Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sejarah Monumen Yogya Kembali dan Koleksinya yang Memperkaya Pengetahuan
21 Maret 2024 5:23 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Seputar Yogyakarta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejarah Monumen Yogya Kembali mengungkap kisah bangsa Indonesia yang penuh perjuangan. Terletak di Yogyakarta, monumen ini bukan hanya sebuah tugu peringatan, tetapi juga menyimpan bukti sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dari arsitektur yang simbolis hingga artefak berharga, setiap sudutnya bercerita tentang momen-momen penting yang telah membentuk negara ini.
Sejarah Monumen Yogya Kembali secara Singkat
Dikutip dari sibakuljogja.jogjaprov.go.id, sejarah Monumen Yogya Kembali dimulai pada 29 Juni 1985, ketika ide pembangunannya disampaikan oleh Kolonel Soegiarto, Walikotamadya Yogyakarta saat itu.
Tujuannya adalah untuk memperingati hari ketika Jogja bebas dari penjajahan Belanda pada 29 Juni 1949. Selain itu, juga mengenang kembalinya Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949.
Nama "Monumen Yogya Kembali" tidak hanya mengingatkan pada momen kemerdekaan , tetapi juga menandai berfungsinya kembali Pemerintahan Republik Indonesia. Monumen ini menjadi simbol penting yang mengingatkan pada perjuangan dan keberhasilan dalam meraih kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Pembangunan Monumen Jogja Kembali, atau Monjali, diresmikan dengan seremonial tradisional oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Monumen setinggi 31.8 meter ini akhirnya selesai dibangun pada 6 Juli 1989, dan diresmikan oleh Presiden Suharto.
Monumen ini terletak di Dusun Jongkang, Kelurahan Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Bentuknya yang menyerupai gunung tidak hanya melambangkan kesuburan, tetapi juga keinginan untuk memelihara budaya leluhur yang sudah diwariskan turun temurun.
Monumen ini dirancang sesuai dengan budaya Yogyakarta, berada di sebuah sumbu imajiner yang menghubungkan titik-titik penting seperti Merapi, Tugu, Keraton, Panggung Krapyak, dan Parangtritis. Dari lantai tiga monumen, pengunjung dapat melihat titik imajiner ini, sebuah simbol penting yang berdiri gagah di atas tanah seluas 5,6 hektare.
ADVERTISEMENT
Menyelami Koleksi Monjali yang Bersejarah
Begitu memasuki area Monumen Yogya Kembali, yang berada 8 kilometer dari pusat Kota Jogja, pengunjung langsung disambut replika Pesawat Cureng dan Pesawat Guntai di pintu masuk.
Dari podium di barat dan timur, terlihat dua senjata mesin lengkap dengan tempat duduknya, yang berada di pelataran depan kaki gunung monumen. Di bagian selatan pelataran, ada dinding dengan nama 420 pejuang yang gugur di masa kemerdekaan dan puisi Chairil Anwar, "Karawang Bekasi".
Mengelilingi monumen, terdapat kolam yang dipisahkan oleh empat jalan menuju bangunan utama. Dua di antaranya, dari barat dan timur, mengarah ke pintu masuk museum dengan 1.000 koleksi sejarah, mulai dari era sebelum kemerdekaan hingga ketika Yogyakarta menjadi ibu kota Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di sini juga disimpan seragam tentara pelajar dan kursi tandu Jenderal Sudirman. Ada juga ruang Sidang Utama, ruang dengan bentuk lingkaran besar yang digunakan untuk berbagai acara.
Jalan dari utara dan selatan membawa pengunjung ke tangga yang menuju lantai dua, dihiasi dengan 40 relief sejarah dari proklamasi hingga pembentukan Tentara Keamanan Rakyat. Di dalam, terdapat diorama yang menghidupkan kembali momen-momen penting seperti serangan Belanda dan peringatan Proklamasi di Gedung Agung.
Puncak monumen adalah ruang hening, Garbha Graha, dengan tiang bendera dan relief yang menggambarkan perjuangan fisik dan diplomasi. Tempat ini didedikasikan untuk mengenang dan mendoakan para pahlawan.
Sejarah Monumen Yogya Kembali mengajak pengunjung merasakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Monumen Yogya Kembali buka untuk kunjungan dari Selasa hingga Jumat, mulai pukul 08.00 sampai dengan 16.00 WIB. Pada hari Sabtu dan Minggu, waktu bukanya sama, memberi kesempatan lebih luas bagi pengunjung yang ingin menghabiskan akhir pekan mereka di sini.
ADVERTISEMENT
Tiket masuk ke monumen ini terjangkau, hanya Rp15.000, membuatnya mudah dijangkau bagi semua kalangan yang ingin menyelami cerita heroik bangsa Indonesia. (CR)