Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Review 'Pacific Rim Uprising': Blockbuster Hollywood Paling 'Ancur'
21 Maret 2018 18:36 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pacific Rim Uprising dibuka dengan sebuah montase (montage) dan narasi voice over yang disampaikan oleh karakter jagoan baru kita di film ini, yakni Jake Pentecost (dimainkan oleh superstar masa kini John Boyega dari 'Star Wars The Last Jedi'), anak dari Stacker Pentecost yang dimainkan Idris Elba dalam Pacific Rim original yang meninggalkan kesan luar biasa lewat secuplik dialog pidatonya yang terkenal itu; "...Today we face the monsters that are at our door and bring the fight to them! Today, we are canceling the apocalypse!"
ADVERTISEMENT
Lewat montase dan narasi yang disampaikan Jake, kita diberitahu bahwa kisah kelanjutan Pacific Rim ini mengambil latar 10 tahun kemudian sejak "kiamat" berhasil di-cancel di akhir film Pacific Rim original.
Dalam narasinya, Jake memperkenalkan siapa dirinya kepada kita, bahwa dulunya ia seorang pilot Jaeger yang potensial namun lebih memilih kabur dari pelatihan lantas menjadi kriminal dalam jual-beli ilegal sparepart robot-robot Jaeger yang ia kumpulkan dari tempat rongsokan atau fasilitas militer. Masih dalam satu montase yang sama, dikisahkan bahwa Bumi masih belum pulih sepenuhnya akibat pertempuran yang terjadi antara para Kaiju melawan Jaeger di beberapa penjuru Bumi.
Dalam sebuah misi memenuhi pesanan pembeli sparepart Jaeger, Jake bertemu dengan bocah cewek bernama Amara Namani (pendatang baru Cailee Spaeny), yang lebih dulu mencuri sparepart tersebut. Amara dikisahkan sebagai bocah pintar yang dapat merakit Jaeger sendiri dari rongsokan.
ADVERTISEMENT
Keduanya lantas ditangkap polisi yang mengendarai Jaeger. Demi tidak dijebloskan ke penjara, Jake dijamin penahanannya oleh Mako Mori (kembali dimainkan Rinko Kikuchi, 'Babel', 'Kumiko, The Treasure Hunter') dengan syarat bersedia menjadi pelatih para kadet atau calon pilot Jaeger, sedangkan Amara sendiri dijadikan kadet.
Memulai sebuah film dengan menghadirkan montase (montage) adalah tindakan berdosa, untuk tidak menyebutnya sebagai usaha gampangan, malas, dan kampungan. Montase -- di tangan seorang penulis skenario dan/atau seorang editor yang berselera rendah, lebih sering tampil sebagai pembuktian kegagalan mereka dalam bercerita, alih-alih berfungsi efektif sebagai teknik dalam pengeditan film di mana serangkaian klip atau adegan pendek diedit menjadi satu urutan sekuel demi memadatkan ruang, waktu, dan informasi.
ADVERTISEMENT
Montase memiliki fungsi yang vital dalam storytelling film, dan dalam konteks tertentu keberadaannya dapat menguatkan storytelling itu sendiri. Contoh aplikasi montase paling berhasil seperti misalnya dalam film animasi Pixar 'Up' arahan Pete Docter yang menampilkan satu montase kehidupan bahagia pernikahan Carl Fredricksen hingga ia akhirnya ditinggal mati oleh istrinya, atau misalnya juga serangkaian montase babak latihan dalam film 'Rocky'.
Yang perlu dicatat, montase dalam kedua film tersebut tidak ditempatkan di awal film, apalagi difungsikan sebagai medium untuk memperkenalkan karakter -- yang mana itulah yang dilakukan oleh pembuat film Pacific Rim Uprising! Montase di awal film ini adalah sebuah kesalahan fatal, satu kesalahan yang lantas dilengkapi serentetan kesalahan lain selama film bergulir hingga usai!
