Si Doel the Movie dan Kaitannya dengan Si Doel Anak Betawi

Shandy Gasella
Penikmat dan pengamat film - Aktif meliput kegiatan perfilman di Jakarta dan sejumlah festival film internasional sejak 2012
Konten dari Pengguna
6 Agustus 2018 14:26 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
★★★★☆ | Shandy Gasella
Peringatan: ulasan ini mengandung banyak bocoran cerita.
Si Doel the Movie. (Foto: Instagram/@falconpictures_)
Sinetron Si Doel
ADVERTISEMENT
Saya, dan saya percaya banyak di antara kita, mengenal sosok Si Doel dan hikayat hidupnya lewat sinetron 'Si Doel Anak Sekolahan' yang tayang perdana di tahun 1994 hingga 2004 lewat layar kaca-- waktu yang cukup panjang, bahkan barangkali yang paling panjang dalam sejarah dunia sinetron tanah air, yang mengisahkan drama cinta segitiga antara Doel si anak Betawi (H. Rano Karno), Zaenab si gadis lugu (Maudy Koesnaedi), dan Sarah si gadis modern kaya raya nan berwawasan luas (Cornelia Agatha).
Butuh sepuluh tahun hingga penonton pada akhirnya diberikan konklusi kepada siapa pada akhirnya Doel melabuhkan tambatan hatinya di antara dua gadis pujaannya tersebut.
Dan, ternyata itu belumlah menjadi akhir cerita si Doel. Masyarakat sudah kadung mencintainya, juga segenap karakter lain dalam keluarganya yang saban minggu mewarnai keseharian penonton televisi kala itu bertahun-tahun. Dan, tentu saja pemirsa di rumah masih penasaran akan kelanjutan lika-liku kisah percintaannya.
Si Doel Anak Sekolahan (Foto: Istimewa)
Maka, di tahun 2005 hadirlah 'Si Doel Anak Gedongan' yang mengisahkan babak rumah tangganya bersama Sarah. Doel yang selama ini kita ketahui tinggal bersama ibunya, Mpok Lela (Hj. Aminah Cendrakasih), mamangnya, Mandra (H. Mandra YS), dan adiknya, Atun (Hj. Suti Karno), di rumah tradisional Betawi nan ikonik bercat kuning dan hijau di daerah Cinere, kini ia mesti tinggal di rumah mewah bersama Sarah.
ADVERTISEMENT
Zaenab juga sudah kawin dengan lelaki lain. Tetapi, di pengujung sinetron ini, rumah tangga Doel dan Sarah diuji permasalahan pelik yang mengakibatkan Sarah marah besar pada Doel hingga ia memutuskan untuk kabur ke Belanda.
Nah, 'Si Doel the Movie' yang tayang di bioskop-bioskop tanah air sejak Kamis lalu ini melanjutkan babak penutup tersebut. Alkisah, pascaditinggal Sarah ke Belanda tanpa meninggalkan kabar sejak 14 tahun lalu, Doel diundang oleh Hans (Adam Jagwani) untuk datang ke Belanda sambil diminta membawa sejumlah barang dari Jakarta untuk dipakai Hans dalam rangka festival budaya Betawi di sana. Doel ditemani Mandra menyambut undangan dari kawan baiknya tersebut. Yang Doel tidak tahu, sebenarnya Hans diminta Sarah agar ia dapat menemuinya di sana, dan membicarakan urusan mereka yang belum tuntas.
ADVERTISEMENT
Si Doel Anak Betawi
Kisah Si Doel yang kita kenal pada mulanya dikisahkan lewat sebuah novel karangan Aman Datoek Madjoindo, seorang pengarang asal Sumatera Barat angkatan Pujangga Baru, dan bukunya sendiri diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1932 dengan judul 'Si Doel Anak Betawi'-- lantas kemudian pada cetakan kelima berganti judul menjadi 'Si Doel Anak Djakarta'.
Pada hakikatnya, kisah Si Doel dalam novel tersebut merupakan cerita kehidupan orang-orang Betawi yang disampaikan lewat sudut pandang anak-anak, yakni Abdoel Hamid alias Si Doel, yang kala itu belum masuk sekolah.
Di tahun 1973 kisah 'Si Doel Anak Betawi' tersebut difilmkan oleh sutradara legendaris Sjuman Djaya ('Si Mamad, 'R.A. Kartini') dengan judul dan isi cerita yang sama. Doel diperankan oleh Rano Karno yang masih cilik dalam peran utama pertamanya, sebelum ia kemudian akan lebih dikenal sebagai idola para remaja di akhir 70-an dan 80-an.
