Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Wiro Sableng: Sebuah Awal yang Menjanjikan
3 September 2018 14:20 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
★★★1/2☆☆ | Shandy Gasella
Suatu hari di bulan September 2014, saya berkesempatan mewawancarai aktor Vino G. Bastian secara eksklusif selama satu setengah jam. Dengan lamanya wawancara yang setara dengan durasi satu film itu, tentu banyak hal yang saya gali darinya, dan satu di antaranya yang saya tanyakan kala itu; "Sempat terpikir nggak untuk memproduseri film Wiro Sableng dan barangkali kamu bisa berperan sebagai Wiro sendiri?"
ADVERTISEMENT
Pertanyaan itu saya ajukan lantaran kala itu ia baru saja terlibat dalam produksi film berjudul 'Tabula Rasa' -- bukan sebagai aktor, melainkan sebagai Associate Producer, dan filmnya sendiri diproduseri kakak iparnya, Sheila Timothy, melalui LifeLikePictures.
Jawabannya atas pertanyaan tersebut panjang sekali, lantaran ia juga dengan begitu menggebu-gebu menjelaskan asal muasal Wiro Sableng -- sosok pendekar fiktif ciptaan Bastian Tito, mendiang ayahnya sendiri, dalam 185 judul novel. Namun, dari panjangnya jawabannya tersebut, kesimpulannya; ia memang berkeinginan untuk dapat membuat film Wiro Sableng, tetapi tak terpikirkan untuk juga memerankan karakter Wiro.
Lantas mengapa--menjadi pertanyaan lanjutan yang amat sah saya ajukan bukan? "Gue nggak tahu deh, itu agak menjadi beban karena gue tahu banget bokap gue membuat Wiro itu seperti apa, dan kalau saja misalnya penggambaran Wiro itu nggak sesuai dengan apa yang bokap gue buat, beban itu akan lebih berat lagi."
ADVERTISEMENT
Empat tahun kemudian, sekarang, kita sama-sama tahu pada akhirnya film 'Wiro Sableng' rampung dibuat dan sudah dapat kita saksikan di bioskop sejak tayang perdana Kamis lalu. Dan, sosok Wiro Sableng diperankan oleh Vino--mampukah ia memikul beban untuk tampil tak mengecewakan?
Disutradarai Angga Dwimas Sasongko ('Filosofi Kopi', 'Bukaan 8'), diproduseri Sheila Timothy ('Banda the Dark Forgotten Trail', 'Tabula Rasa') dengan production house-nya LifeLike Pictures, dan juga ikut dicukongi Fox International Productions (anak perusahaan 20th Century Fox), membuat film yang diberi judul 'Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212' ini menjadi salah satu film yang paling dinantikan kemunculannya di tahun ini dengan segala ekspektasi yang demikian tinggi. Betapa tidak, dengan segala alasan di atas.
ADVERTISEMENT
Syahdan pada abad ke-16, seorang pendekar golongan hitam bernama Suranyali (kita akan mengenalnya di kemudian hari sebagai Mahesa Birawa, diperankan Yayan Ruhian dari film 'The Raid') bersama Kalingundil (Dian Sidik, 'Seteru', 'Tebus') dan beberapa anak buahnya yang lain berkuda tengah malam menuju ke sebuah perkampungan untuk menjarah harta benda penduduk. Di kampung itu ia berhadapan dengan Ranaweleng (Marcell Siahaan, 'Andai Ia Tahu', 'Madame X') yang berani melawannya, hanya untuk dibunuhnya dengan seketika. Istrinya, Suci (Happy Salma, 'Dilan 1990', 'Buffalo Boys') juga ikut terbunuh.
Anak mereka yang masih kecil, Wira Saksana, menyaksikan peristiwa pembunuhan kedua orang tuanya tersebut. Suranyali menyeretnya dan kemudian melemparkannya ke rumahnya sendiri yang tengah terbakar.
Saat harapan hampir lenyap, muncullah pendekar perempuan bernama Sinto Gendeng (Ruth Marini, 'Sebelum Iblis Menjemput') yang datang menyelamatkannya. Ia lantas membawanya ke puncak Gunung Gede dan menjadikannya murid. Selama 17 tahun ia digembleng, diberi ilmu-ilmu sakti, dan petuah-petuah hidup dari sang guru. Namanya lalu diganti menjadi Wiro Sableng.
ADVERTISEMENT
Dari sini, tanpa perlu membaca novelnya, tentu kita sudah dapat menduga ke mana arah film akan bertolak bukan? Sinto Gendeng pada akhirnya menyuruh Wiro untuk turun gunung dan membalaskan dendamnya terhadap Suranyali.
Sebuah perjalanan yang akan mempertemukannya dengan begitu banyak orang sebelum pada akhirnya ia berduel maut melawan Mahesa Birawa alias Suranyali yang ternyata juga merupakan bekas murid Sinto Gendeng.
