Review 'Monster Hunter': Hiburan Banal Nihil Substansi

Shandy Gasella
Penikmat dan pengamat film - Aktif meliput kegiatan perfilman di Jakarta dan sejumlah festival film internasional sejak 2012
Konten dari Pengguna
17 Januari 2021 15:56 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
★★☆☆☆ | Shandy Gasella
Milla Jovovich dan Tony Jaa dalam 'Monster Hunter' | Dok. Sony
Sutradara Paul W.S. Anderson dan aktris Milla Jovovich bukan orang baru di skena film adaptasi game. Suami isteri tersebut berkolaborasi pertama kali lewat 'Resident Evil' di tahun 2002, hingga berlanjut sampai lima jilid. Maka, film adaptasi game keluaran Capcom ini merupakan film keenam, kalau saya tak salah hitung, yang dibintangi Milla Jovovich yang kisahnya diangkat dari game populer. Film 'Resident Evil' pertama, walau telah berumur 18 tahun lebih, cukup kuat membekas di ingatan sebagai film adaptasi game yang cukup solid, tetapi sisanya sungguh tak menyisakan memori apa-apa, alias biasa-biasa saja cenderung jelek.
ADVERTISEMENT
Lantas bagaimanakah film 'Monster Hunter' sebagai jilid pertama yang kentara sekali bakal dibuatkan sekuel ini bila perolehan box office-nya menguntungkan, apakah penggarapannya sebaik 'Resident Evil' atau justru mirip sekuel-sekuelnya?
Still adegan 'Monster Hunter' | Dok. Sony
Alkisah Kapten Natalie Artemis (Milla Jovovich), seorang Ranger tentara Amerika, ditugasi menjadi komandan sebuah regu elit untuk menyelidiki hilangnya satu tim Bravo rekan militer mereka di sebuah gurun pasir antah berantah. Sesampainya di lokasi, muncul awan hitam penuh petir mendekat dan menggulung mereka, lantas secara ajaib mereka berpindah ke alam lain, sebuah alam yang diberi nama New World (dunia baru), di mana dihuni banyak monster raksasa pemangsa manusia.
Skenario tulisan Paul W.S. Anderson saya bayangkan mungkin setipis 10 halaman untuk durasi film satu setengah jam, dan itu pun ditulis sekenanya, untuk tak menuduhnya bermalas-malasan. Lima menit awal film ini berkisah tentang apa yang saya ceritakan di atas tadi, lantas setelah itu ceritanya hanyalah tentang bagaimana Artemis, jagoan kita ini, dapat bertahan hidup dari segala ancaman monster yang ada di sana.
ADVERTISEMENT
Paul W.S. Anderson tak mampu berpikir kreatif menciptakan storyline yang jangankan ajeg, cukup lumayan saja ia gagal total. Tak ada babak introduksi pengenalan karakter atau latar belakang cerita, siapa Artemis, apa konflik film, mengapa konflik itu mesti dihadapi sang jagoan kita, apa taruhannya jika ia gagal menghadapi konflik, bagaimana ia mengatasinya, semua itu jadi tak penting bagi seorang Paul W.S. Anderson. Pokoknya jagoan kita masuk ke alam lain, ketemu monster, dan ia harus bunuh monster-monser itu sebelum mereka membunuhnya. Sesederhana itu.
Still adegan 'Monster Hunter' | Dok. Sony
Mungkin film ini merupakan satu dari sedikit sekali film yang tidak memiliki plot hole (lubang cerita), bukan lantaran saking sempurna, tetapi sebabnya film ini tak memiliki plot sama sekali! Ajaib bahwa film ini dapat dibuat, dibiayai studio Sony dengan budget produksi sebanyak $ 60 juta atau hampir 850 miliar rupiah. Segala masterclass atau kuliah jurusan film yang memberi pelajaran tentang penulisan skenario atau kiat-kiat membuat film di Hollywood seakan menjadi omong kosong bagi seorang Paul W.S Anderson.
ADVERTISEMENT
Film ini hanya jualan special effect CGI yang memang saya akui sangat impresif dalam menggambarkan makhluk-makhluk raksasa yang tampak mematikan, dengan rendering yang halus dan tampak nyata, serta diakui para penggemar game-nya sendiri akan keakuratan tampilan monster-monster yang sesuai aslinya. Jika kita hanya mencari kesenangan yang banal dengan hanya mengagumi special effect-nya saja dari sebuah tontonan film, tetap saja saya kok tidak tega untuk merekomendasikannya. Apalah arti sekuen action megah penuh special effect dan ledakan bila tak ada konteksnya sama sekali?
Rating dua bintang untuk film ini saya berikan atas kehadiran Tony Jaa yang berhasil membuat saya tertawa satu kali sepanjang durasi film! Lumayanlah. Itu pun saya lupa tertawa karena apa.
ADVERTISEMENT
Satu-satunya pelajaran atau hikmah yang dapat saya ambil dari pengalaman menonton film ini adalah, bahwa saya kapok dan tak akan lagi-lagi menyaksikan film bikinan Paul W.S. Anderson. Berani sumpah.