ADVERTISEMENT
Doel yang berkopiah, bercelana pendek, berkemeja dengan ketapel dan sarung melilit lehernya berlari di pesawahan, ditemani beberapa temannya yang nangkring di dahan pohon, menyanyikan lagu legendaris tersebut dengan riang dan penuh kepolosan. Kita, saya percaya, pasti lebih akrab dengan lagu tema Si Doel versi gubahan Purwacaraka yang populer lewat sinetron 'Si Doel Anak Sekolahan'. Lagu 'Si Doel Anak Betawi' tersebut diciptakan oleh Sjuman Djaya dengan aransemen musik oleh Isbandi.
Tinggal di perkampungan yang masih udik, Doel tergolong dari keluarga yang sederhana. Ibunya (diperankan Tutie Kirana, 'Roda-roda Gila', '3 Nafas Likas'), seorang ibu rumah tangga tradisional, sedangkan Bapaknya, Asman (Benyamin S, 'Tarsan Kota', 'Benyamin Raja Lenong'), seorang sopir truk yang tak berpendidikan.
ADVERTISEMENT
Doel saban hari main di kampungnya bersama teman-temannya, dan juga sering berkelahi layaknya anak-anak di kampung pada masa itu. Walaupun belum sempat sekolah, Doel bersama anak semumurannya yang lain di kampungnya rajin mengaji, dan yang mengajarinya adalah kakeknya sendiri (diperankan Soekarno M Noor, ayahanda Rano Karno di kehidupan nyata).
Si Doel Anak Sekolahan (Foto: Youtube Tontonan 90an )
"Ayo dari mana kamu? Sini kamu, Doel! Begini hari udah berkelahi lagi." Ibunya memarahi Doel waktu sore-sore ia baru pulang kelayapan. "Doel gak berkelahi, Bu, tapi si Syafi'i memang jahanam! Dia cari gara-gara." Kelit Doel kepada ibunya.
"Ya biarian aja dia cari gara-gara. Memangnya kamu mau jadi jagoan? Gak anak gak bapaknya maunya jadi jagoan!" Timbal ibunya kemudian.
"Dengar, Nak, kamu mau sekolah apa enggak?" Doel merenung sejenak lantas berujar.
ADVERTISEMENT
"Ya mau dong, Bu, pake dasi, pake sepatu, bawa tas, kayak si Badu dan si Sri anak pak Karto sebelah itu, Bu."
Ibu pun menasihatinya, "Nah, kalo mau sekolah gak usah jadi jagoan."
"Hahahaha," tiba-tiba terdengar tawa dari depan rumah, Bapak Doel datang pulang kerja, "Sekolah juga jadi jagoan juga, itu namanya anak si Asman!"
Coba kita perhatikan dialog-dialog tersebut, terdengar natural dan tak dibuat-buat bukan? Film anak-anak zaman sekarang mana mungkin menampilkan dialog dengan kata-kata seperti "jahanam", "sialan" terlontar dari ucapan karakter anak-anak lantaran takut dikira akan mengajari hal yang tidak benar bagi generasi anak bangsa yang adiluhung ini.
Padahal, di kehidupan sehari-hari memang seperti itulah adanya. Penulis sekaligus sutradara Sjuman Djaya berhasil dengan penuh kejujuran menampilkan kehidupan suatu masyarakat pada suatu masa, hingga film tersebut dapat menjadi kapsul waktu yang otentik.
ADVERTISEMENT
Bapak Doel lantas meninggal di setengah durasi film, meninggalkannya harus hidup berdua bersama sang ibu yang kemudian menjadi sakit-sakitan. Pesan moral yang ingin disampaikan film adalah bagaimana Doel, walaupun diejek teman-teman sekampung, tak malu untuk berjualan es lilin, onde-onde, nasi uduk, dan ketan urap, demi mencari uang agar bisa membelikan obat untuk ibunya dan sebagian ditabung untuk sekolah.
Jumpa pers Si Doel The Movie (Foto: Munady/kumparan)
Kembali ke sinetron 'Si Doel Anak Sekolahan' yang mengambil cerita pada masa-masa Doel kuliah, satu hal yang saya sukai tentang bagaimana Rano Karno pada akhirnya menulis naskah skenario sekaligus menyutradarai, ia tak lupa bahwasannya karakter Doel yang diciptakan oleh pengarang novel Aman Datoek Madjoindo, dan diperkuat lagi lewat medium audio-visual oleh Sjuman, Doel adalah putra Betawi yang berprinsip, tidak gengsian, dan memiliki nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi.
