Stan Lee dan Warisan yang Ia Tinggalkan

Shandy Gasella
Penikmat dan pengamat film - Aktif meliput kegiatan perfilman di Jakarta dan sejumlah festival film internasional sejak 2012
Konten dari Pengguna
15 November 2018 14:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Stan Lee Meninggal di Umur 95 Tahun. (Foto: Reuters/Mario Anzuoni)
zoom-in-whitePerbesar
Stan Lee Meninggal di Umur 95 Tahun. (Foto: Reuters/Mario Anzuoni)
ADVERTISEMENT
Ia terlahir dengan nama Stanley Martin Lieber. Pada mulanya selama hampir 22 tahun, sesaat setelah lulus dari DeWitt Clinton High School pada 1940-an, ia bekerja serabutan sebagai penulis, editor, sekaligus art director dalam industri penerbitan, yang pada saat itu, dianggap sedikit lebih baik saja di atas industri pornografi, yakni buku komik. Dan kemudian, pada tahun 1961, ia menjadi salah satu tokoh penting abad ke-20 yang mengangkat marwah komik masuk dan diterima ke dalam budaya pop Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Stan Lee, yang tutup usia pada Senin, 12 November 2018 pada usia 95 tahun, identik dengan Marvel Comics. Hampir setiap film yang dirilis oleh Marvel Studios — perusahaan film terbilang muda, tetapi kini menjadi raksasa di Hollywood — sebagian besar ide kreatifnya berasal dari Lee. (Pengecualian adalah Captain America, Guardians of the Galaxy, dan Captain Marvel yang akan datang).
Di antara orang-orang yang membangun legacy (warisan) perusahaan Disney, yang membeli Marvel pada tahun 2009 seharga $ 4 miliar, kontribusi Lee barangkali dapat dianggap berada di posisi kedua setelah Walt Disney sendiri. George Lucas berada di urutan ketiga dengan LucasFilm-nya yang juga dibeli Disney kemudian. Lee meninggalkan warisan yang abadi bagi Marvel. Akan tetapi, juga sebuah perdebatan dan kontroversi tentang warisan apa sebenarnya yang ia tinggalkan itu.
ADVERTISEMENT
Dalam skema dunia komik kontemporer, khususnya bagi para fans Jack Kirby (pencipta karakter Captain America), Stan Lee adalah seorang super villain (penjahat) — seorang pria yang dianggap sering mencuri kredit, memperkaya diri sendiri dari orang-orang yang sesungguhnya paling berjasa membangun Marvel secara kreatif pada tahun 60-an. Rumit juga ya.
Lee memiliki insting seorang maestro yang kuat, terutama dalam hal membangun brand. Sederhananya, ia ibarat mendiang Steve Jobs yang identik dengan Apple, dan orang tak menganggap keberadaan Steve Wozniac, kolaborator Jobs yang kontribusinya sama besarnya terhadap kesuksesan Apple yang mereka bangun bersama, bukan? Lee pun demikian, dari sejak awal karirnya ia sering menempatkan setiap kolaboratornya tak terlihat oleh publik, ia menyembunyikan mereka dalam kegelapan.
ADVERTISEMENT
Dalam setiap kesempatan wawancara dengan pers, dalam setiap kesempatan ia tampil di muka umum, Lee selalu mengaku dirinya sebagai juru kemudi — wajah dari Marvel Universe, menyebabkan sejumlah seniman/kreator seperti Jack Kirby dan Steve Ditko, ko-kreator Spider-Man, misalnya, menjadi tak dianggap keberadaannya.
Ego Lee begitu besar, maka ketika perhatian publik selalu dan hanya tertuju padanya seorang, jarang — atau bahkan tak pernah — ia mengoreksinya. Dan karena itu, film-film jagoan dari Marvel Studios yang kita tonton selama 10 tahun terakhir ini selalu memberi kredit “Stan Lee and...”. Tak pernah “... and Stan Lee.” Namanya harus ditaruh di urutan paling depan.
Namun, Lee juga tidak membangun karirnya dengan cara mencuri karya orang lain. Ia memiliki kreativitasnya sendiri yang tak terbantahkan. Dialah perintis konsep bahwa karakter-karakter jagoan yang berbeda-beda dalam komik hidup bersama (co-exist) dalam dunia/tempat yang sama, yang kemudian dinamai Marvel Universe. Pada mulanya, karakter-karakter tersebut hidup di tempat seperti (tiruannya) New York, bukan Metropolis atau Gotham yang sepenuhnya rekaan semata.
ADVERTISEMENT
Landasan yang membumi itu memberikan kesan yang sebelumnya tidak dikenal di dunia komik jagoan, memberikan perasaan luar biasa kepada pembaca bahwa ketika Spider-Man tengah berayun di antara gedung-gedung pencakar langit di Manhattan, dia memiliki kesempatan yang tinggi untuk berpapasan dengan Human Torch atau Thor misalnya di jalan, dalam petualangan mereka sendiri-sendiri.
