Demi Arini, 'Love for Sale 3' adalah Niscaya

Shandy Gasella
Penikmat dan pengamat film - Aktif meliput kegiatan perfilman di Jakarta dan sejumlah festival film internasional sejak 2012
Konten dari Pengguna
5 November 2019 17:23 WIB
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Poster film 'Love for Sale 2'. Foto: Instagram @loveforsalefilm
zoom-in-whitePerbesar
Poster film 'Love for Sale 2'. Foto: Instagram @loveforsalefilm
ADVERTISEMENT
★★★☆☆ | Shandy Gasella
Ekspektasi saya cukup tinggi terhadap film lanjutan dari ‘Love for Sale’ garapan Andibachtiar Yusuf alias Ucup, yang tayang setahun lalu itu. Bagaimana tidak, lewat film tersebut Gading Marten diberi kesempatan memainkan peran utama — sebagai selebriti yang hampir saban hari nongol di acara gosip televisi, sebelum Ucup, rasa-rasanya tak ada sutradara lain yang percaya padanya untuk membawakan peran utama untuk film layar lebar. Ternyata sekali coba, Piala Citra diraihnya!
ADVERTISEMENT
Tentu tak sekadar usahanya sendiri dalam berolah peran, bagaimana sutradara mengarahkan, dan naskah skenario yang baik, saya percaya juga turut andil mengantarkannya menjadi aktor terbaik FFI 2018.
‘Love for Sale’ juga melejitkan satu nama lagi, yakni Della Dartyan, lawan main Gading yang kebagian peran sebagai love interest-nya bernama Arini. Kini, Della semakin sering terlibat di banyak produksi film tanah air, sebelum kembali berperan sebagai Arini dalam ‘Love for Sale 2’, terakhir kali ia ikut terlibat di film ‘Gundala’ sebagai supporting cast.
Film Love for Sale 2. Foto: Dok. Visinema
‘Love for Sale’ membangun standar yang tinggi akan bagaimana kisah percintaan orang dewasa semestinya dipresentasikan lewat film. Ia film dewasa yang dibuat secara dewasa. Dewasa dalam arti bahwa film tersebut mengisahkan kehidupan para karakter dewasa, dengan suguhan cerita yang dewasa, dan dibuat dengan kesadaran yang juga dewasa sehingga menimbulkan kesan, feel, serta realisme yang kuat.
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana sekuelnya, ‘Love for Sale 2’ dapat melampaui itu semua?
Film ini masih belum menjawab ke mana dan ngapain aja seorang Richard Achmad (Gading Marten) pasca ditinggalkan Arini (Della Dartyan) saat lagi sayang-sayangnya itu. Tetapi, petualangan Arini sebagai ‘perempuan sewaan’ masih berlanjut. Selepas disewa Richard, kini ia disewa seorang playboy umur 30-an yang meujeuhna kawin, bernama Ican (Adipati Dolken, ‘Perburuan’, ‘Teman tapi Menikah’).
Adipati Dolken dalam film Love for Sale 2. Foto: Dok. Visinema
Ican merupakan anak tengah dari tiga bersaudara. Kedua saudaranya sudah pada kawin. Kakaknya, Ndoy (Ario Wahab, ‘Maskot’, ‘6,9 Detik’), punya istri cantik dan anak-anak yang menggemaskan, tetapi rupanya sang istri kurang disukai oleh Ibu mertua, yakni Ibu Ros (Ratna Riantiarno, ‘Mama Mama Jagoan’, ‘Seputih Kasih Semerah Luka’), sedangkan adiknya, Buncun (Bastian Steel, ‘Tabu’, ‘Kesempatan Keduda’) juga sudah melangkahinya akibat 'telat ngangkat'. Maka dari itu, Bu Ros tak henti-hentinya mengingatkan Ican untuk juga segera menyudahi masa lajangnya.
ADVERTISEMENT
Di saat kepepet itulah, Ican menemukan iklan Love.inc yang menawarkan jasa teman kencan, jasa yang sama yang dahulu pernah digunakan Richard yang pada akhirnya mempertemukannya dengan Arini, sesosok perempuan idaman yang too good to be true. Arini mampu menempatkan dirinya sesuai pesanan agar disukai oleh si pengguna jasa.
Bastian Steel dalam film Love for Sale 2. Foto: Dok. Visinema
Sewaktu melayani Richard, seorang om-om penyendiri yang juga seorang penggila bola, Arini tanpa terlihat pura-pura, dapat menunjukkan bahwa dirinya juga cukup tahu dan mengerti soal sepakbola. Ndilalah, Richard pun kepincut setengah mati.
Kini, Ican yang menyewanya dengan cicilan kredit online, memintanya untuk berpura-pura menjadi mantan pacarnya saat kuliah, dan agar dapat mengambil hati ibunya yang disebutnya 'Padang banget' itu.
Ratna Riantiarno dalam film Love for Sale 2. Foto: Dok. Visinema
Walau menjadi benang merah yang kuat terhadap film pendahulunya, posisi Arini di film ini tak berubah, ia masihlah seorang karakter pendukung, masih misterius tak ketahuan asal-usulnya yang sebenarnya. Sosok sentral kali ini justru Ibu Ros dan Ican.