ADVERTISEMENT
Lantas, ketika dalam sinetron, Doel dikisahkan tak gengsi untuk menjadi sopir oplet, hal tersebut sejalan dengan watak Si Doel yang sejak semula dari kelahirannya dibuat seperti itu.
Kembali ke film 'Si Doel Anak Betawi', di akhir cerita, Doel dan ibu yang merana pada akhirnya mendapatkan sosok pengganti Bapak lewat kehadiran pamannya sendiri, Bang Asmad (diperankan oleh Sjuman Djaya, suami Tutie Kirana yang memerankan Ibu) yang kemudian melamar ibu. Begitulah film tersebut yang walaupun dikemas sebagai film anak-anak, tetapi juga begitu kaya akan segala fenomena sosial yang pernah terjadi di zamannya, termasuk fenomena "turun ranjang". Ditolong bapak barunya, Asmad, Doel pada akhirnya bersekolah di Taman Siswa.
Si Doel the Movie
Pemain film si Doel di Gala Premiere 2 di kawasan Epicentrum, Kuningan, Jakarta (Foto: Aria/kumparan)
Rano Karno yang besar di era keemasan perfilman Indonesia, masa dimana film-film dihadirkan lewat gagasan dan cerita yang kuat, alih-alih menonjolkan kehebatan sinematografi yang keren-keren namun lebih sering tanpa disertai makna berarti,membawa semangat tersebut ketika menggarap sinetronnya, dan juga dalam penggarapan film ini.
ADVERTISEMENT
'Si Doel the Movie' tak menawarkan sinematografi yang cantik ala kebanyakan film kontemporer, tetapi ia memiliki kekuatan yang tak dimiliki kebanyakan film lain, yakni kekuatannya dalam membangun adegan dan memberi dialog-dialog yang begitu membumi. Menyaksikan Mpok Lela, Atun, Bang Mandra, Zaenab, Hans, Sarah, bahkan Doel sendiri yang irit bicara, seolah-olah kita menyaksian keluarga sendiri, tetangga sendiri yang sehari-hari memang seperti itulah kita bericara, terlebih untuk orang Jakarta.
Anda akan dihibur tanpa ampun oleh kehadiran Bang Mandra dalam film ini, dan cinta segitiga antara Doel, Sarah, dan Zaenab masih akan memberi kesan emosional. Siapkan tisu untuk itu.
Mandra 'Si Doel The Movie' (Foto: Prabarini Kartika/kumparan)
Dari sini saya akan mengungkap bocoran cerita besar film ini, maka hentikan membaca bila tak ingin mengetahuinya. Doel, di separuh akhir film ternyata baru mengetahui bahwa ia memiliki seorang putra, yang juga dinamai Doel (Rey Bong, 'Untuk Angeline', '{rudi habibie}' oleh Sarah yang ketika pergi 14 tahun lalu sedang mengandungnya. Doel junior ketika bertemu bapaknya masih ada rasa canggung dan kesal yang dipendamnya.
ADVERTISEMENT
Maka, ketika di ending film, pada akhirnya ia menerima Doel sebagai bapaknya lantas berlari merangkulnya sambil berteriak memanggilnya bapak, air mata yang saya tahan-tahan agar tidak keluar, menetes juga. Adegan ini mengingatkan saya pada adegan (hampir) akhir film 'Si Doel Anak Betawi' tatkala Doel kecil yang diperankan Rano Karno itu menerima Paman Asmad sebagai bapaknya, memeluknya dengan air muka penuh kebahagiaan. Rano Karno, saya percaya, sedang bernostalgia terhadap satu episode masa kecilnya itu.
Legacy Si Doel
Si Doel saya anggap sudah setara keberadaannya dengan sosok si Kabayan dari tanah Sunda, misalnya-- bila harus menyebut satu pembanding. Doel adalah bagian dari Jakarta yang tak terpisahkan. Ia sudah menjadi legenda-- bagian dari suatu folklore (cerita rakyat) Betawi (Jakarta). Kehadiran Doel kecil pada ending film ini saya harapkan dapat membuka kemungkinan-kemungkinan lain agar hikayat Si Doel dapat tetap lestari di bumi pertiwi yang kita cintai ini.
ADVERTISEMENT
Barangkali kisah Si Doel (atau Dul?) kecil dapat menjadi satu film anak-anak tersendiri, dengan premis hikayat si Doel yang dibalik; bagaimana seorang anak modern yang besar di Belanda mesti belajar hidup primitif di Jakarta-- sekadar ide. Saya percaya Rano Karno punya gagasan yang jauh lebih baik. Insya allah, cerita Si Doel bakal langgeng.
*Shandy Gasella, pengamat film.
Untuk membaca ulasan film lainnya dari Shandy Gasella, klik di sini.