Dan atribusi kreatif lainnya yang diberikan kepada Lee, bukan hanya itu saja, tetapi juga tentang dialog dan karakterisasi, Lee membuat karakter-karakter Marvel yang membumi, secara emosi dekat dengan keseharian kita. Peter Parker (Spider-Man) adalah perwujudan dari hidup seorang remaja yang bergelut dengan proses pendewasaannya, Tony Stark (Iron Man) adalah seorang alkoholik berat yang bergelut dengan prinsip-prinsip moralnya sendiri. Bruce Banner (Hulk) memiliki masalah emosi yang sangat serius.
Komik Marvel (Foto: Twitter/ @Marvel )
zoom-in-whitePerbesar
Komik Marvel (Foto: Twitter/ @Marvel )
Tim pahlawan Marvel terdiri dari keluarga yang tak akur, keras kepala tapi sesungguhnya mereka saling membutuhkan satu sama lain (Fantastic Four, X-Men), dan hal tersebut amat dekat bukan dengan keseharian kita? Sedangkan tokoh-tokoh jahatnya bahkan lebih membumi lagi — di tangan Lee, sosok mutan revolusioner seperti Magneto membuat tim mereka dapat bersatu melalui kekuatan dan keyakinan bersama bahwa musuh mereka secara ideologis salah dalam memandang mereka dan mengenai cara membebaskan manusia-manusia mutant dari tirani. Sebuah media (komik) yang semula diciptakan sebagai pemenuhan fantasi belaka, berkat Stan Lee, kemudian berevolusi menjadi media penuh metafora, layaknya karya sastra pada hakikatnya.
ADVERTISEMENT
Tidak ada sesuatu pun dalam budaya pop yang kita kenal selama ini seperti Marvel Universe. Kisahnya, dramanya, hingga pertarungan baik-buruk — bahkan ketika Lee, dikritik sebagai orang yang sebetulnya lebih berperan sebagai editor ketimbang seorang partner kreatif, tetapi tak dapat dinafikan pula bahwa kredit penulis cerita selalu tersemat pada namanya. Dialah yang memberi komik ironi, corniness, dan sekaligus kedalaman. "With great power comes great responsibility” (dengan kekuatan besar ada tanggung jawab yang besar) adalah sebaris ungkapan yang tak terlupakan, menjadi seolah wejangan atau pepatah kuno yang lahir dari peradaban.
Itu semua setidak-tidaknya merupakan warisan yang ditinggalkan Stan Lee. Ia membawa komik dari yang semula hal remeh dan tak begitu memiliki nilai ekonomi berarti menjadi industri yang serius dan bermartabat. Ia memberi komik wajah dan suara-suara klise, yang mudah dipahami, namun tetap menawan. Dia bukan Stanley Lieber. Bukan Stan Lee. Untuk generasi pembaca dan penggila budaya pop sekarang, ia adalah Stan The Man, Smilin' Stan. Tokoh utama dunia komik dan Marvel, dan Stan Lee juga merupakan karakter tersendiri.
ADVERTISEMENT
Orang-orang salah dalam memahami Doctor Doom. Begitu Stan Lee pernah berujar dalam sebuah kesempatan interview yang terjadi di tahun 2016. “Semua orang menganggapnya seorang kriminal, padahal yang ia mau hanyalah menguasai dunia.” Katanya.
Doctor Doom, bersama dengan banyak karakter ciptaan Lee lainnya, tidak sempurna. Keangkuhan Peter Parker/Spider-Man mengakibatkan pamannya mati. Fantastic Four akan menjadi tim jagoan terhebat di dunia jika mereka dapat berhenti bertengkar satu sama lain. Doctor Strange seorang bajingan. Semua karakter itu konon tercermin juga dalam diri Stan Lee sendiri.
ADVERTISEMENT
Namun, bila melihat bagaimana dunia bereaksi terhadap wafatnya Lee, bagaimana para pesohor dan tokoh-tokoh penting di muka bumi ini memberikan tribut perpisahan, Anda akan berpikir bahwa ia seorang yang suci bak dewa. Tidak juga, setidaknya menurut beberapa kesaksian sejumlah orang yang pernah bersinggungan dengannya. Dia jauh lebih kompleks daripada apa yang terlihat.
Stan Lee memang menciptakan banyak karakter jagoan Marvel. Dia tidak menciptakan semuanya sendirian. Jika Anda mengenal Stan Lee tetapi juga tidak tahu akan keberadaan Kirby dan Steve Ditko (yang terakhir meninggal dunia pada bulan Juni lalu dengan tribut atau penghargaan yang relatif kecil dari warganet), Anda semestinya tahu atau mau memulai mengenal mereka juga.
Memang, Stan Lee yang berusaha membawa Marvel ke dunia TV dan film, sebuah upaya yang mengubah budaya populer dalam cara yang tak pernah terbayangkan sebelumnya dalam sejarah peradaban manusia (hiperbolis banget ya, tetapi begitulah adanya). Sebelum Disney mengakuisisi Marvel seharga $ 4 miliar, Lee menggagas Marvel sebagai entitas tersendiri.