Ditulis oleh Tumpal Tampubolon ('Tabula Rasa', 'Rocket Rain') bersama Sheila Timothy dan Seno Gumira Ajidarma ('Pendekar Tongkat Emas') dengan mengadaptasi beberapa judul novel seri Wiro Sableng, tetapi sepertinya seri 'Empat Brewok dari Goa Sanggreng' dan 'Maut Bernyanyi di Pajajaran' menjadi landasan utama yang dijadikan inti cerita dalam film ini.
'Empat Brewok dari Goa Sanggreng' mengisahkan babak kematian orang tua Wiro dan perjalanan awal dirinya menjadi seorang pendekar, sedangkan 'Maut Bernyanyi di Pajajaran' adalah kisah di mana pada akhirnya Wiro berhadapan dengan Suranyali/Mahesa Birawa. Dua judul seri novel tersebut adalah kunci, tetapi karakter-karakter yang hadir di film ini tak hanya karakter-karakter yang mula-mula hanya ada dalam dua judul novel tadi.
ADVERTISEMENT
Misalnya Bujang Gila Tapak Sakti (diperankan Fariz Alfarazi) yang pertama kali muncul lewat seri berjudul 'Hari Hari Terkutuk', Bidadari Angin Timur (Marsha Timothy, 'Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak') yang pertama kali muncul lewat seri berjudul 'Guci Setan', dan masih banyak karakter lainnya yang dimunculkan di film ini, sayangnya tanpa diberi latar belakang berarti.
Ketika Wiro turun gunung dan kembali ke kampungnya, ia singgah di sebuah warung kopi di mana ia bertemu dengan Kalingundil si anak buah Mahesa Birawa. Di warung itu juga ada pelarian seorang puteri (diperankan oleh Aghniny Haque) dan putera mahkota kerajaan (diperankan oleh Yusuf Mahardika) yang diburu oleh para pendekar golongan hitam di bawah pimpinan Mahesa Birawa.
ADVERTISEMENT
Lalu muncul juga Empat Brewok yang memiliki permasalahan dengan Kalingundil. Maka kericuhan pun terjadi. Wiro ikut bertarung melawan Kalingundil, dan di sini pula kita melihat kesaktian Wiro manakala ia memukul lawan dengan telapak tangannya, maka bagian tubuh lawan yang dipukulnya tersebut mendapatkan cap seperti terbakar dengan logo 212 darinya.
Logo 212 di film ini bukanlah logo dengan tulisan angka "212", tetapi sebuah logo atau simbol yang jika dilihat secara terbalik akan terlihat sama. Jadi, dalam novel, diceritakan bahwa Wiro ketika memukul lawannya dengan telapak tangannya, maka akan ada cap angka 212 yang menempel di badan lawan yang ia pukul.
Menjadi tidak masuk akal ketika angka "212" yang "tertulis" dalam telapak tangan Wiro itu ditimpakan kepada lawan dan meninggalkan bekas berupa angka "212" juga, padahal secara logika, angka itu semestinya menjadi terbalik dan akan terbaca menjadi "515". Maka, sebuah keputusan yang brilian dan penuh perhitungan ketika pembuat film memutuskan untuk tak memakai angka "212" tetapi membuat logo tersendiri yang demikian adanya tampil di film ini.
Perjumpaan Wiro dengan Empat Brewok dan Kalingundil lantas membawanya bertemu dan berkenalan dengan Bujang Gila Tapak Sakti dan Anggini (Sherina Munaf, 'Petualangan Sherina'), lantas mereka bertiga mencari dan membuat perhitungan dengan Mahesa Birawa.
ADVERTISEMENT
Siapa Bujang Gila Tapak Sakti dan Anggini, dan apa motivasi mereka memberikan pertolongan kepada Wiro dalam usahanya membalaskan dendam, sayangnya tak tergali dengan baik, kita diminta untuk percaya begitu saja bahwa Wiro dan Bujang Gila ketemuan, bercanda bareng, lalu sohiban sehidup semati. Pun Anggini tak memiliki tujuan yang sama jelasnya selain perintah dari gurunya untuk mendekati Wiro (ini juga entah alasannya apa pokoknya begitu).
Permasalahan utama film ini adalah penuh sesaknya karakter, beberapa karakter bahkan merupakan karakter penting seperti Bidadari Angin Timur, yang bahkan namanya saja tak disebutkan, dan banyak karakter lain juga seolah tak punya nama padahal dalam kredit film tertulis bahwa mereka bukanlah tokoh sembarangan dalam alam cerita Wiro Sableng seperti misalnya Pendekar Pemetik Bunga (Hanata Rue), Bajak Laut Bagaspati (Cecep Arif Rahman, 'The Raid 2: Berandal'), Kakek Segala Tahu (Yayu Unru, 'Tabula Rasa', 'Night Bus'), dan masih banyak lagi karakter lainnya yang underdeveloped, selain membingungkan juga menjadi perlakuan yang tak adil terhadap karakter-karakter tersebut.