ADVERTISEMENT
Saya mengapresiasi betul bahwa penulis skenario; Ucup dan M Irfan Ramli alias Ipank (‘Surat dari Praha’, ‘Love for Sale’) tak sekadar utak atik gathuk ketika menulis sekuel ini, misalnya dengan hanya mengganti karakter-karakter di film pertama, tetapi landasan ceritanya tetap sama. Di sini tak ada sosok pengganti Richard yang ekuivalen, Ican adalah antitesis dari Richard, sedangkan Bu Ros adalah semacam karakter yang jarang sekali muncul di skena film tanah air, ibu-ibu tua dengan penampilan biasa-biasa saja, dengan persoalan hidup sehari-hari yang biasa-biasa saja, tetapi diberi porsi yang besar sebagai peran utama.
Satu hal yang sama yang dapat kita temui di film ini, yang kebetulan merupakan kekuatan film pertamanya, adalah bagaimana pembuat film ini mengemasnya; mood dan nuance film pertama masih terasa di sini. Ucup masih dapat memperlihatkan kota Jakarta sebagai setting dan karakter-karakternya sedemikian dekat dengan keseharian.
Film Love for Sale 2. Foto: Dok. Visinema
Premis film ini sesederhana film pertamanya, yakni tentang bagaimana Arini dapat mengubah hidup atau pandangan hidup orang-orang yang bersinggungan dengannya. Di film pertama ia mengubah Richard yang tadinya tertutup dan murung menjadi orang yang terbuka dan penuh pengharapan. Kini ia akan mengubah hidup seorang Ibu pembenci menantu tanpa alasan, dan seorang playboy kelas paus.
ADVERTISEMENT
Di kehidupan nyata tentu kita kenal sesosok ibu-ibu yang bawel, yang pilih kasih, yang tanpa alasan bisa tidak akur dengan menantu atau bahkan anaknya sendiri. Di kehidupan nyata tentu kita juga mengenal sesosok cowok womanizer — yang suka ena-ena dengan sembarang cewek tanpa mau terikat status hubungan apa pun. Di kehidupan nyata barangkali kita juga mengenal sesosok cowok ingusan yang karena kebodohannya, kebablasan, akhirnya menghamili pacar lantas mau tidak mau mesti menikahinya. Dan kita tahu akhir seperti apa yang bakal menimpa pernikahan semacam itu.
Sekelumit drama kehidupan di atas hadir di film ini, dan ditampilkan lewat pengamatan yang luar biasa baik oleh si pembuat film, seolah kita sedang mencuri dengar atau menyaksikan langsung drama-drama kehidupan tetangga kita sendiri... atau keluarga atau sanak saudara kita sendiri(?).
ADVERTISEMENT
Terkecuali subplot yang mengisahkan si Buncun yang terasa digarap dengan setengah matang, subplot Bu Ros yang mengetengahkan konflik antara dirinya dengan anak-anaknya dan juga menantunya, serta kisah Ican dengan isu womanizing-nya digarap dengan baik. Kita bisa melihat kondisi awal, lantas diberi katalis (lewat kehadiran Arini), yang pada akhirnya membawa perubahan.
Maya-Putri Ayudya dalam film Love for Sale 2. Foto: Dok. Visinema
Sayang, sebagai sekuel yang masih menampilkan sosok Arini, kita justru tak diberi perkembangan karakter yang berarti. Sebetulnya banyak ruang yang bisa dimanfaatkan untuk lebih mengeksplorasi karakternya, menggali masa lalunya atau siapa jati dirinya yang sebenarnya. Sebab dengan tetap menjadikannya sesosok yang misterius, pembuat film ini justru sedang menunda-nunda PR. Toh, pada akhirnya mesti dikerjakan juga, dan bila itu dilakukan di film ketiga, bakal lebih berat.
ADVERTISEMENT
Segala tindakan yang dilakukan Arini, apakah ia lakukan sebatas profesionalitas pekerjaan? Bagaimana dengan suara hatinya sendiri, manakah atau adakah di antara tindakannya yang berangkat dari hati nuraninya? Ini cukup berat untuk dijabarkan lho, PR yang semestinya tak ditunda, dan atas nama keadilan serta keagungan perempuan, kita butuh kejelasan!
Della Dartyan dalam film Love for Sale 2. Foto: Dok. Visinema
Begini. Bila film ketiga dibuat, dan saya berharap begitu, karakter-karakter utama film ini mesti juga tetap hadir, sebab setelah segala upaya menghadirkan mereka di film ini dan kita sudah dibuat jatuh hati pada mereka, adalah durjana bila mereka pada akhirnya akan dikesampingkan begitu saja.
Lewat ending film ini, kita tahu ke mana arah film selanjutnya, dan saya harapkan pada saatnya itu terjadi, pembuat film sudah punya gagasan yang kuat untuk menuntaskan kisah Arini. Mereka mesti memberinya konklusi yang memuaskan.
ADVERTISEMENT
Dan, bila angan-angan saya tersebut tak kesampaian, berarti ‘Love for Sale 2’ ini bakal berakhir sebagai filler, kisah tambahan yang fungsinya hanya untuk mengulur-ulur cerita saja. Saya yakin Ucup dan Ipank sebagai duo penulis naskah nomine Festival Film Indonesia pasti sudah punya gagasan istimewa untuk menuntaskan kisah film ini. Kalau belum, marilah Ucup dan Ipank, kita ngopi bertukar pikiran. ‘Love for Sale 3’ adalah keniscayaan. Ia mesti dibuat, dengan lebih cihuy, demi Arini.