ADVERTISEMENT
Kredit kru film pertama Lee adalah melalui Captain America (Albert Pyun), sebuah film direct-to-video yang dirilis pada tahun 1990, sebuah permulaan yang luar biasa untuk karir yang juga luar biasa yang hanya dapat dicapai oleh beberapa orang — terutama mengingat bahwa tidak ada orang selain Lee yang dapat mengajukan dan memenangkan gugatan senilai $ 10 juta terhadap Marvel.
Sebagai pribadi, Stan Lee memiliki banyak persona. Mereka yang pernah bertemu dengannya, mulai dari para profesional Hollywood hingga para fans, akan memberi tahu Anda bahwa ia begitu baik sesuai dengan harapan setiap orang terhadapnya. Semua orang mencintainya.
Stan Lee dan Jack Kirby (Foto: nerdreactor.com)
zoom-in-whitePerbesar
Stan Lee dan Jack Kirby (Foto: nerdreactor.com)
Semua orang, kecuali Jack Kirby.
"Stan Lee itu hama!" Kata Kirby kepada The Comics Journal dalam sebuah wawancara pada tahun 1989 yang cukup terkenal di kalangan penggemar budaya pop. "Dia suka menjengkelkan orang dan itu adalah satu hal yang tidak bisa saya terima."
ADVERTISEMENT
Di tengah-tengah duka dan curahan kekaguman dari semua orang kepada Stan Lee, mengingat kembali apa yang pernah Kirby bicarakan tentang dirinya, terdengar seperti sebuah gosip yang hampir menjadi mitos, ngeri-ngeri sedap. Empat tahun dari kematiannya sendiri pada tahun 1994 dan tak sempat mengecap manisnya keberhasilan Marvel, Kirby menegaskan bahwa Lee tidak lebih dari sekadar seorang pengurus kantor biasa yang tak becus menulis naskah komiknya sendiri.
"Stan Lee dan saya tidak pernah berkolaborasi dalam hal apa pun!" kata Kirby. “Saya belum pernah melihat Stan Lee menulis apa pun. Saya lah yang biasanya menulis cerita. Selalu saya.”
Bila Stan Lee menggambarkan proses penulisan yang berlangsung di Marvel sebagai "Metode Marvel yang kolaboratif", Kirby mengungkapkan siasat Lee secara detail, sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
“Saya yang membuat dialog. Saya yang menulis dialog di bagian belakang setiap halaman. Tak hanya dialog bahkan deskripsi pun saya tuliskan. Kemudian, Stan Lee menyerahkannya kepada orang lain di kantor, lantas menyuruhnya menuliskan dialog-dialog yang saya ciptakan ke dalam caption. Dengan cara ini, ia mendapatkan honor lebih banyak daripada sebagai editor. Begitulah cara Stan Lee menjadi penulis. Selain menerima bayaran sebagai editor, dia menerima honor sebagai penulis juga. Saya tidak mengatakan bahwa Stan Lee seorang pebisnis yang buruk. Saya pikir dia pintar memanfaatkan siapa pun untuk keuntungannya sendiri.”
Kirby tak sendirian, penulis komik Dave Baker bahkan bereaksi lebih gahar, “F**k Stan Lee!” Ujarnya. “Orang-orang memiliki pandangan tentangnya sebagai seorang kakek tua yang baik yang "menciptakan segalanya”. Tetapi itu tak sepenuhnya benar, ” kata Baker kepada media Inverse dalam sebuah wawancara di tahun 2016. "Saya tidak mengatakan bahwa Stan Lee jahat, dia hanya memiliki keserakahan yang besar dan tidak suka memberi orang lain penghargaan (kredit) atas apa pun yang telah mereka buat."
ADVERTISEMENT
Kesuksesan Marvel yang kian menjadi dan sedang berlangsung di seluruh dunia melalui film-film produksi Disney/Marvel Studios dan Sony, karya-karya Lee, yang telah menemukan kehidupannya sendiri dalam rupa adaptasi, dan di setiap film produksi Marvel ia hadir sebagai cameo yang senantiasa ditunggu-tunggu para fans dengan karakter dan sosok tersendiri yang tak kalah terkenal dengan karakter-karakter jagoan ciptaannya. Kini bahkan kredit terhadapnya diperluas ke karakter-karakter lain yang bahkan tidak ia ciptakan, seperti Deadpool (diciptakan oleh Rob Liefeld), Venom (diciptakan oleh Todd McFarlane dan David Michelinie), dan Big Hero 6 (diciptakan Steven T. Seagle dan Duncan Rouleau).
Setiap orang tampaknya memiliki kisah dan kesan sendiri-sendiri tentang Stan Lee: entah saat pertama kali mereka membaca komiknya, saat mereka bertemu dengannya di sebuah event, apa pun.
ADVERTISEMENT