Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Melawan Stigma, Meningkatkan Partisipasi Perempuan di STEM
8 Desember 2024 16:31 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Shavira Nur Waladan Isnaeni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menghapus Batasan Gender di STEM (Science,Tecnology,Engineerinng, and Mathematics) untuk Masa Depan yang Lebih Setara dan Inovatif
ADVERTISEMENT
Industri STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) merupakan tulang punggung inovasi global. Namun, meskipun kemajuan telah dicapai, perempuan masih menghadapi stigma gender yang menghalangi partisipasi dan keberhasilan mereka di bidang ini. Statistik UNESCO (2021) menunjukkan bahwa hanya sekitar 30% perempuan di seluruh dunia yang bekerja di sektor STEM. Angka ini mengindikasikan kesenjangan gender yang signifikan, yang membutuhkan solusi komprehensif.
ADVERTISEMENT
Akar Stigma Gender di STEM
Salah satu alasan utama rendahnya partisipasi perempuan di STEM adalah stereotip sosial yang telah mendarah daging. Banyak masyarakat masih memandang STEM sebagai domain pria, yang memengaruhi pilihan karier perempuan sejak usia dini. Laporan National Science Foundation (NSF, 2022) mengungkapkan bahwa anak perempuan cenderung kurang percaya diri terhadap kemampuan mereka di bidang matematika dan sains, meskipun performa akademik mereka sama baiknya dengan anak laki-laki.
Selain itu, lingkungan kerja di industri STEM sering kali dideskripsikan sebagai maskulin, kompetitif, dan tidak ramah terhadap perempuan. Hal ini mempersulit perempuan untuk bertahan dan berkembang. Survei oleh Pew Research Center (2021) menemukan bahwa 50% perempuan yang bekerja di STEM melaporkan mengalami diskriminasi gender, mulai dari pengabaian pendapat hingga kesenjangan gaji yang signifikan dibandingkan rekan pria.
ADVERTISEMENT
Dampak Kesenjangan Gender
Kesenjangan gender di STEM tidak hanya merugikan perempuan tetapi juga menghambat kemajuan industri itu sendiri. Sebuah studi oleh McKinsey & Company (2020) menunjukkan bahwa perusahaan dengan keberagaman gender yang tinggi lebih inovatif dan memiliki kinerja keuangan yang lebih baik. Kurangnya perempuan di STEM berarti hilangnya perspektif unik yang dapat membantu memecahkan masalah kompleks dan menciptakan solusi yang inklusif.
Selain itu, ketimpangan gender ini memperkuat siklus eksklusi. Ketika perempuan melihat sedikit panutan di STEM, mereka cenderung tidak tertarik untuk mengejar karier di bidang tersebut, yang memperburuk ketidakseimbangan gender.
Langkah Menuju Perubahan
Mengatasi stigma gender di STEM memerlukan upaya kolektif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, perusahaan, dan masyarakat. Berikut beberapa langkah penting yang dapat diambil:
ADVERTISEMENT
1. Pendidikan yang Inklusif
Memperkenalkan anak perempuan pada STEM sejak dini dapat membantu mengatasi stereotip. Program seperti Girls Who Code dan She Can STEM telah sukses memperkenalkan coding dan teknologi kepada anak perempuan di berbagai negara, meningkatkan kepercayaan diri mereka terhadap kemampuan teknis.
2. Mentorship dan Role Model
Kehadiran panutan perempuan yang sukses di STEM dapat menginspirasi generasi muda. Sosok seperti Marie Curie atau Katherine Johnson membuktikan bahwa perempuan memiliki potensi besar di bidang sains. Program mentorship yang menghubungkan profesional perempuan dengan siswa perempuan juga dapat memperkuat jaringan dan memberi dukungan emosional.
3. Kebijakan Tempat Kerja yang Progresif
Perusahaan perlu menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan ramah perempuan. Ini mencakup kebijakan cuti melahirkan yang adil, fleksibilitas kerja, serta program pelatihan untuk mengurangi bias gender. Transparansi dalam struktur gaji juga penting untuk mengurangi kesenjangan.
ADVERTISEMENT
4. Kampanye Publik untuk Mengubah Narasi
Kampanye media yang menunjukkan perempuan sukses di STEM dapat membantu mengubah persepsi publik. Serial TV, film, atau dokumenter yang menggambarkan perempuan sebagai ilmuwan, insinyur, atau pemimpin teknologi dapat menjadi alat yang kuat untuk melawan stereotip.
5. Kolaborasi Lintas Sektor
Pemerintah, sektor swasta, dan organisasi non-profit harus bekerja sama dalam menciptakan kebijakan dan program yang mendukung perempuan di STEM. Contohnya, inisiatif global seperti UN Women’s HeForShe memobilisasi pria untuk mendukung kesetaraan gender di semua sektor, termasuk STEM.
Menuju Masa Depan yang Setara
Meningkatkan partisipasi perempuan di STEM bukan hanya tentang keadilan, tetapi juga tentang potensi yang lebih besar untuk inovasi dan kemajuan. Industri STEM membutuhkan keragaman ide, pengalaman, dan perspektif untuk menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, kesehatan, dan teknologi baru.
ADVERTISEMENT
Dengan mengatasi stigma gender melalui pendidikan, kebijakan progresif, dan kolaborasi, kita dapat menciptakan dunia di mana setiap individu, terlepas dari gender, memiliki kesempatan yang setara untuk berkontribusi dan berkembang di bidang STEM. Perempuan bukan hanya pelengkap, tetapi mitra yang sejajar dalam membangun masa depan.