ADVERTISEMENT
Guillermo del Toro telah mengambil keputusan yang tepat untuk tidak kembali menyutradarai sekuel dari film original besutannya tersebut, demi fokus membuat film lain yaitu 'The Shape of Water' yang pada gelaran Academy Awards tahun ini diganjar piala Oscar kategori film terbaik.
Barangkali naskah skenario film ini dinilai begitu cetek dan amburadul hingga ia akhirnya mundur, dan posisinya digantikan oleh Steven S. DeKnight. Steven sendiri di atas kertas mestinya bukanlah orang sembarangan mengingat dua karyanya yaitu serial TV 'Daredevil' dan 'Spartacus' dianggap oleh sebagian besar penikmat seni populer dan juga kritikus sebagai karya yang baik dan monumental. Sial, lewat debut penyutradaraan layar lebarnya ini, Steven merusak reputasinya sendiri.
Steven S. DeKnight yang juga ikut menulis naskah skenario film ini secara keroyokan bersama Emily Carmichael (debut penulisan film layar lebarnya), Kira Snyder (serial televisi 'The Handmaid's Tale'), dan T.S. Nowlin (trilogi 'The Maze Runner') tak mampu menyamai apalagi melampaui apa yang dicapai del Toro dalam memberikan tontonan seru aksi pertarungan para robot melawan monster raksasa dari dimensi lain namun di saat yang bersamaan tidak sampai merendahkan martabat manusia yang dikaruniai akal.
ADVERTISEMENT
Skenario film ini terasa mentah sekali seperti draf 1 yang dipaksakan jadi dan mesti segera disyut karena dikejar deadline. Terlalu banyak disesaki karakter tak penting dengan plot yang menyisakan lubang besar -- sangat besar... sebesar Kaiju di film ini! Dan plot-plot sampingan yang juga tak penting, ditambah serentetan dialog yang membuat saya berpikir bahwa barangkali naskah skenario film ini ditulis oleh program kecerdasan buatan gagal versi beta, sebab hampir tak terlihat jejak bahwa dialog-dialog yang hadir ditulis sekelompok manusia kreatif dari Hollywood -- kiblatnya dunia perfilman.
Sepuluh tahun berlalu sejak perang melawan Kaiju berakhir, namun ironisnya, para karakter terdahulu yang kembali tampil seperti Mako Mori (Rinko Kikuchi), Dr Hermann Gottlieb (Burn Gorman), dan Dr Newton Geiszler (Charlie Day) tampil seakan baru kemarin perang itu berakhir, bukan sepuluh tahun seperti yang dimaksudkan dalam film. Tak ada perkembangan berarti, kecuali untuk karakter Dr Newton yang mendapatkan "perkembangan" terburuk yang pernah diciptakan oleh penulis skenario yang bekerja di industri film Hollywood.
ADVERTISEMENT
Premis "10 tahun kemudian" hanya berfungsi untuk mengakomodasi kehadiran karakter-karakter baru, dan meninggalkan sepenuhnya karakter terdahulu yang selamat dari kiamat seperti misalnya Raleigh Becket (Charlie Hunnam). John Boyega sebagai Jake cukup memiliki karisma dan likeable, bahkan mungkin ia satu-satunya yang memiliki karisma yang tampil di film ini, namun kehadirannya tak banyak menolong juga. Dengan atau tanpanya, film ini berakhir menjandi tontonan yang selevel dengan 'Spy Kids'.
Semestinya kisah film lebih berfokus pada karakter Jake saja, ketimbang malah tak jelas juntrungannya dengan juga menceritakan Amara yang mesti beradaptasi dengan senior-seniornya di tempat pelatihan pilot, lalu ada karakter Nate Lambert (Scott Eastwood, 'The Fate of the Furious', 'Suicide Squad') yang dikisahkan sebagai rival Jake, Liwen Shao (Tian Jing, 'Kong Skull Island', 'The Great Wall') yang memiliki misi sendiri menciptakan Jaegert tanpa awak, para bocah pilot yang nama-namanya sudah saya lupakan, beberapa sub-plot ini saling tumpang tindih dan ditulis setengah matang.
