Konten dari Pengguna

Terlalu Tampan: Terlalu Bagus untuk Dilewatkan

Shandy Gasella
Penikmat dan pengamat film - Aktif meliput kegiatan perfilman di Jakarta dan sejumlah festival film internasional sejak 2012
6 Februari 2019 15:17 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
★★★★☆ | Shandy Gasella
Acara press screening film Terlalu Tampan di Studio XXI Epicentrum, Jakarta. Foto: Dok. Tango
zoom-in-whitePerbesar
Acara press screening film Terlalu Tampan di Studio XXI Epicentrum, Jakarta. Foto: Dok. Tango
“Film Indonesia tuh gitu-gitu aja.” Demikian sabda netizen yang sering kita jumpai manakala ada diskusi seputar film, dan yang dimaksud dengan “gitu-gitu aja” barangkali adalah tidak adanya kebaruan, cerita gampang tertebak, kualitas ala kadarnya, dan lain-lain yang semacamnya. Sah-sah saja pendapat tersebut, toh nyatanya memang film nasional yang kualitasnya di atas rata-rata jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah total film yang beredar setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Katakanlah setahun beredar 130-140 judul film nasional, sepengamatan saya, paling ada 10-15 judul yang dapat dianggap di atas rata-rata, dan 1-2 judul saja yang luar biasa bagus setiap tahunnya. Bahkan tahun lalu saya hanya menemukan satu judul saja film nasional yang saya anggap luar biasa bagus.
Terlalu Tampan karya debutan Sabrina Rochelle Kalangie bukanlah film Indonesia yang gitu-gitu aja. Diadaptasi dari sebuah webtoon (komik daring), film ini menawarkan premis yang betul-betul segar, dan tak pernah diangkat ke layar lebar sebelumnya; bagaimana jika ketampanan, bukannya menolong, justru malah sering membuat susah si pemilik ketampanan tersebut?
Alkisah seorang cowok bernama Witing Tresno Jalaran Soko Kulino—panjang banget namanya, dan maka dari itu disingkat jadi—Mas Kulin (Ari Irham, After Met You), dikaruniai ketampanan yang subhanallah (saya tak tahu kata yang tepat untuk menggambarkannya) hingga cewek-cewek (dan cowok juga boleh sih, kalau belok) yang memandangnya dapat histeris tak terkendali, mimisan, dan tak jarang kesurupan.
ADVERTISEMENT
Ketampanan Mas Kulin diturunkan dari ayahnya, Pak Archewe, diperankan Marcelino Lefrandt yang ketampanannya sendiri sudah diakui sejak dia menjadi Pak Bagus, ayahnya Lala, di sinetron Bidadari (2000-2005). Tak hanya ayahnya yang tampan, tetapi ibunya juga, Bu Suk, sama “tampannya” lantaran diperani oleh Iis Dahlia, pedangdut cantik yang terkenal dengan kumis tipisnya itu. Mas Kulin punya seorang abang bernama Mas Okis (Tarra Budiman, Warisan Olga, Flight 555) yang juga tampan.
Seumur hidupnya Mas Kulin menghabiskan hari-harinya mengurung diri di rumah, sekolah pun home schooling. Hingga datanglah saatnya ibu, ayah, dan abangnya mulai khawatir akan kemampuannya bersosialisasi dengan dunia luar. Suatu malam mereka sekongkol untuk pura-pura sedang kesulitan keuangan lantaran mahalnya biaya home schooling, Mas Kulin mendengarkan dan merasa tak enak hati.
ADVERTISEMENT
Esoknya saat sarapan ia meminta kepada kedua orang tuanya untuk diizinkan bersekolah di sekolah khusus cowok, tetapi SMA bukan STM. Mas Kulin kini siap menghadapi dunia, tetapi sudah siapkah dunia menghadapinya?
Terjadi chaos di hari pertamanya di sekolah. Seorang guru wanita kejang-kejang dan mesti dilarikan ke rumah sakit saat menyaksikan ketampanan Mas Kulin. Tiga orang anak badung, satu di antaranya diperankan Dimas Danang (PSP: Gaya Mahasiswa), menyekap Mas Kulin di gudang sekolah, bukan karena ia kesengsem lantas berniat melakukan tindakan tak senonoh, melainkan untuk meminta pertolongan agar Mas Kulin dapat menyerahkan surat undangan tawaran pesta prom gabungan kepada SMA BBM (SMA khusus cewek) di mana di sana ada seorang siswi yang terlalu cantik (Nikita Willy, Alas Pati, Gasing Tengkorak) yang ditaksir si anak badung. Dari sini sudah dapat ditebak kejadian apa yang bakal menimpa siswi-siswi BBM manakala Mas Kulin mendatangi sekolah tersebut bukan?
