Konten dari Pengguna

FIFA, Qatar, dan Eksposur Kemunafikan

Shamsi Ali
Putra Indonesia ini merupakan Imam yang dihormati di AS. Dinobatkan sebagai salah 1 tokoh agama berpengaruh di New York.
9 Desember 2022 11:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shamsi Ali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Trophy Piala Dunia 2022 Qatar. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Trophy Piala Dunia 2022 Qatar. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Saya tidak punya kepentingan dengan Qatar sebagai negara (state/country) dan karenanya, seperti pada banyak hal, dukungan/pujian atau juga kritikan saya tidak pada siapanya. Tapi lebih kepada apanya. Bagi saya “nilai” (value) itu jauh lebih penting ketimbang oknum (pribadi atau bangsa).
ADVERTISEMENT
Karenanya pujian saya kepada Qatar lebih karena “nilai terpuji” (praiseworthy value) yang ditunjukkan sebagai tuan rumah bagi perhelatan akbar persepakbolaan dunia (World Cup) yang saat ini memasuki putaran 8 terbesar. Keberhasilan itu sekali lagi bukan sekadar pada profesionalitasnya sebagai “host” (tuan rumah) kejuaraan piala dunia. Tapi juga karena ketegasan Qatar yang terangkai dengan keindahan karakter dalam menampilkan “nilai-nilai” yang diyakininya.
Nilai yang kita maksud di sini tentunya adalah Islam itu sendiri. Sekaligus nilai-nilai kemuliaan bangsa Arab (karomah ‘Arabiayah) yang sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang memuliakan para tamu (ikrom ad-dhuyuuf).
Perhelatan akbar persepakbolaan dunia ini tak dipungkiri juga menjadi pintu eksposur banyak hal, baik hal-hal positif maupun banyak hal yang negatif dalam pandangan kita yang beriman.
ADVERTISEMENT
Pertama, eksposur keindahan Islam yang diwakili oleh karakter tuan rumah yang dahsyat. Tidak saja berbagai fasilitas yang disiapkan oleh pemerintah Qatar secara profesional dan sangat memuaskan. Dari bandara, akomodasi, lapangan/Stadium, hingga kepada berbagai pelayanan publik baik yang dikoordinir langsung oleh pemerintah maupun secara sukarela oleh warga Qatar. Tapi tatak rama (etika) penerimaan bangsa Qatar yang mencerminkan nilai-nilai Islam (akhlak Islamiyah) yang mulia.
Eksposur lain dari perhelatan ini adalah ketegasan negara Qatar untuk berpegang (committed) kepada nilai-nilai (Islam) yang diyakininya. Nilai-nilai Islam yang tegas dalam penegakan “al-maruf” (kebaikan) dan penolakan “al-munkaraat” (keburukan). Tanpa bermaksud membahas subjek ini secara rinci, di antara isu-isu yang diperbincangkan oleh khalayak luas, ada dua hal yang paling banyak diperbincangkan. Yaitu larangan mengkonsumsi alkohol di ruang publik dan larangan simbol-simbol LGBTQ selama perhelatan berlangsung.
ADVERTISEMENT
Ketegasan Qatar itu mendapat reaksi ragam dari berbagai belahan dunia. Sebagian masyarakat Muslim dunia menyambut dengan sukacita dan bangga. Tapi tetap ada juga sebagian kecil dari Umat ini yang nyinyir atas nama kebebasan dan HAM.
Sebenarnya yang ingin saya bicarakan kali ini dalam kaitan sikap tegas Qatar ini adalah “hypocritical stand” (posisi kemunafikan) mereka yang mengaku dunia Barat dalam menyikapi posisi Qatar. Mereka atas nama “freedom dan human rights” mengkritik keras Qatar atas larangan alkohol di tempat-tempat umum dan simbol-simbol LGBTQ maupun penampakan immoralitas lainnya.
Sesungguhnya apa yang mereka lakukan tanpa disadari adalah “self exposure” (penampakan diri sendiri) atas berbagai kemunafikan yang selama ini seringkali dipertontonkan tanpa ada rasa malu. Dunia Barat sering merasa paling beradab (civilized). Tapi adakah yang bisa mengingkari kebiadaban dunia Barat dalam sejarah di berbagai belahan dunia lainnya?
ADVERTISEMENT
Saya jadi teringat pernyataan Presiden FIFA ketika merespons kritikan kepada Qatar ini: “Saya kira kita harus melihat ke belakang 300 tahun dan meminta maaf 300 tahun ke depan atas dosa-dosa yang kita (West) pernah lakukan”.
Dunia Barat seringkali merasa paling toleran. Tapi berapa kasus-kasus intoleransi yang terjadi di berbagai negara yang disebut dunia Barat, termasuk Australia? Sejujurnya hanya karena manipulasi media (tanpa tendensi justifikasi tentunya), seringkali justru yang tampil ke permukaan adalah kasus-kasus intoleransi yang terjadi di dunia Islam.
Kita bisa saja menuliskan catatan panjang berbagai pengakuan Barat dan realita yang sesungguhnya di lapangan. Tapi biarlah itu akan terekspos pada waktunya dengan cara yang Allah telah tetapkan. Satu cara yang nampaknya Allah telah tetapkan adalah kejuaraan sepak bola dunia dan posisi Qatar dalam memegangi nilai-nilai yang diyakininya.
ADVERTISEMENT
Eksposur kemunafikan itu kembali terjadi di depan mata tanpa malu-malu. What a shame!
NYC Subway, 8 Desember 2022
* Presiden Nusantara Foundation