ADVERTISEMENT
Subplot penggulingan tahta Raja Kamandaka (Dwi Sasono, 'DOA', 'Kartini') oleh sang adik sendiri, Werku Alit (Lukman Sardi, 'Sultan Agung', 'Night Bus') dibantu sekawanan penjahat, di luar plot utama pembalasan dendam Wiro, digarap setengah matang. Betapa tidak, subplot ini datang secara tiba-tiba di pertengahan film, tanpa latar belakang yang memadai ihwal siapa itu Raja Kamandaka, mengapa adiknya julid terhadapnya, dan mengapa Mahesa Birawa mau membantunya, tak terjawab dengan cukup meyakinkan.
Yang paling membingungkan, Kalasrenggi (Teuku Rifnu Wikana) itu siapa? Tentu sebuah film yang meskipun diangkat dari kisah novel perlu menjelaskan sebaik-baiknya kepada penontonnya yang belum tentu merupakan pembaca setia novelnya.
Namun, di luar itu semua film ini menampilkan sejumlah aksi yang sepatutnya kita apresiasi tinggi hasil koreografi kolaborasi antara Yayan Ruhian dan Chan Man Ching. Jurus-jurus maut yang ditampilkan para aktor film ini terlihat meyakinkan seolah mereka memang jagoan ahli bela diri. Vino G Bastian, Sherina, bahkan Marsha Timothy dalam balutan kostumnya yang angggun mampu mengimbangi kehebatan seorang Yayan Ruhian dalam bertarung tanpa sedikit pun terlihat cupu.
ADVERTISEMENT
Sayang, penata kamera Ipung Rachmat Syaiful tidak tampil seluwes aktor-aktor film ini dalam berlaga. Banyak adegan kelahi yang diambil melalui shot-shot sempit, barangkali agar proses editingnya tak menjadi terlalu ruwet -- lebih mudah menyulam cut-to-cut-nya, berbeda bila banyak wide shot, perlu ketelitian dan continuity dan take gambar yang jauh lebih banyak demi membuatnya minimal sekeren yang ditampilkan 'The Raid' hasil bidikan kamera Matt Flannery. Atau barangkali memang seperti itu yang ingin ditampilkan Angga yang tak berusaha mengekor 'The Raid'.
Ikut dicukongi Fox International Productions membuat film ini tampil amat grande dengan segala nilai produksi dan desain produksi arahan Adrianto Sinaga yang luar biasa tercermin dengan begitu baik lewat tampilan set, properti, dan kostum.
ADVERTISEMENT
Juga kehadiran spesial efek CGI yang enggak kacangan yang sepenuhunya dikerjakan oleh para artis dalam negeri ini menambah nilai lebih. Film ini jelas telah berhasil meningkatkan standar pemakaian spesial efek CGI dalam film nasional.
Secara keseluruhan, di luar kekurangannya, film ini tampil menghibur, kocak, dan seru layaknya tontonan film musim panas dari Hollywood. Jauhlah... kalau boleh saya bandingkan dengan 'Pendekar Tongkat Emas' yang nganu itu misalnya. Dengan apresiasi yang cukup baik dari penonton dengan raihan 652.154 tiket yang dikumpulkan selama empat hari pertama tayang, rasanya sebuah sekuel sudah pasti bakal dibuat. Bila boleh saya menyumbang saran, untuk sekuelnya nanti janganlah diisi banyak-banyak karakter tanpa latar belakang yang memadai.
Penampilan duet Vino G. Bastian dan Ruth Marini sebagai murid sableng dan guru gendeng sungguh tak kan terlupakan begitu saja, dan selepas menyaksikan film ini, saya ingin lebih banyak lagi adegan yang menampilkan mereka berdua dalam film-film mendatang. Dialog-dialog dalam film ini -- dan terutama dialog mereka, ditulis dengan cukup baik yang tak hanya menghadirkan kekonyolan, tetapi juga monolog-monolog filosofis ala Master Yoda.
ADVERTISEMENT
Saya berkesempatan menyaksikan film ini lebih awal lewat sebuah pemutaran khusus untuk wartawan. Usai pemutaran, dalam sebuah konferensi pers, Vino G. Bastian ditanya oleh pembawa acara ihwal apa yang ia rasakan bahwa pada akhirnya ia bermain film sebagai Wiro Sableng, tokoh pendekar fiktif legendaris ciptaan ayahnya itu.
Pertanyaan tersebut tak langsung ia jawab, cukup lama ia menerawang sebelum pada akhirnya ia berterima kasih kepada segenap kru dan lawan mainnya di film ini. "Semoga Daddy senang di sana melihat film ini." Katanya dengan penuh rasa haru yang tak kuasa ia sembunyikan.
Mendengar perkataannya itu, ingin rasanya saat itu saya berdiri dari kursi penonton lantas berkata dengan lantang agar didengar seisi bioskop, "Kau memang dilahirkan untuk berperan sebagai Wiro Sableng, Vin!"
ADVERTISEMENT