Acara press screening film Terlalu Tampan di Studio XXI Epicentrum, Jakarta. Foto: Dok. Tango
Absurd, gila-gilaan, lebay, kocak, seru, dan sedikit bumbu drama campur aduk dalam film ini. Tak masalah bila Anda belum pernah membaca komiknya, lantaran bagi siapa pun yang minimal familiar dengan humor ala komik Jepang dapat dengan mudah menikmati segala keabsurdan yang ditawarkan film berdurasi 106 menit ini.
ADVERTISEMENT
Produser Nurita Anandia dan sutradara Sabrina Rochelle Kalangie duet menulis naskah skenario, tak hanya berhasil memindahkan panel demi panel komik, tetapi juga menyajikan kisah yang begitu padat tentang pencarian jati diri, persahabatan, keikhlasan, ketidaksempurnaan, dan peran serta keluarga yang membentuk perjalanan kedewasaan seorang Mas Kulin.
Debut penyutradaraan yang impresif dari Sabrina. Ia mampu menggambarkan bagaimana situasi ketika cewek-cewek tergila-gila akan seorang cowok tampan, dan visual serta mood yang dihasilkannya, entah bagaimana, seolah tak pernah saya saksikan sebelumnya lewat penggambaran film apa pun—apakah karena si sutradara seorang cewek?
Dan, entah bagaimana lagi, walaupun film ini disutradarai seorang cewek, tetapi ia justru mampu menghadirkan sentuhan bromance antara Mas Kulin dan Kibo (Calvin Jeremy, Hasduk Berpola), teman barunya di sekolah, sedekat dan senyata itu which is no fake sama sekali. Kebanyakan sutradara cowok malah sering gagal ketika mencoba menghadirkan bromance. Aneh ya.
ADVERTISEMENT
Humor-humor yang ditawarkan pun begitu segar—untuk tak menyebutnya absurd, beberapa berhasil membuat saya ngakak hingga kejengkang, dan ini yang paling penting, bahwa humor di film ini amat menyatu dengan plot, tak dibikin-bikin yang penting asal ada humornya. Yang patut diperhatikan oleh setiap penulis naskah ketika menggarap komedi adalah bahwa plot dulu yang mesti diperhatikan, baru lelucon yang kemudian menyesuaikan dengan plot, bukan sebaliknya.
Contoh misalnya dalam sebuah film tentang perang kemerdekaan, muncullah adegan seorang tentara dengan pacarnya boncengan naik motor bebek pergi kondangan ke resepsi nikahan orang yang mereka tidak kenal, hanya untuk bisa makan gratis kemudian ke-gep yang punya hajat, tapi setelah adegan itu berlalu, tak ada signifikansinya sama sekali terhadap keseluruhan plot, sebab kondangan atau tidak, kemerdekaan tetap mesti diperjuangkan. Sekadar contoh.
ADVERTISEMENT
Itulah sekiranya adegan humor yang dibikin-bikin yang penting asal ada humornya. Nah, dalam Terlalu Tampan, tak ada adegan semacam itu. Padahal yang bikin film ini debutan lho, tetapi gak ngasal ngarang cerita. Hebat ya.
Ketika sedang terdesak seolah nasib tak berlaku adil pada Mas Kulin, ia naik ke sebuah atap gedung untuk mengakhiri hidupnya. Hingga seorang cewek bernama Rere (Rachel Amanda, I Love You Om, Sajen), yang cantiknya—ehem, biasa aja, bersikap biasa-biasa saja ketika berhadapan dengannya. Saat itu juga, untuk pertama kalinya, Mas Kulin merasa diperlakukan dengan istimewa.
Rere tidak mimisan, tidak histeris, tidak kesurupan ketika memandang Mas Kulin. Dan itu hal yang amat istimewa bagi Mas Kulin. Jantungnya pun berdegup kencang, untuk kali pertama, ia jatuh hati kepada seorang cewek.
ADVERTISEMENT
Tetapi, Kibo juga jatuh hati kepada Rere.
Walaupun se-klise kedengarannya, percayalah, film ini tak menyuguhkan cerita yang klise. Seperti yang sudah saya bilang, keabsurdan, kegilaan, kelebayan, seru-seruan, dan sedikit bumbu drama campur aduk dalam film ini, dengan takaran yang pas. Bikin hati anget selepas menontonnya. Enggak gitu-gitu aja.