ADVERTISEMENT
Nyatanya, hampir seluruh elemen film ini digarap dengan setengah matang. Andaikan film ini makanan (yang dimasak setengah matang), menyantapnya dapat mengakibatkan keracunan, dan sejumlah kemungkinan lain seperti gangguan pada fungsi otak.
Sinematografer Dan Mindel ('Star Trek', 'John Carter') membingkai adegan demi adegan film ini seolah hasil dari kerja kerasnya menjadi peserta workshop sinematografi yang diselenggarakan sebuah lembaga pelatihan di India.
Hasil tangkapan lensa kameranya tersebut lantas disunting secara keroyokan oleh Dylan Highsmith ('Star Trek: Beyond', 'Furious Seven'), Josh Schaeffer ('Kong: Skull Island'), dan Zach Staenberg ('The Matrix', 'In Time') dalam gaya editing Bollywood yang saya bayangkan, mereka bekerja didasari dengan satu catatan instruksi dari sutradara, yakni; "Tolong diedit seperti film Transformers ya!"
Bila pun ada hal baik dari film ini, yaitu efek-efek khusus CGI-nya yang terlihat paling serius ditangani. Tapi, itu hal yang wajar-wajar saja. Kualitas CGI paling ditentukan oleh banyaknya budget (ongkos produksi) dan waktu yang cukup dalam pengerjaannya.
ADVERTISEMENT
Aksi-aksi kelahi antara Jaeger baik melawan Jaeger jahat, Jaeger melawan Kaiju dibuat sedemikian menarik dan seru, tanpa membuat penonton kehilangan fokus -- tak seperti melihat aksi kelahi antara Autobots melawan Decepticon yang sering membingungkan itu. Selain dari itu dibutuhkan craftmanship, bakat, dan dedikasi dalam mengemas tontonan berkualitas, hal-hal yang tampkanya tak dimiliki sebagian besar kru dan pemain film ini.
Scott Eastwood semestinya sedari dulu meninggalkan karirnya di bidang akting, dan lebih baik baginya untuk memilih pekerjaan lain saja. Bakat ayahnya, Clint Eastwood, jelas tak mengalir dalam darahnya. Melihat filmografinya sejauh ini, tak ada satu pun yang berhasil menunjukkan bahwa ia memiliki bakat dan kemampuan yang dibutuhkan Hollywood. Dan, dibekali sederet pemain tak berbakat (kecuali John Boyega dan Rinko Kikuchi), sutradara film ini juga tak mampu berbuat banyak.
ADVERTISEMENT
Pengarahan yang ia berikan bertolak belakang dengan apa yang ia lakukan dalam mengemas serial televisi 'Daredevil' yang begitu raw, nyata, edgy, dan berkelas. Di sini, perannya sebagai sutradara tak jauh lebih baik dari capaian-capaian para sutradara langganan studio Digital Playground yang memproduksi sejumlah film seperti 'Pirates' dan 'Pirates 2'.
Steven S. DeKnight gagal memberikan elemen reka percaya (make-believe) yang dibutuhkan film ini, terutama dalam menggambarkan dunia (setting) di mana para karakter dalam film ini hidup. Satu-satunya keberhasilan yang ia capai lewat film ini, yaitu menggeser posisi Michael Bay dari urutan teratas dalam daftar sutradara Hollywood paling buruk versi saya.
Anak-anak berusia tujuh tahun ke bawah, atau orang dewasa dengan mental anak tujuh tahun akan menyukai sekali film ini. Bila Anda tergolong ke dalam kategori tersebut, tak ada salahnya untuk menyaksikannya di bioskop kesayangan Anda, dengan layar paling besar, agar sensasi yang didapatkan lebih maksimal.
ADVERTISEMENT