keraton Kartasura telah mengalami kehancuran sejak akhir pemerintahannya dan tersisa tembok batu bata di luar istana yang sebagiannya telah hancur. Bangunan keraton yang berada di Ngadirejo, Kartasura, Sukoharjo itu kini tersisa puing-puing dan bekas istananya dijadikan cagar budaya yang bersejarah.
Di dalam bekas keraton terdapat sejumlah makam para raja yang biasa dikunjungi oleh wisatawan setiap hari, pukul 08.00-16.00 WIB. Pengunjung yang hendak datang dianjurkan untuk menemui juru kunci keraton, sehingga bisa memperoleh penjelasan terkait sejarahnya.
ADVERTISEMENT
Demikian informasi mengenai sejarah Keraton Kartasura dan kondisinya saat ini. Tempat yang menyimpan banyak sejarah tersebut bisa dikunjungi sebagai alternatif wisata edukasi. [ENF]